PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMBANGUN KEBERADABAN BANGSA
Mengawali tulisan ini, patut kiranya kita memberikan “makna” lebih tentang
tema besar yang diangkat pada acara Hari Pendidikan Nasional tahun 2010
yakni ”Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa”. Karena
Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi
perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran
kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan
tetap memperhatikan sendi-sendi Nagara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi
kesepakatan bersama.
”Dari mana asalmu tidak penting, Ukuran
tubuhmu juga tidak penting, Ukuran Otakmu cukup penting, ukuran hatimu
itulah yang sangat penting” karena otak (pikiran) dan kalbu hati yang
paling kuat menggerak seseorang itu ”bertutur kata dan bertindak” Simak,
telaah, dan renungkan dalam hati apakah telah memadai ”wahana”
pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk multi
kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap; kejujuran, integritas,
komitmen, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian.
Sejarah memberikan pelajaran yang amat
berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah
sesungguhnya yang mengantarkan kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui
perdebatan tersebut kita banyak belajar, bagaimana toleransi dan
keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima pendapat, dan
berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa
mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu
di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak
menjadi persoalan bagi mereka.
Karena itu pendidikan karakter harus
digali dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional UUD
1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar
“Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia.
Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu
Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara kesatuan. Kedua
peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara
sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan
sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti
simbol “Bhineka Tunggal Ika” pada lambang negara Indonesia.
Dari mana memulai dibelajarkannya
nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara
pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat
ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter
sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan
implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting
dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga
menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan
budaya bangsa.
”Pendidikan Karakter Untuk Membangun
Keberadaban Bangsa”, adalah kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya
kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang
membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas
plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada
posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada
ras, suku dan keagamaan. pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana
tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi
tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas
untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pesan akhir tulisan ini,
berikan layanan yang terbaik kepada Pendidik dan Tenaga Kependidikan
sehingga terwujud masyarakat yang ”beradab” yang mengimplementasikan
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia…….. Pembiasaan berperilaku santun dan
damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka.
(Muktiono Waspodo)