Dewasa Itu Pilihan
Oleh : Firman Isnan / Kelas XI-IA.1
Ketua OSIS SMAN 1 Model PBKL Peukan Bada
Ini memang saya baca dari pamflet iklan
yang tersebar dimana-mana. Lengkapnya bunyi pamflet itu adalah; Tua Itu
Pasti, Dewasa Itu Pilihan. Tentu yang dimaksud oleh si pembuat iklan adalah
memilih produknya adalah pilihan mereka yang berpikir dewasa.
Bagi kita, soal dewasa atau belum adalah
penting. Sangat penting, malah. Sebal rasanya kalau kita dicap 'belum dewasa'
oleh orang lain. Jangan begini, jangan begitu, kamu belum dewasa. Dunia pun
serasa runtuh. Ingin rasanya kita teriak pada orang-orang kalau kita sudah
dewasa. "Hey, aku sudah berumur enam belas tahun, aku sudah kelas dua
SMA, aku sudah dewasa!" mungkin begitu isi teriakan kita.
Sayangnya saya harus berterus terang pada
kamu, para remaja, banyak di antara kita – termasuk orang tua – yang nggak pas
mengartikan kata 'dewasa'. Kalau kamu beranggapan dewasa itu sama dengan
bertambahnya umur, berarti jawabanmu benar sekaligus salah. Benar, karena
secara biologis kamu sudah dewasa. Kamu, para cowok, sudah mimpi basah, badanmu
sudah memproduksi sel sperma, jakunmu mulai tumbuh, dan dagumu sudah
berjenggot. Kamu, para cewek, kamu sudah datang bulan, tubuhmu sudah
memproduksi sel telur, dan kamu sudah siap menjadi seorang wanita.
Tapi jawabanmu salah karena dewasa juga
diukur dari caramu berpikir dan caramu bersikap. Inilah kedewasaan yang harus
kita miliki. Percaya atau tidak, tidak semua orang dewasa juga mampu berpikir
dewasa.
Sekarang, seberapa sering kamu melalaikan
sholat lima waktu? Berapa kali kamu sengaja membocorkan puasa Ramadlan? Bisakah
kamu bersabar ketika orang tua memarahimu saat kamu salah? Pernahkah kamu
mengaku salah dan minta maaf pada orang lain atas kesalahanmu? Pernahkah kamu
menepati janji dengan orang lain, seperti datang tepat waktu? Itu sebagian dari
'ujian' kedewasaan.
Jadi, jangan dulu mengaku dewasa kalau kita
nggak sholat shubuh tapi masih bisa cengar-cengir. Atau nggak malu pada
orang lain walaupun sering ingkar janji, atau tidak pernah minta maaf walau
sudah jelas-jelas kita berbuat salah. Menjadi dewasa meminta kita untuk menjadi
orang yang siap dengan segala tanggung jawab, baik sesama manusia atau dari
Allah SWT. Kalau kita sering menghindar dari tanggung jawab, ngeles, itu
artinya kita belum dewasa. Itu adalah tipikal anak-anak.
Ketika seorang anak merebut mainan dari
temannya sehingga menangis, si anak perebut akan lari pulang ke rumahnya.
Bersembunyi di belakang punggung ibu atau bapaknya karena takut dimarahi orang
tua kawannya. Atau ketika mereka ramai-ramai mencuri mangga dan tertangkap
basah, anak-anak biasanya saling melempar kesalahan. Apakah kita masih begitu,
melempar tanggung jawab pada orang lain?
Maka 'dewasa' itu bukan hanya milik orang
dewasa. Ali bin Abi Thalib ra. sudah dewasa ketika masih kanak-kanak. Sayyidina
Ali termasuk assabiqunal awwalun, golongan pertama yang memeluk Islam.
Saat Rasulullah saw. mengajaknya beriman, masuk ke dalam Islam, ia sempat
meminta izin pada orang tuanya, tapi ia membatalkan niatnya itu sambil berkata,
"Allah saja tidak pernah meminta izin pada orang tuaku untuk
melahirkanku ke alam dunia." Ia pun masuk Islam tanpa meminta izin
pada orang tuanya.
Saat Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash
Shiddiq akan hijrah ke Yatsrib, beliau meminta Ali untuk tidur di ranjangnya,
sebagai tipuan untuk orang-orang Quraisy yang telah mengepung rumah Rasulullah
saw. Para pemuda musyrik Quraisy yang mengintip rumah Rasulullah saw. pun
menyangka Rasulullah saw. masih terlelap di kasurnya. Tapi ketika mereka
mendobrak masuk mereka hanya mendapati Ali. Tapi Ali tidak gentar. Ia menatap
mata mereka dan berdebat dengan mereka.
Usamah bin Zaid ra. adalah remaja berumur
18 tahun yang memimpin peperangan melawan negara adidaya Romawi. Para prajurit
yang dipimpinnya adalah veteran perang Badar yang jauh lebih tua, dan sebagian
sudah bersama Rasulullah saw. selama bertahun-tahun. Tapi Rasulullah saw.
mempercayakan pasukannya dipimpin Usamah. Pemuda ini juga menjadi seorang suami
dan ayah di usia yang masih muda.
Bahwa semua orang umurnya akan bertambah
dan menjadi tua, itu memang sunnatullah, pasti. Tapi tidak semua orang
siap dan mampu menjadi dewasa. Maka tidak usah menunggu umurmu bertambah untuk
menjadi dewasa. Jadilah orang yang berpikir dewasa sekarang. Berpikirlah dewasa
sejak saat ini. Caranya?
Belajarlah menjadi orang dewasa; kenali dan
pelajari arti tanggung jawab, meminta maaf, berkorban untuk orang lain,
menghormati orang lain, berjuang untuk agama, patuh pada orang tua, amanah, jujur,
cinta dan kasih, dsb.
Bila kamu menghayati Islam, memahaminya dan
menjadikannya sebagai panduan dan cahaya hidupmu, maka kamu akan tumbuh sebagai
orang 'dewasa'. Karena agama kita adalah tuntunan yang akan membawa kita dari
kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar