PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Kamis, 20 Desember 2012

FIQH


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Dalam setiap penulisan suatu karya tulis terdapat susunan atau sistematika yang membuat tulisan terlihat menarik dan mudah dipahami oleh setiap orang yang membaca tulisan tersebut. Namun jika tulisan tersebut tidak tersusun secara sistematik maka yang terjadi adalah sebaliknya yaitu: orang akan susah dalam memahami suatu karya tulis.
Namun, apakah sistematika ini juga berlaku dalam penulisan kitab-kitab fiqh dan buku-buku islam lainnya? Dan apakah ada perbedaan pembahasan masalah pada masa dulu tepatnya masa tabi’in dengan masa setelahnya? Siapa orang pertama yang menyusun fiqh secara sistematis?
Ada pergulatan sejarah yang panjang dalam mengungkapkan atau menjawab pertanyaan tersebut. Namun demikian, para ahli telah menjawab pertanyaan tersebut dengan berbagai penelitiannya. Disini pemakalah hanya ingin menyampaikan apa yang telah diteliti oleh para ahli.
Dan ternyata, pada masa umayyah atau masa sebelum tabi’in belum ada pembukuan terhadap permasalahan agama, tidak ada yang menulis buku pada masa itu. Namun dengan perkembangan zaman, umatpun semakin jauh dengan masa rasul dan wilayah kekuasaan islampun meluas, maka mulailah terlihat banyak permasalahan agama yang memerlukan penyelesaian dari para mujtahid masa itu.
Maka ada sebagaian ulama pada masa itu yang berinisiatif untuk menulis buku tentang permasalahan agama pada waktu itu, namun penulisannya tidak mempunyai sistematika. Hanya menuliskan permasalahan yang timbul pada masa itu. Pembukuan secara sistematis terjadi pada zaman berikutnya yaitu tabi’ tabi’in. maka dalam makalah ini, pemakalah akan membahas sistematika yang digunakan ulama dalam menulis kitabnya.
  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana yang dimaksud dengan sistematika pembahasan kitab fiqh?
  2. Bagaimana sistematika pembahasan fiqh di dalam kitab para ulama?
  1. Maksud Dan Tujuan Penulisan
  1. untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sistematika pembahasan kitab fiqh.
  2. untuk mengetahui sistematika pembahasan fiqh di dalam kitab para ulama.
  1. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini adalah study kepustakaan atau library research, yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data-data.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian dan Gambaran Fiqh Secara Umum
Berbicara sistematika berarti kita membicarakan susunan, Urut-urutan teratur, dan berurutan  tentang sesuatu (Burhani, Hasbi Lawrens: 2003), karena kita membahas kitab fiqh maka kita akan membahas tentang susunan atau urutan pembahasan suatu masalah di dalam kitab fiqh.
Namun sebelum kita membahas tentang urutan atau sistematika kitab fiqh, penulis ingin mengigatkan kembali hukum-hukum yang terkandung di dalam fiqh secara umum.
Kita semua tahu bahwa hukum-hukum fiqh mengandung dan masuk kedalam semua aspek kehidupan manusia, tanpa terkecuali. Maka secara garis besar, masalah-masalah fiqh dapat dikelompokkan kedalam dua bahagian besar (ash-shiddiqi: 2001) yaitu:
  1. Ibadah
Yaitu: segala persoalan yang menyangkut dengan urusan akhirat seperti: shalat, puasa dan zakat. Atau dengan kata lain para fuqaha menyebutkan dengan ibadah mahzhah, yaitu ibadah yang berhubungan dengan ALLAH secara lansung.
  1. Mu’amalat
Adalah segala persoalan atau permasalahan yanag berpautan atau berhubungan dengan urusan-urusan dunia atau undang-undang. Atau lebih dikenal dengan ibadah ghairu mahzhah yaitu ibadah yang berhubungan dengan manusia dengan manusia yang perlu adanya campur tangan pemerintah dalam pelaksanaannya.
Pada bagian ini dapat dibagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
  1. Bagian ‘ukubat
Yaitu: pembahasan yang meliputi tentang perbuatan-perbuaran pidana seperti membunuh, mencuri dan minum minuman yang memabukkan atau khamr.
  1. Bagian munakahat (ahwal syakhshiah)
Yaitu: bagian yang membahas antara lain masalah perkawinan dan perceraian.
  1. Bagian mu’amalat
Yaitu: pada bagian ini membahas tentang harta seperti sewa menyewa, jual beli dan pinjam meminjam.
Demikian juga dengan wahbah al-zuhaili yang membagi pembahasan fiqh kedalam 2 bidang secara umum. (wahbah zuhaili: 1984)
Namun demikian ada juga ulama al Allamah Ibnu Abidin dalam kitabnya Raddl Muhtar yang membagi pembagian dalam fiqh itu kedalam 3 (tiga) pembahagian besar, yaitu:
  1. Ibadah
Meliput: shalat, zakat, shiyam, haji dan jihad.
  1. Uqubat
Meliputi: qishas, had pencurian, had zina dan di hubungkan dengan ta’zir.
  1. Mu’amalat
Meliputi: munakahat dan amanat
Perlu kita ingat kembali yang menyusun kitab fiqh adalah: ahli ijtihad seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Imam Syafi’i, Ahmad Bin Hambal dan lain-lain. Orang yang mula-mula mengatur dan menyusun kitabnya menurut sebagian ahli riwayat adalah Abu Hanifah An Nu’man Ibn Tsabit. (ash-shiddiqi: 2001) dan ini terjadi pada masa-masa awal dari Dinasti Abbasiyah (133-766 H atau 750-1258), setelah kaum Muslimin dapat menciptakan stabilitas keamanan di seluruh wilayah Islam.
Pada waktu itu kaum Muslimin, berada pada tingkat kehidupannya yang  semakin baik, tidak lagi berkonsentrasi untuk memperluas wilayahnya, melainkan berupaya untuk membangun suatu peradaban melalui pengembangan ilmu pengetahuan. Maka muncullah berbagai kegiatan dalam kaitan dengan kebangkitan ilmu pengetahuan ini, yang terdiri dari tiga bentuk, yakni (1) penyusunan buku-buku, (2) perumusan ilmu-ilmu Islam, dan (3) penerjemahan manuskrip dan buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab. Ilmu pengetahuan yang berkembang tidak hanya ilmu-ilmu agama Islam saja, tetapi juga ilmu-ilmu keduniaan yang memang tak dapat dipisahkan dengan ilmu-ilmu agama, sehingga pada masa ini muncul ahli-ahli ilmu agama Islam, ahli-ahli ilmu bahasa Arab, ahli-ahli ilmu alam, para filosuf dan sebagainya.
Pada periode inilah ilmu fiqih berkembang. Ilmu fiqih secara konvensional terdiri dari: fiqih ‘ibâdât (fiqih tentang persoalan-persoalan ibadah, seperti shalat, zakat, puasa dan haji), fiqih munâkahât (fiqih tentang perkawinan dan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti waris dan hibah), fiqih mu’âmalât (fiqih tentang hubungan perdata) dan fiqih jinâyât (fiqih tentang tindak pidana dan hukumannya). Pembahasan jenis-jenis fiqih terintegrasi menjadi satu kesatuan.
Berkembangnya ilmu-ilmu fiqh, maka secara tidak lansung berkembang pula sistematika punyusunan suatu pembahasan didalam kitab-kitab fiqh. Ini yang menyebabkan berbedanya susunan atau sistematika fiqh setiap ulama yaitu karena perbedaan waktu dan tempat.
  1. Sistematika Pembahasan Kitab Fiqh
Dalam hal ini pemakalah memaparkan atau sekedar memberitahukan sistematika pembahasan kitab fiqh menurut Muhaqqiq Hilli dan Ibnu Rusyd dengan kitabnya bidayatul mujtahid.
