PENCURI TERBURUK
OLEH: ZULFAHMI / KELAS X-5
Mencuri itu buruk, tapi kata seorang
ahli hikmah ada pencurian yang lebih buruk lagi. Berbohong. Ya, siapa yang
menyangka kalau berbohong itu
termasuk jenis 'pencurian'. Berbohong itu sama
dengan mencuri, mencuri akal.
Dibandingkan pencurian biasa, berbohong bisa lebih menyakitkan dan menyebalkan.
Tidak ada orang yang senang bila kecurian. Apalagi
bila barang yang dicuri adalah benda berharga kesayangan, seperti jam tangan,
ponsel atau motor. Sulit rasanya untuk percaya dan menerima kenyataan kalau
barang-barang itu sudah raib. Ludes disikat maling. Tapi, biasanya luka itu
akan segera hilang karena memang kita sadar barang-barang itu sudah tidak ada
di depan mata dan lenyap dari genggaman tangan kita.
Nah, berbohong berarti mengelabui orang lain,
memanipulasi sesuatu, membuat orang lain percaya pada sesuatu yang tidak ada.
Itu bisa terjadi untuk waktu sehari, dua hari atau malah seumur hidup. Orang
yang dibohongi nggak sadar kalau ia telah kehilangan sesuatu, yakni
kepercayaannya. Bila seorang pembohong mendapatkan kepercayaan dari orang yang
berhasil dikelabuinya, maka si pembohong bukan saja mendapat simpati, tapi juga
harta, kehormatan, dan apa saja yang ia inginkan. Inilah
pencurian yang paling menyakitkan dan menyebalkan.
Katakanlah, ada seorang anak yang berbohong pada orang tuanya kalau
ia ditunjuk oleh gurunya menjadi anggota tim basket sekolah untuk sebuah
kompetisi, ortunya mungkin akan bangga. Berikutnya, saat sang anak minta
dibelikan sepatu yang baru – untuk berlatih dan bertanding --. Ortu yang sudah
kepalang bangga dan sayang pada sang anak pasti berusaha membelikannya.
Begitupula ketika sang anak minta tambahan uang jajan dengan alasan pergi
berlatih dan bertanding, lagi-lagi orang tua akan mengabulkan. Jadi, sudahlah
sang anak – yang berbohong itu – mendapatkan kebanggaan dari orang tua, masih
mendapatkan sepatu baru dan juga tambahan uang jajan. Maka, kamu bisa paham kan
kenapa sampai ada ahli hikmah yang mengatakan bahwa berbohong jauh lebih buruk
dari mencuri?
Dalam kehidupan, banyak alasan kenapa orang mau berbohong; untuk
ketenaran, untuk kekayaan, atau untuk keselamatan dirinya. Beberapa tahun silam, ada duo rapper yang
punya nama grup Milli Vanilli. Lagu-lagu mereka macam Girl
You Know It's True dan Ma Baker jadi jawara di sejumlah tangga lagu
mancanegara. Album mereka laris dan diganjar sejumlah penghargaan. Ternyata,
terbukti kemudian kalau mereka berdua bukanlah penyanyi sebenarnya. Mereka cuma lipsync. Ini contoh
kebohongan untuk mendapatkan ketenaran dan juga kekayaan.
Ada kebohongan untuk menyelamatkan diri. Seorang
pencuri kambing yang tertangkap basah sedang menuntun kambing curiannya bisa
dengan mudah ngeles, menghindar dari tuduhan mencuri. "Ini bukan
pencurian. Saya hanya mungut tali, tahu-tahu ada kambing yang mengikuti dari
belakang." Bahkan, pada zaman khalifah Umar bin Khaththab ra. seorang
pencuri dengan berani berbohong atas nama Allah. "Aku mencuri atas
takdir Allah," katanya pada hakim. Akhirnya pengadilan menghukum
pencuri itu dengan jilid dan potong tangan. Hukuman potong tangan untuk kasus
pencuriannya yang mencapai batas ¼ dinar, dan sanksi jilid untuk kebohongan
atas nama Allah.
Dan, ada juga kebohongan untuk alasan ideologis. Untuk menyesatkan
orang. Darwin dan para pengikutnya
bisa jadi contoh. Untuk membuat orang percaya bahwa Tuhan itu tidak ada,
berbagai khayalan mereka buat dengan sebutan teori ilmiah. Teori generatio spontaneae, evolusi, dsb.
Berbohong adalah perbuatan yang akan mengotori lidah, pikiran dan
jiwa kita. Bahkan kebohongan dapat merusak kehidupan manusia. Pantas, kalau
berbohong diharamkan oleh agama. Sabda Nabi saw.:
"Sesungguhnya
kejujuran itu memberikan petunjuk pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu
memberikan petunjuk pada surga, dan sesungguhnya seseorang berlaku jujur hingga
ia menjadi orang yang shiddiq. Sesungguhnya dusta itu menunjukkan pada
kejahatan, sedangkan kejahatan menunjukkan pada neraka, dan sesungguhnya
seseorang berbuat dusta sampai ditulis di sisi Allah sebagai pendusta."(HR. Bukhari).
Berdusta juga satu tanda kemunafikan. Kata Nabi saw.:
"Tanda-tanda
orang munafik ada tiga; jika berkata ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, jika
dipercaya ia berkhianat."(HR. Bukhari).
Berbohong juga candu. Orang
yang pernah melakukannya biasanya ketagihan untuk mengulanginya. Apalagi kalau
kebohongan itu memberikan apa yang mereka inginkan. Pikir para pembohong, kalau dulu saya berhasil,
kali ini juga pasti bisa.
Selain karena ketagihan, mereka yang pernah
berbohong juga akan 'dipaksa' melakukan kebohongan babak berikutnya. Sebuah
nasihat mengatakan, "Siapa yang pernah melakukan kebohongan, maka
bersiaplah melakukan kebohongan berikutnya." Seorang pembohong
membutuhkan kebohongan baru untuk menutupi kebohongan yang lama. Agar tidak
dikuak kebenaran ceritanya, maka seorang pembohong mau tidak mau akan terus
berbohong.
Maka, berbohong juga menciptakan ketakutan. Coba
kita pikir, pembohong mana yang senang terbongkar kebohongannya? Otomatis,
seorang pembohong akan hidup dalam kecemasan dan jauh dari rasa nyaman. Setiap
saat ketakutan kalau-kalau kebohongannya terbongkar. Ia sadar, bila itu
terjadi, bisa-bisa seumur hidup orang tak percaya. Sekali
lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya.
Terakhir, para pembohong semestinya sadar, secanggih apapun mereka
membual, menyebarkan kepalsuan, sebenarnya mereka sedang menipu diri sendiri.
Kenyataannya tetap saja mereka tidak bisa menipu Allah SWT. Dialah yang bakal
membongkar segala kepalsuan. Cepat atau lambat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar