PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Jumat, 16 November 2012

Nama-nama dan Sifat-sifat Allah SWT (Al Asma’ wa Ash Shifat)


Nama-nama
dan Sifat-sifat Allah SWT
(Al Asma’ wa Ash Shifat)



A
llah SWT memiliki nama-nama (Al Asma’) dan sifat-sifat (Ash Shifat).  Nama-nama Allah SWT ini sekaligus menunjukkan sifat-Nya.  Artinya, apa yang menjadi nama Allah SWT sebenarnya merupakan sifat yang terdapat dalam diri-Nya.  Semua nama dan sifat Allah SWT ini menunjukkan ke-Maha SempurnaanNya. Oleh karenanya, mengimani sifat-sifat Allah SWT merupakan bagian tak terpisahkan dari iman kepada Allah SWT yang merupakan rukun iman pertama.
            Bagaimanakah metoda mengimani asma’ dan shifat Allah SWT itu?  Sebenarnya, ada dua hal yang harus dilakukan sekaligus.  Pertama, Itsbat.  Seseorang yang beriman kepada Allah SWT akan menetapkan dalam keyakinannya bahwa Dia memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang menunjukkan ke-Mahasempurnaan-Nya.  Dan kedua, dengan nafyu (meniadakan).  Maksudnya, menetapkan di dalam keyakinan bahwa mustahil Allah SWT memiliki sifat-sifat yang menunjukkan pada ketidaksempurnaan-Nya.  Dengan demikian, keimanan kepada nama-nama dan sifat Allah SWT itu didasarkan kepada pengagungan Allah Rabbul ‘Alamin dan pensucian-Nya karena memang Dialah Yang Maha Agung dan Maha Suci.  Baik semua makhluk mengakui ataupun mengingkari ke-Mahaaungan-Nya dan ke-Mahasucian-Nya, Allah SWT realitasnya Maha agung dan Maha Suci.

Beberapa Hal Penting dalam Mengimani Al Asma’ dan Ash Shifat

            Allah SWT adalah Dzat Maha Ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh indra manusia.  Selain itu Dia-lah Al Khaliq, Sang Pencipta manusia.  Sedangkan manusia adalah hamba-Nya.  Manusia bertugas menuruti seluruh aturan-Nya, karena manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk beribadah kepada-Nya.  Tegas sekali firman Allah SWT tentang hal ini di dalam surat Adz Dzariyat [51] ayat 56:

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah (kepada-Ku).” 

Dengan demikian, sikap manusia yang beriman kepada Allah tidak akan menjadikan Dia sebagai objek, melainkan sebagai subjek.  Apapun yang Dia perintahkan, apapun yang Dia larang akan dilakukannya.  Demikian pula, apapun penjelasan dari Allah SWT tentang nama dan sifat-Nya akan diimaninya tanpa pengurangan dan penambahan.  Berkaitan dengan perkara ini Allah SWT mengajarkan lewat Al Quran dan Hadits beberapa hal penting yang wajib dipegang erat dalam mengimani al asma’ wash shifat ini.  Hal-hal dimaksud adalah:

1.      Tidak memberi nama Allah SWT dengan nama-nama yang tidak disebutkan di dalam Al Quran dan As Sunnah.

 “Hanya milik Allah al asma’ ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut al asma’ ul husna itu.  Dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.  Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan,”

Demikian firman Allah SWT di dalam surat Al A’raf [7] ayat 180.  Ayat ini secara gamblang menggambarkan bahwa Allah SWT memiliki nama-nama yang baik (al asma’ ul husna) dan hanya dengan nama-nama dan sifat-sifat itu sajalah kaum mukminin diperintahkan untuk menyebut-Nya.
Selain itu, tentu saja, sangat tidak logis seseorang mensifati dan menamai sesuatu padahal sesuatu itu tidak pernah diketahui dan dipahaminya.  Apalagi, bila sesuatu itu adalah Allah SWT yang memang berada di luar jangkauan indra dan alam pemikiran manusia.  Jangankan begitu, misalkan ada orang tak dikenal baru datang.  Sebelumnya orang tersebut tidak pernah ada.  Tak seorang pun pernah mengenalnya.  Datangnya pun darimana tidak ada yang mengetahuinya.  Andaikan seseorang memberi nama dan mensifati orang tadi dengan suatu nama dan sifat tertentu, hal itu hanyalah gambling dan rekaan semata.  Sebab, nama sebenarnya baru diketahui bila orang tersebutlah yang memper-kenalkannya.  Apa yang akan dikatakan bila menamai seseorang dengan nama yang berbeda dengan yang diungkapkan oleh orang yang bersangkutan?  Bila terhadap manusia saja demikian, bagaimana lagi terhadap Allah SWT yang pendeskripsiannya berada di luar kemampuan manusia.

2.      Tidak menyamakan (tamtsil), atau memiripkan (tasybih) Dzat Allah SWT, sifat-sifat dan perbuatan (af’al)-Nya dengan sesuatu makhluk apapun.

Allah SWT menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan-Nya.  Jadi, upaya menyerupakan apalagi menyamakan nama, sifat, dan perbuatan Allah SWT dengan suatu makhluknya bukan hanya mencerminkan sikap sok tahu melainkan juga bertentangan dengan penuturan Allah SWT sendiri.  Dia SWT menjelaskan di dalam surat Asy Syura [42]: 11 dengan tegas:

 Tidak ada sesuatu apa pun yang serupa dengan Dia.  Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” 

Demikian pula firman-Nya:

 Dan tidak ada sesuatu apapun yang setara dengan-Nya  (QS.  Al Ikhlash [112]: 4).

            Memang, seakan-akan terjadi persamaan nama dan sifat Allah SWT dengan makhluk-Nya.  Misalnya, Allah SWT Maha mendengar, manusia pun mendengar; Allah berbicara langsung kepada Nabi Musa, manusia pun berbicara langsung dengan sesamanya; Allah SWT Maha mengetahui, manusia pun kadang-kadang mengetahui; dan sebagainya.  Sebenarnya, persamaan ini hanyalah dari segi nama (ismun), bukan persamaan hakikatnya.  Jadi, Allah SWT Maha Mendengar dan manusia pun mendengar tetapi mendengar manusia berbeda dengan mendengar Allah SWT dalam segala halnya; Allah berbicara, manusia juga berbicara tetapi cara berbicara manusia tidak sama dan tidak akan pernah sama dengan berbicara Allah SWT; demikian pula Allah SWT Maha Melihat, manusia juga melihat namun penglihatan Allah SWT dalam segala halnya berbeda dengan penglihatan manusia dan makhluk lainnya; demikian pula keadaannya dengan ilmu-Nya.  Semua ini didasarkan pada kenyataan, seperti firman Allah SWT terdahulu, bahwa tidak ada sesuatu apapun yang mirip atau sama dengan Allah SWT.
            Demikian pula, Allah SWT melarang seorang beriman menolak nama dan sifat Allah SWT dengan alasan hal tersebut berarti menyamakan dengan makhluknya, lalu beralih kepada penakwilan yang justru menjerumuskannya pada penolakan nama dan sifat-sifat itu.  Padahal, menolak salah satu nama dan sifat Allah SWT berarti mendustakan Allah SWT dan Rasul-Nya.

“Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang membuat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepada-Nya.  Bukankah di neraka jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?”

Demikian firman Allah SWT di dalam surat Az Zumar [39] ayat 32.

3.      Iman kepada nama dan sifat Allah SWT harus apa adanya. 

Tidak boleh seorang muslim menanyakan, membicarakan, ataupun mempertanyakan “bagaimana caranya” (ma hiya kaifiyatuhu).  Hal ini dikarenakan kaifiyat tersebut berada di luar jangkauan indra dan akal manusia.  Andaikan dipaksakan akal melogika-logikakannya maka yang terjadi adalah ilusi.  Bagaimana mungkin membayangkan sesuatu yang tidak dapat diindra, tidak dapat dirasa, tidak dapat dibayangkan, dan berada di luar jangkauan akal manusia.  Kalaupun dipaksakan, akal manusia tidak akan pernah mencapainya.  Hasilnya, ya, ilusi tadi itu.  Ujungnya, menggambarkan Allah SWT dengan imajinasi dan khayalan manusia.  Dengan demikian, misalnya, ketika Allah SWT menyatakan di dalam Al Quran surat Ar Ra’du [13] ayat 2:
 “ ……  kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy …,”

Seorang mukmin akan mengimani bahwa Allah SWT bersemayam di atas ‘arsy tanpa mempertanyakan bagaimana cara bersemayamnya, apakah seperti raja; berapa lama bersemayam-Nya; ‘arsy itu luasnya berapa, bentuknya seperti apa; dan pertanyaan lain yang tidak mungkin terjawab dengan jawaban yang benar bila tidak ada wahyu di dalam Al Quran dan hadits yang memberitahukannya.
Berkaitan dengan perkara ini, menarik diperhatikan kisah Imam Malik.  Pernah suatu ketika Beliau ditanya tentang bagaimanakah cara bersemayam (al istiwa) Allah SWT.  Beliau menyatakan: “Al Istiwau ma’lum, wa kaifiyatuhu majhul, wa sualu ‘anhu bid’atun”; bersemayam itu jelas diketahui, dan bagaimana caranya tidaklah diketahui, adapun pertanyaan dengan hal tersebut adalah mengada-ada (bid’ah).

Memaknai Iman Pada Nama dan Sifat Allah SWT

            Di dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah SWT itu mempunyai 99 nama, seratus kurang satu.  Tiadalah seseorang yang menghafalkannya kecuali dia akan masuk sorga.  Dia itu Tunggal dan menyukai yang ganjil.”

Pengertian menghafal mencakup 3 perkara: (1) Menghafal seluruh al asma ul husna ini dan selalu diingat dan dijadikan dzikir; atau di sebut ketika sedang berdo’a.  Katakanlah: ‘Serulah Allah atau serulah Ar Rahman!  Dengan nama mana saja kamu berdo’a (berseru), sebab Dia mempunyai al asma ul husna……….,’” begitulah firman Allah SWT di dalam surat Al Isra [17] ayat 110. 

Adapun perkara (2) disamping menghafal dan menjadikannya sebagai panggilan bagi Allah dalam berdo’a dan dzikir, juga ia memahami makna yang terkandung di dalam tiap-tiap nama Allah SWT tersebut; dan (3)  selain ia memahami maknanya, ia juga menerapkannya di dalam perilakunya.  Namun, hal ini bukanlah berarti bahwa seorang muslim harus menerapkan dan memiliki seluruh nama dan sifat Allah tersebut di dalam dirinya.  Bagaimana tidak, banyak terdapat nama dan sifat Allah SWT yang tidak boleh dituruti oleh manusia.  Misalnya, Allah SWT bersifat Al Mutakabbir, yakni yang berhak untuk sombong.  Lantas, dengan alasan menerapkan sifat Allah SWT seseorang berlaku sombong.  Padahal, manusia justru dilarang untuk menyombongkan diri.  Oleh sebab itu, seorang muslim tidak melakukan hal demikian.  Sebaliknya, yang dilakukan oleh seorang mukmin dalam mensikapi al asma ul husna ini adalah bersikap mengikuti aturan-aturan Allah SWT dengan mengkombinasikannya dengan keimanan kepada nama dan sifat Allah SWT.  Jadi, adanya kenyataan bahwa Allah SWT bersifat Al Mutakabbir tidak menjadikan  seorang muslim sombong, sekalipun ia menyadari banyak kelebihan dibandingkan dengan orang lain.  Sebaliknya, ia akan rendah hati.  Sebabnya, pertama ia sadar bahwa Allah SWT melarang sombong; kedua ia menyadari betul bahwa yang berhak untuk sombong hanyalah Allah SWT.  Siapapun makhluk-Nya tidak punya hak sedikit pun untuk menyombongkan apa yang dimilikinya.  Tingkatan tertinggi dalam mensikapi nama dan sifat Allah SWT ini adalah sikap pada poin (3) di atas.
            Adapun al asma ul husna yang 99 itu disebut di dalam hadits riwayat Imam Tirmidzi sebagai berikut:
·    Dialah Allah yang tidak ada Ilah (sesembahan) selain Dia,
·    Ar Rahman (Maha Pemurah),
·    Ar Rahim (Maha Penyayang),
·    Al Malik (Yang Maha Merajai),
·    Al Quddus (Suci dari Cacat dan Noda),
·    As Salam (Maha Pemberi Keselamatan),
·    Al Mukmin (Pemberi Keamanan),
·    Al Muhaimin (Maha Pelindung dan Pengawas),
·    Al ‘Azizi (Maha Mengalahkan),
·    Al Jabbar (Maha Perkasa),
·    Al Mutakabbir (Yang Memiliki Segala Keagungan),
·    Al Khaliq (Maha Pencipta),
·    Al Bari’ (Maha Pengada dan Pencipta),
·    Al Mushawwir (Maha Pembentuk),
·    Al Ghaffar (Maha Pengampun),
·    Al Qohhar (Yang Maha Memaksa/Mengalahkan),
·    Al Wahhab (Maha Pemberi),
·    Ar Razzak (Maha Pemberi Rizki),
·    Al Fattah (Maha Pembuka Pintu Rahmat),
·    Al ‘Alim (Maha Mengetahui),
·    Al Qobidh (Maha Menahan Rizki),
·    Al Basith ( Maha Melapangkan Rizki),
·    Al Khafidh (Maha Merendahkan Derajat),
·    Ar Rafi’ (Maha Meninggikan Derajat),
·    Al Mu’iz (Maha Memuliakan),
·    al Mudzil (Maha Menghinakan),
·    As Sami’ (Maha Mendengar),
·    Al Bashir (Maha Melihat),
·    Al Hakamu (Maha Menetapkan Hukum),
·    Al ‘Adlu (Maha Adil),
·    Al Lathif (Maha Lembut),
·    Al Khabir (Maha Tahu),
·    Al Halim (Maha Penyantun),
·    Al ‘Azhim (Maha Agung),
·    Al Ghafur (Maha Pengampun),
·    Asy Syakur (Maha Pembalas Jasa),
·    Al ‘Aliy (Maha Tinggi),
·    Al Kabir (Maha Besar),
·    Al Hafizh (Maha Memelihara),
·    Al Muqith (Maha Memberi Makan),
·    Al Hasib (Maha Menghitung),
·    Al Jalil (Maha Sempurna),
·    Al Karim (Maha Mulia),
·    Ar Raqib (maha Mengawasi),
·    Al Mujib (Maha Mengabulkan),
·    Al Wasi’ (Maha Luas),
·    Al Hakim (Maha Bijaksana),
·    Al Wadud (Maha Mengasihi),
·    Al Majid (Maha Mulia),
·    Al Ba’its (Maha Membangkitkan),
·    Asy Syahid (Maha Menyaksikan),
·    Al Haq (Maha Benar),
·    Al Wakil (Maha Mewakili),
·    Al Qowiy (Maha Kuat),
·    Al Matin (Maha Kokoh),
·    Al Waliy (Maha Pelindung),
·    Al Hamid (Maha Terpuji),
·    Al Muhshi (Maha Menghitung),
·    Al Mubdi (Maha Memulai),
·    Al Mu’id (Maha Mengembalikan)
·    Al Muhyi (Maha Menghidupkan)
·    Al Mumit (Maha Mematikan),
·    Al Hayyu (Maha Hidup),
·    Al Qoyyum (Maha Berdiri Sendiri)
·    Al Wajid (Maha Menemukan),
·    Al Majid (Maha Memiliki Kemuliaan)
·    Al Wahid (Maha Esa),
·    Al Shomad (Tempat Memohon),
·    Al Qadir (Maha Berkuasa),
·    Al Muqtadir (Maha Men-dahulukan)
·    Al Muakhir (Maha Meng-akhirkan)
·    Al Awal (Maha Awal),
·    Al Akhir (Maha Akhir),
·    Azh Zhahir (Maha Zhahir Kekuasaannya),
·    Al Bathin (Tidak Kelihatan Dzatnya),
·    Al Wali (Maha Menguasai),
·    Al Muta’ali (Maha Tinggi),
·    Al Barr (Maha Baik),
·    At Tawwab (Maha Menerima Taubat),
·    Al Munqim (Maha Memberi Siksa),
·    Al ‘Afwu (Maha Pemaaf),
·    Ar Rauf (Maha Membalas Kasihan),
·    Malikul Mulki (Memiliki Kerajaan),
·    Dzul Jalali wal Ikram (Pemilik Keagungan dan Kemuliaan),
·    Al Muqsith (Maha ‘Adil),
·    Al Jami’ (Maha Mengumpulkan),
·    Al Ghanniy (Maha Kaya),
·    Al Mughniy (Maha Pemberi Kekayaan),
·    Al Mani’ (Maha Mencegah),
·    Adhorr (Maha Memudharatkan),
·    An Nafi’ (Maha Memberi Manfaat)
·    An Nur (Pemberi Cahaya),
·    Al Hadi (Pemberi Petunjuk),
·    Al Badi’ (Menciptakan Ke-indahan)
·    Al Baqiy (Maha Kekal),
·    Al Warits (Maha Mewarisi),
·    Al Rasyid (Maha Pemberi Pe-tunjuk)
·    Ash Shabbur (Maha Penyabar).

