Kompetensi Dasar
Setelah mendalami materi ini peserta
diharapkan memiliki kemampuan merumuskan indikator dan tujuan pembelajaran
Pendahuluan
Merumuskan
indikator pencapaiaan diperlukan untuk memenuhi tuntutan minimal kompetensi
yang dijadikan standar secara nasional. Karena itu indikator memiliki kedudukan
yang sangat strategis dalam mengembangkan pencapaian kompetensi dan berfungsi
sebagai:
1.
Pedoman dalam merumuskan tujuan pembelajaran
2.
Pedoman dalam mengembangkan materi
pembelajaran
3.
Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran
4.
Pedoman dalam merancang dan melaksanakan
penilaian hasil belajar
Indikator
merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang
dapat diukur yang mencakup kognitif (pengetahuan), sikap (afektif) dan
keterampilan (psikomotor). Indikator dikembangkan sesuai dengan (a)
karakteristik peserta didik, (b) mata pelajaran, (c) satuan pendidikan, (d) potensi daerah dan
dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat
diobservasi.
Setelah pembelajar merumuskan indikator, maka tugas selanjutnya adalah melakukan
analisis isi untuk merumuskan tujuan
pembelajaran yang menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan SK dan KD.
Secara
umum tujuan yang ingin dicapai melalui materi merumuskan uindikator dan tujuan
pembelajaran ini, agar peseta pelatihan mampu/dapat :
1.
Menjelaskan pengertian indikator pembelajaran
2.
Merumuskan indikator pembelajaran
3.
Memetakan hirarki kemampuan berdasarkan
analisis isi
4.
Merumuskan tujuan pembelajaran
A.
Pengembangan Indikator Pencapaian Kompetensi
1.
Mekanisme pengembangan indikator
Mekanisme
pengembangan indikator adalah dengan menganalisis tingkat kompetensi dalam SK
dan KD, menganalisis karakteristik mata pelajaran, peserta didik dan
sekolah/madrasah. Langkah-langkah mengembangkan indikator ialah:
a. Langkah
pertama adalah menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD. Tingkat
kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja operasional yang digunakan dalam SK
dan KD. Tingkat kompetensi dapat diklasifikasi dalam tiga bagian, yaitu
tingkat pengetahuan, tingkat proses, dan tingkat penerapan.
Kata kerja pada tingkat pengetahuan lebih rendah dari pada tingkat proses
maupun penerapan. Tingkat penerapan merupakan tuntutan kompetensi paling tinggi
yang diinginkan. Selain menunjukkan tingkat kompetensi, penggunaan kata kerja
menunjukan penekanan aspek yang diinginkan, mencakup pengetahuan,
sikap dan keterampilan. Pengembangan indikator harus mengakomodasi
kompetensi sesuai tendensi yang digunakan SK dan KD. Jika aspek keterampilan
lebih menonjol, maka indikator yang dirumuskan harus mencapai kemampuan
keterampilan yang diinginkan.
b. Menganalisis
karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah. Pengembangan
indikator mempertimbangkan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan
sekolah hal ini karena indikator menjadi acuan dalam penilaian, sesuai
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
2.
Karakteristik mata pelajaran PAI
Setiap mata pelajaran
memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dari mata pelajaran lainnya.
Perbedaan ini menjadi pertimbangan penting dalam mengembangkan indikator.
Karakteristik mata pelajaran Agama Islam pada sekolah/madrasah yakni:
a. lebih
menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaaan materi;
b.
mengakomodasikan
keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yangtersedia;
c.
memberiklan
kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk mengembangkan strategi dan program
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan ketersedian sumber daya pendidikan;
d.
karakteristik
Pendidikan agama Islam di sekolah umum dan di Madrasah yang terdiri atas empat
mata pelajaran tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri.
1) Al-Qur’an-Hadits,
menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara
tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.
2) Aqidah menekankan
pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan/keimanan yang benar serta
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-asma’ al-husna. Akhlak menekankan
pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela
dalam kehidupan sehari-hari.
3) Fiqh menekankan pada
kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang baik dan benar.
4) Tarikh & kebudayaan
Islam menekankan pada kemampuan mengambil ibrah dari
peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan
mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, ipteks dan
lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
3.
Merumusan indikator pencapaian kompetensi
Pengembangkan
indikator memerlukan informasi karakteristik peserta didik yang unik dan
beragam. Peserta didik memiliki keragaman dalam intelegensi dan gaya belajar,
oleh karena itu indikator selayaknya mampu mengakomodir keragaman tersebut.
Peserta didik dengan
karakteristik unik visual-verbal atau psiko-kinestetik selayaknya diakomodir
dengan penilaian yang sesuai sehingga kompetensi siswa dan dapat terukur secara
proporsional. Karakteristik sekolah dan daerah juga menjadi acuan dalam
pengembangan indikator karena target pencapaian sekolah tidak sama. Sekolah
kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat mengembangkan indikator
lebih tinggi. termasuk sekolah bertaraf internasional dapat mengembangkan
indikator dari SK dan KD
Dengan
mengkaji tuntutan kompetensi sesuai rujukan standar nasional yang digunakan.
Sekolah dengan keunggulan tertentu juga menjadi pertimbangan dalam
mengembangkan indikator. Dalam merumuskan indikator pembelajaran perlu
diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1.
Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya
menjadi dua indikator
2.
Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan
kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK dan KD.
3.
Indikator harus mencapai tingkat kompetensi
minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan
potensi dan kebutuhan peserta didik.
4.
Indikator yang dikembangkan harus
menggambarkan hirarki kompetensi.
5.
Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup
dua aspek, yaitu tingkat kompetensi dan materi pembelajaran.
6.
Indikator harus dapat mengakomodir
karakteristik mata pelajaran sehingga menggunakan kata kerja operasional yang
sesuai.
7.
Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi
beberapa indikator penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Contoh indikator
pencapaian kompetensi:
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Indikator
|
Memahami ketentuan hukum
Islam tentang pengurusan jenazah.
|
Menjelaskan tatacara
pengurusan jenazah
|
o
Mampu menjelaskan langkah-langkah/tatacara
memandikan jenazah
o
Mampu menjelaskan tata cara mengkafani
jenazah
o
Mampu menjelaskan tata cara menshalatkan
jenazah
o Mampu
menjelaskan tata cara menguburkan jenazah
|
Memperagakan
tatacara pengurusan
jenazah
|
· Mampu
memperagakan/mempraktikkan tata cara memandikan jenazah
· Mampu
memperagakan/mempraktikkan tata cara mengkafani jenazah
· Mampu
memperagakan/mempraktikkan tata cara menshalatkan jenazah
· Mampu
memperagakan tata cara menguburkan jenazah
|
4.
Pengembangan Indikator Penilaian
Indikator
penilaian merupakan pengembangan lebih lanjut dari indikator. Indikator
penilaian perlu dirumuskan untuk dijadikan pedoman penilaian bagi guru, peserta
didik maupun evaluator di sekolah. Dengan demikian indikator penilaian bersifat
terbuka dan dapat diakses dengan mudah oleh warga sekolah. Setiap penilaian
yang dilakukan melalui tes dan non-tes harus sesuai dengan indikator penilaian.
Indikator
penilaian menggunakan kata kerja lebih terukur dibandingkan dengan indikator
pencapaian kompetensi. Rumusan indikator penilaian memiliki batasan-batasan
tertentu sehingga dapat dikembangkan menjadi instrumen penilaian dalam bentuk
soal, lembar pengamatan, dan atau penilaian hasil karya atau produk, termasuk
penilaian diri.
A.
Perumusan
Tujuan Pembelajaran
1.
Pengertian taksonomi pembelajaran
Tujuan pembelajaran, biasa disebut “performance-objectives”.
Gerlach dan Ely dalam Waridjan (1984: 21) mendefinisikan tujuan pembelajaran sebagai suatu deskripsi
perubahan tingkah laku atau hasil
perbuatan yang memberi
petunjuk bahwa suatu
proses belajar telah
berlangsung. Selanjutnya Briggs
(1977) mengatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan
tentang apa yang harus dapat dilakukan siswa atau tentang tingkah laku
bagaimana yang diharapkan dari siswa setelah ia menyelesaikan suatu program
pembelajaran tertentu.
Untuk dapat menentukan tujuan pembelajaran yang
diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan atau
hasil belajar menjadi sangat penting bagi guru. Dengan pemahaman ini guru akan
dapat menentukan
dengan lebih jelas dan tegas apakah tujuan instruksional matakuliah yang diasuhnya lebih bersifat kognitif, dan mengacu
kepada tingkat intelektual tertentu. atau lebih bersifat
afektif atau psikomotorik.
Taksonomi
tujuan instruksional membagi tujuan pendidikan dan instruksional ke dalam tiga
kelompok. yaitu tujuan yang bersifat:
·
Kognitif
Tujuan kognitif
berorientasi kepada kemampuan berfilkir", mencakup kemampuan intelektuall yang lebih sederhana, yaitu "mengingat". sampai dengan kemampuan
untuk membuat/menciptakan.
· Afektif
Tujuan afektif yang
berhubungan dengan "perasaan", 'emosi", dan "sikap hati" (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu.
Tujuan afektif terdiri dari yang paling
sederhana, yaitu "memperhatikan suatu fenomena" sampai dengan yang kompleks
yang merupakan factor internal seseorang. Dalam literature tujuan afektif ini
disebutkan sebagai : minat, sikap hati, sikap menghargai, sistem nilai, serta
kecenderungan ernosi.
·
Psikomotor,
Tujuan psikomotor
berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tinadakan (action) yang memerlukan koordinasi
antara syaraf dan otot. Dalam literature
tujuan ini tidak banyak ditemukan penjelasannya, dan biasanya dihubungkan dengan
"latihan menulis". berbicara. berolahraga, serta yang berhubungan
dengan keterampilan teknis.
Taksonomi pada
dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan
ciri-ciri suatu bidang tertentu. Sebagai contoh, taksonomi dalam bidang ilmu fikih menghasilkan
pengelompokan Air
dalam bab thaharah kepada air yang suci lagi mensucikan, air yang musta’mal dan
air mutanajjis. Taksonomi tujuan pembelajaran adalah pengelompokan tujuan pembelajaran
dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Perumusan tujuan instruksional yang jelas. terukur dan
dapat diamati menjadi semakin penting untuk dapat menentukan apakah suatu proses belajar mengajar mencapai
tujuan atau tidak. Perumusan tujuan yang terkesan kabur, seperti
"menghayati kehidupan beragama," tidak
lagi dianggap cukup, sebab rumusan seperti
ini tidak tegas menyatakan perilaku atau "performance" apa yang
diharapkan sebagai hasil belajar.
2. Analisis isi
Menurut Mage,
langkah-langkah analisis istruksional
dapat dibedakan dua macam:
a.
Langkah
pertama ialah menuliskan semua tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan.
b.
Langkah
kedua ialah menyusun daftar tugas secara mendetail dan urut sesuai dengan
urutan senyatanya manakala tugas itu dilaksanakan.
1)
Identifikasi
tugas-tugas pokok dan hubungannya dengan subtugas.
2)
Mengurutkan
tugas-tugas sesuai dengan urutan, manakala tugas tersebut dilaksanakan dalam
keadaan senyatanya.
3)
Identifikasi
tingkah laku (behavior) yang diperlukan untuk melaksanakan setiap tugas.
4)
Memperkirakan
waktu yang diperlukan untuk mempelajari setiap tugas.
Uraian secara untuk
masing-masing langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Cara yang
efektif untuk menentukan tugas-tugas pokok adalah dengan menuliskan semua tugas
yang berkenaan dengan masing-masing bidang tertentu yang harus dicapai. Kita
bisa mulai dengan menanyakan kepada diri sendiri. "Apa yang saya inginkan
dapat dilakukan siswa setelah ia selesai mempelajari suatu unit pelajaran"
? Seberapa banyak daftar tugas tersebut, tergantung dari luasnya bidang yang
dianalisis, misalnya apakah kita ingin menyusun suatu mata pelajaran, atau
bahkan suatu unit pelajaran. Sebagai contoh, di sini kita ambil dari
pembicaraan sub bab : "Taharah". Tugas pokok dalam melaksanakan
analisis instruksional adalah sebagai berikut:
a.