Menurut al-hilli (Muhammad, Ahsin: 1993), pembahasan dalam fiqh dapat dibagi kedalam 4 (empat) bagian, yaitu:
  1. Ibadah
  2. Perjanjian dua pihak
  3. Perjanjian sepihak
  4. Hukum atau perintah
Sistematika fiqh menurut al hilli adalah:
1. Bagian Ibadah
Yang meliputi yaitu;
  1. Thaharah
  2. Shalat
  3. Zakat
  4. Khums
  5. Puasa
  6. I’tikaf
  7. Haji
  8. Umrah
  9. Jihad
  10. Amar makruf wa nahi mungkar
2. ‘Aqd
Pada pembahasan ini alhilli membagi ke dalam beberapa pembahasan lagi, yaitu:
  1. Jual beli
  2. Gadai
  3. Bangkrut
  4. Hajr
  5. Diman
  6. Sulh
  7. Syarikat
  8. Mudharabah
  9. Mazara’at dan musaqat
  10. Wadiy’ah
  11. Ariyah
  12. Ijarah
  13. Wakalah
  14. Waqf dan sadaqah
  15. Sukna dan habs
  16. Hibah
  17. Sabq dan rimayah
  18. Wasiyat
  19. Nikah
3. Lyqa’at (dorongan sepihak)
  1. Talak
  2. Khulu’ dan mabarat
  3. Zahar
  4. Lyl’a
  5. Li’an
  6. Itq
  7. Tabdir, mukatabah dan istilad
  8. Iqrar
  9. Ja’alah
  10. Ayman
  11. Nathr
4.      Hukum-Hukum Atau Perintah
  1. Sayd dan thibh
  2. Makan dan minum
  3. Ghasb
  4. Shaf’ah
  5. Ihya al-maut
  6. Barang temuan
  7. Warisan
  8. Qadha (arbitrsi)
  9. Kesaksian
  10. Hudud dan ta,zirat
Sedangkan Ibnu Rusyd dalam kitab “Bidayatul Mujtahid” menyusun kitabnya dengan susunan sebagai berikut:
Bagian pertama: Ibadah
Pada bagian ini dibagi kedalam beberapa kitab yaitu:
  1. Kitab thaharah
  2. Kitab shalah
  3. Kitab janazah
  4. Kitab zakah
  5. Kitab zakatil fithri
  6. Kitab shiyam
  7. Kitab I’tikaf
  8. Kitab haji
  9. Kitab jihad
  10. Kitab aiman
  11. Kitab nudzur
  12. Kitab dhahaya
  13. Kitab dzaba-ih
  14. Kitab shaidi
  15. Kitab akikah
  16. Kitab ath’imati wal asyribah
Bagian kedua: Ahwal Syakhsyiah (Munakahah)
Bagian ini dibagi kepada beberapa kitab yaitu:
  1. Kitab nikah
  2. Kitab thalaq
  3. Kitab ila’
  4. Kitab dhihar
  5. Kitab li’an
  6. Kitab hadlanah
  7. Kitab radla’i
  8. Kitab nafaqat
  9. Kitab itsbatin nasab
  10. Kitab ihdad
Bagaian ketiga: Mu’amalat Madaniyah
Bagian ini terdiri beberapa kitab yaitu:
  1. Kitab buyu’
  2. Kitab sharfi
  3. Kitab salam
  4. Kitab khiyar
  5. Kitab bai’il murabahah
  6. Kitab bai’il ‘ariyah
  7. Kitab irat
  8. Kitab ju’li
  9. Kitab qiradli
  10. Kitab musaqah
  11. Kitab syarikah
  12. Kitab syuf’ah
  13. Kitab qismah
Imam Tajjudin Al-Subki dalam kitabnya Al-Asybah Wa Al-Nazhair mengawali kitabnya dengan fiqh ibadah. (Dzajuli :2006).
Begitu juga dengan kitab Al-Qawwaid Al-Fiqh karya Abi Al-Farj ‘Abd Al-Rahman Ibn Rajab Al-Hambali (W.795 H). kitab ini terdiri atas 1 juz yang tebalnya 478 halaman dan terdiri atas 160 kaidah. ada permulaannya kitab ini membahas tentang Bab ibadah yaitu thaharah, kemudian shalat.
Kitab al-umm miliknya Imam Syafi’i juga membahas masalah thaharah atau masalah ibadah dalam pembahasan kitabnya yang terdiri atas 5 (lima) jilid (empat jlid pembahasan dan 1 jilid sebagai ringkasan dari pembahasan).
Namun dalam kitab fiqh al-akbar karya Imam Hanafi, tidak menggunakan sistematika seperti yang disebutkan diatas. Di dalam kitab ini, beliau membahas tentang tauhid pada awalnya dan fiqih secara keseluruhan dan sangat singkat dan padat. Karena kitab ini hanya terdiri dari belasan lembarannya.
Pertanyaannya sekarang, kenapa hampir semua kitab mengawali pembahasannya dengan kitab thaharah kemudian baru ibadah? Ini dikarenakan, pada penulis kitab merasa ini merupakan sistematika yang sesuai dengan tingkah laku kita. Misalnya saja, syarat kita melaksanakan ibadah shalat adalah kita harus suci dari hadast besar maupun kecil, jika tidak maka tidak sahlah ibadah shalat kita. Maka kita harus bersuci dahulu sebelum kita melaksanakan shalat. Maka hal ini di aplikasikan juga kedalam kitab atau tulisan ulama agar terlihat teratur dan pembacapun mudah memahami dan melaksanakan apa yang telah dibaca dari kitab tersebut.
Semua kitab mempunyai sistematika tersendiri, tidak semua kitab ini mengikuti sistematika seperti yang pemakalah sebutkan di atas, setiap kitab bisa saja mempunyai sistem pembahasan fiqh yang berbeda satu dengan yang lainnya. Tidak ada patokan yang jelas dalam hal ini, karena dulu dibuat sebuah kitab karena adanya suatu permasalahan dalam agama dan permasalahan tersebut memerlukan pemecahan atau fatwa para tabi’in masa itu.
Namun secara garis besar, dan pada umumnya, hampir semua kitab fiqh mempunyai sistematika seperti yang disebutkan oleh Al-hilli dan Ibnu Rusyd. Walaupun letak dan pembagiannya atau pengelompokan pembahasan fiqh berbeda.
BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Sistematika membahas kitab fiqh merupakan aturan atau urutan dalam membahas suatu permasalahan di dalam kitab-kitab fiqh. Ataupun dengan kata lain runut dalam menulis suatu permasalahan di dalam kitab fiqh. Setiap kitab fiqh mempunyai ciri yang berbeda termasuk di dalam menulis sistematikanya. Misalnya urutan atau sistematika yang ditulis oleh Al-Hilli dengan yang ditulis oleh Ibnu Rusyd, terdapat perbedaan baik dari pengolongan masalah fiqh atau bagian dan kitab mana yang dibahas terlebih dahulu ataupun perbedaan tata letak dalam penulisan. Seperti pembagian pembahasan fiqh yang pilah oleh As-Shiddiqi yaitu ibadah dan muamalahh. Ini berpengaruh juga dalam bentuk atau sistematika penulisan kitab.
Dan lagi, tidak semua kitab fiqh mempunyai sistematika. Ada perbedaan juga antara kitab dulu dengan kitab yang sekarang. Letak perbedaannya hanya pada sistematika itu sendiri, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa dulu, menulis kitab fiqh hanya terbatas pada permasalahan yang timbul pada masa itu. Namun kitab yang sekarang seperti fiqh sunnah karya Ibnu Sabbiq di susun secara sistematika (disini pemakalah tidak memaparkan sistematika fiqh sunnahnya ibnu sabbiq).
Mengenai orang yang pertama menulis secara sistematik kitab fiqh, sebahagian ahli riwayah atau sejarah sepakat orang yang pertama melakukannya adalah Imam Abu Hanifah pada masa abasiyah.
Daftar Pustaka
Ash shiddiqy, Teungkue Muhammad. 2001. Pengantar Hukum Fiqh Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Muhammad, Ahsin.1993. Pengantar Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Hidayah.
Zuhaili, Wahbah. 1984. Al-fiqh al-islami wa adillatuhu. Damaskus: Dar al-Fikr.
Djazuli, H.A. 2006. Kaidah-Kaidah Fiqih, Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Ms, Burhani dan Hasbi Lawrens. 2003. Kamus ilmiah populer. Jombang: Lintas Media
www.wikipidia.com

Tidak ada komentar:

Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