            Hadits di atas menunjukkan ada 99 nama Allah SWT.  Namun hal ini bukanlah pembatasan bagi nama-nama lain.  Buktinya, terdapat nama-nama lain di dalam hadits yang tidak termasuk kedalam 99 nama tadi, seperti al Hannan, al Kafi, Al Manan, dan sebagainya.  Hanya saja, memang, maknanya sudah terangkum di dalam 99 nama Asma ul husna tersebut. 

Ya Allah, Tiada ilah selain Engkau, Maha Pemberi Anugerah (al Mannan), Yang Menciptakan langit dan bumi, Yang memiliki keagungan dan kemuliaan,”

Doa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW seperti diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah).  Nah nama Allah SWT yan melekat dalam do’a seperti ini diistilahkan dengan ismullah al a’zham (nama Allah Nan Agung).

Mentafakuri Nama-Nama Allah SWT


            Bila diamati seluruh nama-nama itu, paling tidak dapat dibuat pengelompokkan sebagai berikut:

1.      Nama-nama yang menyangkut ketuhanan dan semata-mata tentang ketuhanan.  Dengan memahami nama-nama ini dapat dilihat bahwa Allah SWT maha suci dari segala cacat dan dosa (QS. Al Baqarah: 30), Dialah yang Maha Perkasa, dan Pemilik segala keagungan (QS. Fathir: 10).  Dengan demikian tidak ada yang gagah selain Allah SWT dan keagungan hanyalah milik-Nya.  Manusia tidaklah memiliki apa-apa.  Dialah yang menciptakan dan membentuk segala sesuatu.  Cantik atau tidaknya seseorang bukanlah kehendaknya, melainkan buatan Al Khaliq.  Dialah maha penyantun,, lembut, lagi maha agung.  Bukan hanya itu Dia pun Maha Gagah dan Maha Tinggi QS. Al Baqarah: 255).   Segala sesuatu dikuasai oleh-Nya.  Dia juga Maha Sempurna dan Maha Luas (Al An’am: 80).  Tidak ada secuil pun kekurangan.  Berbeda dengan manusia yang serba lemah, srba kurang, dan serba tidak punya.  Kemuliaan dan pujian pun hanya berhak dia sandang, Dialah Maha Mulia dan Maha Terpuji.  Allah SWT Maha Hidup, Maha berdiri sendiri, tidak membutuhkan siapapun, sebaliknya makhluknyalah, termasuk manusia yang sangat memerlukan-Nya SWT.  Allah adalah Dzat yang kekal, tidak ada awal dan tidak ada akhir.  Semua makhluk pernah tiada, dan pasti akan musnah.  Sedangkan Allah SWT tidak pernah tidak ada dan tidak akan pernah tidak ada.  Selain itu, Dia adalah Maha Penyabar (QS. Ibrahim: 19).  Banyak manusia yang kufur kepada-Nya, tidak tunduk kepada aturan-Nya, tetapi Dia masih memberikan kesempatan untuk memperbaikinya.  Betapa indah nama dan sifat-sifat Allah SWT ini!  Subhanallah!

2.      Nama-nama yang memberikan kontrol kepada manusia.  Allah SWT Maha Pelindung dan Pengawas.  Semua perbuatan manusia tidak akan pernah lepas dari kontrol-Nya.  Mengapa?  Sebab, Dia Maha Melihat dan Maha Mendengar (QS. Thaha: 46).  Dialah yang menghitung seluruh amal perbuatan manusia.  Semuanya dihisab oleh Allah SWT.  Kemana saja manusia pergi, disitulah Allah mengetahuinya.  Tidaklah ada dua orang kecuali ketiganya adalah Allah, tidaklah ada tiga orang kecuali keempatnya adalah Allah demikian seterusnya.  Dimanapun seseorang bersembunyi, Allah akan menemukannya.  Dialah Dzat Maha Menemukan.  Ujungnya, semua manusia akan dikumpulkan oleh Dzat Maha Mengumpulkan (QS. Ali Imran: 9).  Berdasarkan hal ini, jelas sekali bahwa manusia ini lemah.  Sedangkan Allah SWT Maha Gagah.  Dia tahu persis apa yang dilakukan manusia.  Penghitungannya pun teliti sekali.  Dan tidak mungkin dapat mengelak dari pengawasan-Nya.  Dengan demikian, kontrol dari Allah SWT demikian ketat.  Tidak ada jalan lain kecuali tunduk dan patuh kepada aturan Allah SWT.  Bila tidak, celaka di dunia dan akhirat.  Na’udzubillah!

3.      Nama-nama yang berkaitan dengan rizki.  Allah SWT adalah satu-satunya pemberi rizki (QS. Adz Dzariyat: 58; Fathir: 3; Ar Ra’d: 26).  Dia pulalah pembuka rahmat.  Demikian pula, Dialah yang melapangkan rizki, dan dia pulalah yang melapangkan rizki bagi siapapun yang Dia kehendaki.  Allah bersifat Al Muqit (Pemberi Makan).  Hal ini memberikan bekas bagi orang beriman.  Dia tidak khawatir akan kurangnya rizki.  Ia pun tidak takut kehilangan harta.  Begitu pula ia siap untuk menjadi kaya bila Allah SWT memberinya amanat kekayaan.  Semua ini ia yakini, karena Allah SWT bukan sekedar Dzat Maha Kaya (Al Ghaniy) melainkan juga Al Mughniy, Dzat Pemberi kekayaan (QS. Muhammad: 38, An Nur: 32).  Sebaliknya Dia pun sangat dapat mencegah rizki tercurah pada siapapun.  Dengan demikian, seorang yang beriman tidak memiliki kekhawatiran terhadap urusan rizki.  Tidak takut terhadap ancaman pemecatan bila tetap menegakkan Islam, tidak khawatir dipersulit segala macam urusannya bila terus menyadarkan umat agar kembali menerapkan Islam.  Sebab, ada Allah Dzat Maha Kaya dan Pemberi kekayaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

4.      Nama dan sifat Allah SWT yang menyangkut ajal.  Allah SWT adalah Dzat yang memulai segala sesuatu.  Dzat yang menghidupkan dan mematikan.  Andaikan seseorang berada di dalam benteng yang demikian kokoh, niscaya bila Allah SWT telah menetapkan kematiannya, kematian itu akan menjemputnya.  Sebaliknya, sekalipun ia berada di tengah-tengah desingan peluru, berada dalam penyiksaan yang hebat, atau mungkin sakit parah tidak akan meninggal bila Allah SWT belum mematikannya.  Seorang mukmin yakin Allah SWT adalah Al Muhyi dan Al Mumit (QS. Al Baqarah: 258).  Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan.  Berdasarkan hal ini, seorang beriman tidak akan pernah takut mati.  Yang ditakutkannya adalah mati pada waktu sedang maksiyat kepada Allah SWT.

5.      Nama-nama yang menyangkut dosa.  Seringkali orang terlena dalam dosa.  Padahal Allah SWT Maha Pemberi ‘adzab yang pedih (QS. Ar Rum: 47).  Dengan demikian, ia akan berhati-hati di dalam hidupnya agar tidak terjerumus kedalam dosa.  Sekalipun demikian, bila ia berbuat kesalahan tanpa sengaja,  ia tidaklah berputus asa.  Ia yakin Allah SWT Maha Pengampun, Pemaaf, dan Maha Mengasihi (QS. Thaha: 82).  Ia akan segera bertaubat kepada Dzat Penerima Taubat.  Begitu pula bila ia melakukan taat kepada-Nya, ia yakin Allah SWT akan memberikan balasan, seba Dia Dzat yang memberikan balasan.  Berdasarkan hal ini seorang mukimin akan bahagia saat melakukan taat, bersedih ketika tak sengaja terjerumus kedalam dosa.  Namun, ia tidak terlena dalam kesedihannya semata.  Ia pun segera bertaubat kepada Allah (QS. Al Baqarah: 160) dan segera melakukan ketaatan kepada seluruh hukum-hukumNya.

6.      Nama-nama yang menyangkut pembuat aturan.  Hanya Dia yang berhak menetapkan aturan benar-salah, baik-buruk, dan terpuji tercela.  Dialah Al Hakam/pembuat hukum (Al An’am: 62, 114).  Hukumnya itupun tidak ada yang perlu dikhawatirkan sebab Dia Dzat Maha Bijaksana /Al Hakim (Yunus: 1) dan ‘adil.  Tidak ada hukum dan aturan manapun yang adil dan bijaksana selain aturan Allah SWT (hukum syara).  Dialah Al Haq, Dzat Maha Benar (QS. Yunus: 32) yang aturan-aturan-Nya pasti benar dan layak untuk manusia di sepanjang jaman.  Hal ini sangat dapat dipahami, sebab hukumnya datang dari Dzat Maha Benar, Maha Tahu, dan Maha Pembuat Hukum (QS. Yusuf: 40).  Dengan hukum dan aturan-Nya itulah manusia akan tertunjuki ke jalan yang benar menapaki jalan Allah SWT, Al Hadi dan Ar Rasyad / Pemberi Petunjuk (QS. Al Qashash: 56).  Berdasarkan ini pula, aturan apapun dan dibuat oleh siapapun selain Allah SWT niscaya akan menyeatkan umat manusia.  Hanya hukum yang datang dari Pemberi Petunjuklah yang akan membawa petunjuk.

7.      Nama-nama yang berkaitan dengan kekuasaan dan kedudukan.  Setiap orang beriman yang berjuang di jalan Allah SWT yakin betul bahwa Allahlah Dzat Pemilik segala Kekuasaan /Al Malik (QS. Ali Imran: 26).  Dialah yang memberikan kekuasaan bagi siapa yang dihendaki-Nya dan mencabut kekuasaan dari siapa yang dikehendaki-Nya.  Padahal Allah SWT menjanjikan kekuasaan bagi orang yang beriman dan beramal shalih (An Nur: 55).  Oleh sebab itu, ia akan terus berjuang di jalan Allah SWT sampai Dia memberikan kemenangan kepadanya.

8.      Nama-nama yang menyangkut perwakilan.  Seringkali manusia memiliki beban yang sulit diselesaikannya.  Dia terus berusaha tetapi tetap memerlukan sang penolong yang dapat mewakili menuntaskan problemnya.  Wakil sejati itu sebenarnya adalah Allah SWT.  Dialah Al wakil  yang akan memberikan bantuan dan mengabulkan seluruh permintaan /Al Qobul (QS. Al Baqarah: 186).  Dialah yang akan mengurusi semua permintaan hamba Nya.  Dan Dia pulalah tempat meminta dan memohon (Al Ikhlash: 2).  Dengan demikian tidak ada pilihan lain bagi seorang mukmin yang betul-betul mengimani Allah SWT kecuali menyerahkan segala urusannya (tawakkal) kepada Allah dengan tetap berusaha sesuai dengan kemampuan manusiawinya.l

Tidak ada komentar:

Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