Identifikasi
tugas-tugas pokok dan hubungannya dengan sub-sub tugas;
b.
Mengurutkan
tugas-tugas tersebut sesuai dengan urutan manakala tugas tersebut dilaksanakan;
c.
Identifikasi
tingkah laku (behavior) yang diperlukan untuk melaksanakan tiap tugas;
d.
Memperkirakan
waktu yang diperlukan untuk mempelajari setiap tugas.
Berdasarkan hasil analisis
tersebut kita tentukan pelajaran-pelajaran yang harus diberikan kepada peserta
didik. Sudah barang tentu kita tidak mungkin mempunyai keahlian untuk menganalisis
tugas semua bidang pekerjaan. Untuk mengatasi kesulitan ini kita bisa melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a.
Review/baca
dokumen-dokumen aktual yang berhubungan dengan bidang yang hendak dianalisis,
b.
Tanyakan
kepada ahli bidang mata pelajaran tersebut untuk mendapat informasi mengenai
tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam melakukan pekerjaan, dan
c.
Perhatikan
(observasi) orang-orang yang bekerja sesuai dengan bidang yang hendak
dianalisis. Dengan mencatat setiap langkah yang dikerjakan, kita akan memperoleh
hasil analisis yang tepat.
2.
Setelah
tugas pokok dan sub tugas ditentukan, langkah selanjutnya ialah menyusun
urutan tugas pokok dan sub tugas tersebut sesuai dengan kenyataan bila tugas
dilaksanakan. Di sini perlu dijawab pertanyaan: apa yang pertama dikerjakan,
kedua, ketiga,dan seterusnya sampai selesai. Pentingnya daftar urutan ini
ialah, bahwa semua tugas pokok dan sub tugas tak ada yang terlewatkan. Guru
akan menggunakan daftar ini untuk menyusun materi pembelajaran. Guru tak perlu
mengajarkan hal-hal yang tak tercantum di dalam daftar analisis instruksional.
3.
Langkah
selanjutnya ialah menganalisis tingkah laku (behavior) yang diperlukan oleh
setiap tugas. Apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk dapat
melakukan setiap tugas? Hal-hal yang perlu dikerjakan di dalam langkah ini
ialah:
a.
Merumuskan
tugas tersebut dalam bentuk tingkah laku yang tepat, dalam arti rumuskan dengan
jelas, tepat dan spesifik, apakah yang harus diperbuat oleh siswa untuk dapat
melaksanakan tugas tersebut,
b.
Menentukan
kriteria terpenuhinya pelaksanaan tugas tersebut, dan
c.
Jenis
atau aspek tingkah laku tersebut apakah termasuk pengetahuan, sikap atau
keterampilan.
(1)
Perumusan
tingkah laku; menggunakan kata-kta kerja (action verbs) yang jelas dan
operasional seperti: membaca, menuliskan, mengucapkan, mengurutkan, menyusun,
membuat, menunjukkan dan sebagainya. Jangan digunakan kata-kata yang bukan
“action-verbs” misalnya: menghayati, memahami, menikmati, mempercayai, dan
sebagainya. Kelompok kata kerja yang pertama memudahkan guru untuk menilai
apakah tugas telah dilaksanakan, sedang kelompok kata kerja yang kedua, sukar
untuk mengevaluasi apakah siswa telah melaksanakan tugas yang dimaksud
(2)
Penentuan
kriteria keberhasilan; Di samping diperlukan perumusan kata kerja yang jelas,
kriteria atau ukuran seberapa jauh bahwa tugas telah dilaksanakan atau
terpenuhi harus juga ditentukan. Apakah siswa harus dapat melaksanakan semua
tugas? Hal ini berarti digunakan kriteria 100%. Kriteria 100% biasanya sulit
terpenuhi, karena itu kriteria 90% kiranya lebih lazim dan memungkinkan untuk
dapat dicapai. Di samping prosentase, kadang berapa lama tugas harus
diselesaikan dicantumkan juga sebagai ukuran (kriteria) terpenuhinya tugas.
(3)
Jenis
atau aspek tingkah laku; Pada dasarnya aspek tingkah laku di dalam proses
belajar mengajar bisa dibedakan menjadi tiga kategori: pengetahuan (cognitive),
gerak (psychomotor), dan perasaan (affective).
(a)
Aspek
pengetahuan (cognitive); Aspek ini paling banyak mendapatkan perhatian dari
para guru/pendidik. Termasuk dalam aspek ini ialah semua tingkah laku yang
menggunakan kemampuan intelektual siswa. Di dalam praktek, biasanya aspek
pengenalan tingkat yang lebih rendah seperti hafalan dan ingatan saja yang
banyak dikerjakan. Hal ini disebabkan oleh mudahnya tingkah laku pada tingkat
tersebut untuk diajarkan dan dievaluasi. Seharusnya pengajaran menjangkau juga
tingkat pengenalan yang lebih tinggi seperti pembentukan konsep dan pemecahan
masalah.
(b)
Aspek
gerak (psychomotor skill): Aspek gerak meliputi semua tingkah laku yang
menggunakan syaraf dan otot badan. Aspek ini sering kurang mendapatkan perhatian
kecuali untuk bidang seni lukis, musik, dan pendidikan jasmani. Ketrampilan
gerak adalah salah satu sarana atau saluran yang dengannya siswa menerima dan menyampaikan
informasi (berkomunikasi), maka adalah penting bahwa guru memperhatikan aspek
ini di dalam analisis instruksional. Termasuk di dalam aspek gerak, menurut
Esseff, adalah: pendengaran, penglihatan, ucapan, mengubah, menulis,dan meraba.
(c)
Aspek
perasaan (affective behavior); Aspek ini meliputi perasaan, nilai, sikap, dan
sebagainya. Aspek ini sangat sedikit mendapatkan perhatian disebabkan oleh
sukarnya merumuskan dan mengevaluasi aspek ini. Sebenarnya aspek perasaan dapat
mempengaruhi aspek tingkah laku yang berkenaan dengan pengenalan dan gerak.
Mengingat eratnya hubungan antara ketiga aspek tersebut, maka para guru perlu
memperhatikan aspek perasaan tersebut. Apa yang perlu diperhatikan di dalam
membicarakan ketiga aspek tingkah laku tersebut ialah: (1) Ada hierarkhi
tertentu di dalam aspek pengenalan, (2) Tak ada hierarkhi tertentu pada aspek
gerak dan perasaan, (3) Kesemua aspek tersebut satu sama lain erat hubungannya.
Ketiga aspek tersebut perlu diperhatikan di dalam melaksanakan analisis instruksional.
3. Memperkirakan Waktu Untuk Mempelajari
Langkah terakhir di dalam
analisis instruksional ialah memperkirakan beberapa lama waktu yang diperlukan
untuk mempelajari masing-masing tugas. Pada tahap mula, perkiraan waktu
didasarkan atas pengalaman guru. Yang perlu diperhatikan, ialah bahwa perkiraan
waktu yang dimaksud adalah waktu yang dipakai untuk mempelajari, bukan waktu
diperlukan untuk melaksanakan tugas. Perkiraan waktu secara bertahap akan
diperoleh ketepatannya melalui penyusunan disain instruksional, pengembangan
dan uji coba materi (paket) pengajaran.
Dalam analisa nstruksional,
hasil analisis tujuan instruksional dikelompokkan pada empat struktur
kompetensi, yaitu :
1)
Struktur hirakhikal, yaitu susunan beberapa
kompetensi dimana satu/beberapa kompetensi menjadi prasyarat bagi kompetensi
berikutnya.
2)
Struktur prosedural, yaitu kedudukan beberapa
kompetensi yang menunjukan satu rangkaian pelaksanaan kegiatan/pekerjaan,
tetapi antar kompetensi tersebut tidak menjadi prasyarat bagi kompetensi lainnya.
3)
Struktur pengelompokan (Cluster), yaitu
beberapa kompetensi yang satu dengan lainnya tidak memiliki ketergantungan,
tetapi harus dimiliki secara lengkap untuk menunjuang kompetensi berikutnya.
4)
Struktur kombinasi, yaitu beberapa kompetensi
yang susunan terdiri dari bentuk hirakhikal, prosedural, dan pengelompokan.
4.
Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Mager dalam Dick
dan Carey (1990) mengemukakan bahwa
dalam penyusunan Tujuan Pembelajaran harus mengandung tiga komponen, yaitu; (1)
perilaku (behavior), (2) kondisi (condition),
dan (3) derajat atau kriteria (degree).
Instructional Development Institute
(IDI) menambahkan satu komponen yang perlu juga dispesifikasikan dalam
merumuskan tujuan pembelajaran,
yaitu sasaran (audience), sehingga
rumusan tujuan itu menjadi empat komponen, yaitu: a) Audience b) Behavior, c) Conditions, d) Degree.
Komponen-komponen tersebut lebih mudah diingat dengan bantuan
menemonik ABCD.
A = Audience yaitu siswa yang akan
belajar.
B = Behavior yaitu
perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai proses
belajarnya dalam pelajaran tersebut. Perilaku ini terdiri atas dua bagian
penting, yaitu kata kerja dan objek.
C= Condition
yaitu keadaan atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan mendemonstrasikan
perilaku yang dikehendaki saat ia dites.
D = Degree yaitu tingkat keberhasilan
siswa dalam mencapai perilaku tersebut. Tingkat keberhasilan ditunjukkan
dengan batas maksimal dari penampilan suatu perilaku yang
dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu berarti siswa belum mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Taksonomi tujuan
pembelajaran dibagi menjadi tiga kawasan atau kelompok, yaitu kawasan Kognitif,
Afektif, dan Psikomotor. (Lihat
kembali modul halaman 6,7,8 dan 15 tentang taksonomi tujuan)
Tugas:
1.
Merumuskan indikator pembelajaran/pencapaian kompetensi
2.
Memetakan hirarki kemampuan berdasarkan
analisis isi
3.
Merumuskan tujuan pembelajaran
Bahan Bacaan
Abdul Gafur (1986).
Disain instruksional: langkah sistematis penyusunan pola dasar
kegiatan belajar mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
Abdul Gafur (1987). Pengaruh
strategi urutan penyampaian, umpan balik, dan keterampilan intelektual terhadap
hasil belajar konsep. Jakarta : PAU - UT.
Bloom et al. (1956). Taxonomy
of educational objectives: the classification of educational goals. New
York: McKay.
Center for Civics Education
(1997). National standard for civics and governement. Calabasas CA: CEC
Publ.
Dick, W. & Carey L.
(1978). The systematic desgin of instruction. Illinois: Scott
& Co. Publication.
Direktorat Pendidikan
Menengah Umum (2001). Kebijakan pendidikan menengah umum. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Edwards, H. Cliford, et.all
(1988). Planning, teaching, and evaluating: a competency approach.
Chicago: Nelson-Hall.
Hall, Gene E &
Jones, H.L. (1976) Competency-based education: a process for the
improvement of education. New Jersey: Englewood Cliffs,
Inc.
Joice, B, & Weil, M.
(1980). Models of teaching. New Jersey: Englewood Cliffs, Publ.
Kemp, Jerold (1977).
Instructional design: a plan for unit and curriculum development. New
Jersey: Sage Publication.
Kaufman, Roger A. (1992). Educational
systems planning. New
Jersey:
Englewood Cliffs.
Marzano RJ & Kendal JS
(1996). Designing standard-based districs, schools, and classrooms.
Vriginia: Assiciation for Supervision and Curriculum Development.
McAshan, H.H. (1989). Competency-based
education and behavioral objectives. New Jersey: Educational Technology
Publications, Engelwood Cliffs.
Oneil Jr., Harold F.
(1989). Procedures for instructional systems development. New York:
Academic Press.
Reigeluth, Charles M.
(1987) Instructional theories in action: lessons illustrating selected
theories and models. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publ.
Russell, James D. (1984). Modular
instruction: a guide to design, selection, utilization and evaluation of
modular materials. Minneapolis: Burgess Publishing Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar