PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Kamis, 20 Desember 2012

SUPERVISI


BAB   I
PERLUKAH SUPERVISI PENDDIDIKAN

Jika kita bertanya kepada kepala sekolah, guru, pengawas dan pemerhati pendidikan tentang pentingnya keberadaan supervisi pengajaran, semua akan memberikan jawaban bahwa supervisi dalam bidang pendidikan tetap dibutuhkan sejak dulu, sekarang dan juga untuk masa mendatang   terutama untuk meningkatkan  kompetensi professional guru. Namun alasannya berbeda,  kesepahaman tentang perlunya pelayanan supervisi pengajaran terhadap guru-guru dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan proses pembelajaran adalah sama.
Seorang guru mungkin akan melihat pentingnya supervise adalah untuk membantu mereka dalam meningkat kemampuannya untuk menjadi guru yang profesional. Kepala sekolah tentu akan menyorot perlunya pelayanan supervisi sebagai salah satu cara untuk membina guru sehingga mereka tumbuh dan berkembang menjadi guru yang profesional. Para pengawas tentu melihat keberadaan supervise sangat penting sebagai cara untuk meningkakan mutu pendidikan melalui peningkatan kemampuan profesional guru.    
Sebelum menyajikan pandangan pakar supervise, penulis mencoba memberikan sejumlah alasan tentang pentingnya supervisi pendidikan yang  sering mengemuka dalam berbagai penataran  guru ditambah dengan  peng alaman penulis selama mengampu mata kuliah  supervisi pendidikan pada Progra Magister Administrasi Pendidikan Universitas Syiah Kuala. Alasan-alasan perlunya pelayanan supervisi pendidikan di sekolah untuk membantu meningkatkan kompetensi profesional guru adalah sebagai berikut: 
1.        Supervisi pendidikan adalah bagian integral dari keseluruhan proses administrasi pendidikan.
2.        Guru adalah manusia yang secara kodrat  membutuhkan bantuan pihak lain dalam meniti karirnya
3.        Kompetensi pedagogik, professional, kepribadian  dan sosial guru guru masih tergolong rendah 
4.        Pengetahuan dasar guru dibekali sewaktu di  sekolah guru (LPTK) tidak  memadai lagi untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
5.        Perkembangan  ilmu dan teknologi serta konsep pembelajaran terus berkembang membuat guru yang lama dan kurang mengembangkan diri akan ketinggalan zaman  
6.        Proses pembelajaran bersifat dinamis, dan  tidak semua guru dapat mengikutinya secara mandiri
7.        Sistem pembinaan guru melalui penataran dan pelatihan professional  yang datang dari berbagai pihak belum menunjukkan peningkatan  kompetensi guru secara signifikan.
8.        Kepala sekolah harus berperan sebagai  sebagai supervisor di sekolahnya. 
9.        Perubahan  kurikulum menuntut guru untuk belajar kembali.     
 Memahami supervisi dalam kontek pendidikan belum lengkap  tanpa lebih dahulu memahami  konsep pen-didikan secara utuh. Untuk itu penulis mencoba memberikan secara sepintas tentang   apakah pendidikan itu se-benarnya”. Keseragaman pemahaman konsep kependidikan sanga penting agar adanya persepsi yang sama  tentang pendidikan yang bermuara munculnya langkah dan tindakan yang sama dakam mengatasi rendahnya mutu pen-didikan saat ini. . Dalam masyarakat modern atau masyarakat yang telah maju pendidikan menjadi kebutuhan  primer. Artinya, setiap anggota masyarakat harus mendapat pelayanan pendidikan  agar dapat tumbuh dan ber-kembang  menjadi individu, anggota masyarakat, dan warga negara yang baik dan mandiri..
  Para pakar telah banyak memberikan pengertian pendidikan sebagai usaha  sadar yang dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan yang telah di sepakati.Tokoh pendidikan yang sangat populer di abad pertengahan  yaitu Langevel  merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut: : “Pendidikan adalah bantuan yang diberikan oleh orang-orang yang sudah dewasa kepada orang yang belum dewasa (anak-anak) agar mereka  menjadi dewasa”. Standar dewasa yang menjadi tolok ukur adalah sudah dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.
Proses pendidikan terjadi pada tiga tempat atau lembaga yaitu; rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu  pendidikan juga dikatagorikan  dalam tiga jenis yaitu pendidikan formal yang berlangsung di sekolah, pendidikan non formal yang berlangsung dalam masyarakat, dan pendidkan informal yang berlangsung di rumah tangga. Melalui proses pendidikan di tiga tempat ini seorang anak dapat dibentuk menjadi manusia yang sempurna dalam arti penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kepribadiaannya.
Dalam kontek supervisi pengajaran fokus pembicaraan tentang pendidikan adalah pendidikan formal yang berlangsung di sekolah dengan segala perangkatnya. Perangkat pendidikan sering disebut dengan komponen pendidikan yang meliputi; pendidik, peserta didik, kurikulum, sarana pendidikan, masyarakat dan ain-lain. Banyak pakar sependapat bahwa pendidikan merupakan suatu sarana  yang sangat  efektif untuk melahirkan  sumberdaya manusia yang berkualitas yang dibutuhkan untuk te-naga-tenaga pembangunan. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan dalam melahirkan sumberdaya manusia yang berkualitas  sangat tergantung pada kualitas pengelolaan proses pembelajaran di sekolah. Dengan perkataan lain, mutu pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh guru di depan kelas, Karena itu peran guru adalah sangat penting dan tidak dapat diganti dengan hasil teknologi secanggih apapun sejak dahulu, sekarang dan mungkin juga untuk masa mendatang.
Perangkat teknologi canggih memang penting sebagai instrument dalam proses pendidikan, tetapi semua perangkat ini hanya akan menjdi benda mati tanpa guru yang akan mempergunakannya dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru yang tidak akan pernah dimiliki oleh perangkat teknologi lain dalam dunia pendidikan  adalah kemampuan kemanusiaan (humanity) yang dapat melahirkan komunikasi edukatif dan sambung rasa dengan peserta didik. Ini merupakan agurah Allah yang maha pencipta kepada umat manusia sehingga dapat membedakan manusia dengan sarana pendidian lainnya.   
Perlunya supervisi untuk peningkatan kemampuan professional guru dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama; supervisi  sebagai kekuatan untuk mendukung pertumbuhan dari dalam diri guru itu sendiri dan kedua; sebagai kekuatan eksternal untuk mendukung per-kembangan potensi guru.. Dalam diri guru  ada sesuatu kekuatan untuk berkembang sebagai suatu talenta vital (tenaga hidup) (Bergson dalam Harun Hadiwijono, 1993) atau vitalitas hidup (Chairil   Anwar, 1985)..
Sebenarnya supervisi terhadap guru sudah dianggap sebagai kebutuhan dalam dunia pendidikan.  Berbagai kajian teoretis menunjukkan bahwa untuk megembngkan diri seorang guru membutuhkan supervisi Hal ini diungkapkan oleh Swearingen dalam bukunya Supervision of Instruction – Foundation and Dimension (1961). Ia melihat kebutuhan supervisi dari latar belakangnya yaitu :
a.     Latar belakang kultural
b.    Latar belakang filosofis
c.     Latar belakang psikologis
d.    Latar belakang sosial
e.     Latar belakang sosiologis
f.     Latar belakang pertumbuhan jabatan
 
a.     Latar belakang kultural (budaya)
Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan suatu bangsa. Kebudayaan dapat dimakni sebagai   1) suatu kompleks gagasan, ide, norma, dan peraturan yang berlaku, 2) suatu pola tingkah laku yang telah ber-akar mendalam dalam masyarakat, 3) wujud benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningkat, 1986)  Kebudayaan adalah hasil ciptaan oleh akal budi manusia. Sekolah atau lembaga pendidikan merupakan salah satu produk akal budi manusia, harus menyeleksi penga-ruh-pengaruh negative terhadap peserta didik. Sekolah secara positif  harus melahirkan hasil karya nyata berupa gagasan, ide, dan pola tingkah laku, dan kebiasaan berbudaya yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman belajar yang disajikan kepada peserta didik harus diangkat dari nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat dan mengembangkannya secara  koordinatif dengan semua usaha sekolah agar  tujuan pendidikan dapat tercapai. Sekolah bertugas mengkaji secara kreatif nilai-nilai budaya  yang ada untuk menciptakan budaya baru yang berakar pada masya rakat setempat dan budaya bangasa. Cara-cara yang ditempuh adalah; guru-guru wajib menyampaikan kisah-kisah lama yang mengandung nilai-nilai budaya yang luhur yang hidup dalam masyarakat dan bangsa sebagai pesan moral kepada generasi muda dan dimodifikasi  sesuai dengan kebutuhan masa.
Maka disinilah letak pentingnya supervisi pendidikan bagi guru untuk membantu mereka dalam menjalankan tugas untuk
1)    Mengembangkan potensi kreatifitas yang dimiliki peserta didik
2)    Mengkoordinasikan semua kegiatan dalam rangka mengembangkan budaya sekolah.
Sekolah hendaknya tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang mentransfer pengetahuan saja  tetapi sekolah harus berfungsi sebagai pusat kebudyaan dimana ide, karya, serta potensi peserta didik dapat dikembangkan.

b.     Latar belakang Filsafat
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berhasil dalam mewujudkan  tujuan pendidikan adalah sekolah yang mendasari diri pada pada nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dan sudah menjadi falsafah atau pandangan hidup masyarakat  itu sendiri. Misalnya pada zaman  Yunani kuno orang  menghargai nilai pendidikan  jasmani karena dalam masyarakatnya telah tertanam budaya penghargaan terhadap  nilai-nilai jasmaniah. Semboyan yangb terkenal dalam masyarat waktu itu mereka adalah mens sana in corpore sana” artinya dalam tubuh yang sehat terdapat pikiran yang sehat.
Kebiasaan hidu masyarakat Yunani adalah berkelomook-kelompok dan saling berperang antara kelompok yang satu dengan yang lain. Kelompok yang bertahan adalah kelompok yang memiliki fisik yang sehat dan mampu melawan kelompok yang lain. Agar suatu kelompok masyarakat dapat menang dan menguasai kelompok tentu  dibutuhkan orang-orang atau anggota sehat dan kuat jasmaninya. Karena itu pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah  mengutaman pendidikan jasmani guna  mendidik anak-anak agar tubuhnya sehat dan  kuat.
Contoh lain, pada zaman rasionalisme di Eropa Barat sangat mengutamakan berpikir rasional. Karena itu pendidikan yang dilaksanakan di lembaga pendidikan  mengutamakan pendidikan akal. Filsafat yang dianut pada masa itu adalah  untuk mencapai kebenaran orang orang-orang harua berpikir rasional. Berkembangnya etika bahwa pengetahuan adalah kebajikan, maka jika orang tahu tentang yang baik maka ia pasti akan berbuat baik. Ada suatu aliran atau pandangan yang masih perlu di permasalahkan adalah seperti Pragmatisme di Amerika yang dikemukakan oleh William Jame dan diterapkan dalam sistem pendidikan nya John Dewey dengan sekolah kerjanya. Menurut dalil yang mereka keluarkan adalah bahwa semua yang benar dan baik itu adlaah , jika itu sesuai dengan kenyataan dan berguna untuk diri sendiri. Dasar inilah yang kemudian dipergunakan untuk menyusun konsep belajar sambil bekerja (learning by doing)  
Oleh Ki Hajar Dwantara konsep ini dkembangkan dan diterapkan melalui pendidikan Taman Siswa yang mendasarkan pendidikannya pada filsafat budaya nasional (pada saat itu filsafat Jawa). Yaitu :
1.     Kodrat alam
2.     Kebebasan
3.     Kemanusiaan
4.     Kebudayaan
5.     Kebangsaa.
Peranan supervisi ini adalah untuk mengembangkan sistem pendidikan berdasarkan keyakinan yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Supervisi membantu guru menterjemahkan nilai-nilai filsafat dalam masyarakat ke dalam program pendidikan. Pada tingkat paling rendah guru-guru dibina agar mereka mampu mengembangkan nilai-nilai luhur  bangsanya dalam proses pembelajaran  

c.     Latar belakang Psikologis
Secara psikologis bahwa supervisi itu harus berakar mendalam pada pengalaman manusia Melalui pengalaman panjang dan luas, seseorang akan mendapatkan cara untuk mengatasi masalah pada  masa lampau yang dapat dipergunakan saat sekarang dan  yang akan datang. Adanya pengalaman yang mendalam tentang sesuatu akan memungkin orang untuk mem-praktekkan cara-cara yang telah dialaminya dalam  menghadapi masalah. Sifat dasar yang dimiliki manusia adalah mempunyai kemampuan untuk mencipta dan mengembangkan kreativitas. Kreativitas seseorang tentu tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dilatih dan di ajarkan. Aristoteles mengatakan “To play the fluit yang must play the fluit” artinya untuk memainkan fluit maka anda harus meniup fluit. Dari pengalaman kita ketahui bahwa di sekolah banyak kondisi yang mendorong dan menghambat berkembangnya kreativitas, yang letaknya pada kegiatan jiwa seperti pengamatan, persepsi, pertimbangan, dan perasaan.
Pada kondisi empiris di lapangan ditemukan bahwa banyak masalah yang muncul dalam proses belajar-mengajar bukan karena  kemampuan mengajar yang rendah tetapi lebih pada terputusnya hubungan kemanusiaan dalam proses pembelajaran.
 Menurut Thomas Gordon dalam bukunya “Menjadi Guru yang Efektif” mengatakan bahwa ada mata rantai yang putus dalam proses pembelajaran yaitu hubungan-hubungan kema-nusiaan. Karena itu menciptakan proses pembelajaran yang dapat membangkitkan dorongan emosional berupa simbul-simbul  seperti tersenyum, memberi hormat, tertawa, menghargai pandangan anak didik, akan member semangat baru dalam proses belajar-mengajar di kelas. Suasana kemanusiaan ini sangat penting dan dibutuhkan bukan saja oleh peserta didik tetapi juga oleh guru. Disinilah peran supervisi pendidikan dibutuhkan dilihat dari latar belakang psikologis.

d.    Latar belakang sosial
Suatu pertanyaan mendasar  dalam membahas masalah supervisi pendidikan dilihat dari latar belakang sosial yaitu:
1)    Apakah sekolah harus bercermin dan mengikuti kekuatan sosial politik suatu negara, atau sekolah harus mencermati kekuatan sosial politik yang berkuasa dalam Negara itu
2)    Mungkinkah sekolah dapat menerapkan cara bertindak dan bersikap demokratis kepada peserta didik di tengah-tengah masyarakat masyarakat feodal dan sistem pemerintah-annya otokratis atau masyarakat yang psedo demokratis.
Jawabannya sangat tergantung pada pemahaman arti demokrasi itu sendiri. Dalam masya-rakat demokrasi orang mengakui dan menghargai bahwa manusia mempunyai perbedaan individu yang unik. Demokrasi menghargai keberagaman pendapat dan pandangan dan menjunjung tinggi kebersamaan. Unsur demokrasi itu terlihat dalam kehidupan fenomenal seperti berikut:
1)    Menghargai makhluk manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang patut dihargai dan dicintai
2)    Menghargai martabat manusia sebagai makhluk yang memiliki keunikan pribadi, setiap manusia berbeda satu dengan yang lain. Pendidikan harus menghargai perbedaan individu.
3)    Tiap individu harus menghargai individu yang lain, aspek sosialitas manusia diakui dan dijunjung tinggi.
4)    Menghargai cara berpikir orang lain, walaupun bertentangan dengan cara berpikir dirinya sendiri.
5)    Pengakuan kebebasan individu berarti mengakui diluar dirinya ada individu lain. 
Dalam kaitan ini setiap tugas pemimpin sebagai supervisor adalah membantu, mendorong, menstimulasi tiap anggota untuk bekerjasama.Mackenzie (dalam Swearingen, 1971; 36) mengemukakan 6 fungsi kepemimpinan sebagai supervisor yaitu :
1)    Setiap pikiran yang diberikan oleh anggota kelompok harus dilihat sebagai sumbangan bagi kelompok itu sendiri dan perlu diterima dengan sikap terbuka dan positif.
2)    Pemimpin harus memiliki pemikiran yang mantap
3)    Pemimpin membantu dalam mengembangkan ketrampilan stafnya
4)    Pemimpin bertugas menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri dan menumbuhkan rasa aman pada diri orang lain
5)    Pemimpin bertugas menentukan batas kebebasan (autonomy) dan saling berinteraksi
6)    Pemimpin harus berani menggunakan pendekatan yang bersifat mencoba
Ditinjau dari latar belakang social, supervisor dalam melakukan tugasnya harus mampu mengembangkan potensi kreativitas dari orang yang dibina melalui cara mengikutsertakan orang lain untuk berpartisipasi bersama. Supervisi  harus bersumber pada kondisi masya-rakat. Sekolah harus mampu mengubah masyarakat untuk menjadi masyarakat yang demokratis dengan cara membangun kreativitas secara bersama.

e.     Latar belakang sosiologis  
Kondisi suatu masyarakat cenderung berubah-ubah dan sudah barang tentu perubahan itu akan mempengaruhi perilaku anggotanya. Dalam era globalisasi telah terjadi pergeseran yang sangat besar yaitu pergeseran nilai. Dalam dunia pendidikan pergeseran nilai yang terjadi adalah nilai jualnya. Di masa lalu orang mengukur nilai pendidikan dengan nilai moral, akhlak mulia, dan budi pekerti yang luhur.  Dalam era globalisasi berubah ke arah nilai ekonomi yaitu  uang. Misalnya dalam pembukaan sekolah unggul. Nilai utama sebe-narnya adalah melahirkan lulusan yang mengusasi IPTEk danIMTAQ. Tetapi nilai itu bergeser pada nilai ekonomi, yaitu siapa yang banyak uang akan berkesempatan untuk  masuk sekolah unggul itu. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sekolah tidak lagi memanusiakan manusia tetapi hanya membentuk sebuah manusia. Kualitas seseorang akan diukur besarnya uang yang dapat diberikan untuk masuk sekolah.  
Jelas perubahan sosial ini membawa pengaruh pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Menghadapi perubahan tersebut guru-guru membutuhkan seorang supervisor yang bertugas mengubah  ide dan pengalaman tentang mana yang terbaik dalam menghadapi perubahan tata nilai yang serba meragukan. Disinilah terletak perlunya supervisi pengajaran.

f.     Latar belakang Pertumbuhan jabatan  
Gurua dalah pencerah zaman (Langeveld 1950). Guru harus punya visi masa depan. Keta-jaman visi dapat mendorong guru untuk mengembangkan misinya. Untuk mewujudkan misi guru harus belajar terus-menerus  menjadi guru professional Guru profesional memiliki kua-lifikasi sebagai berikut :
1)    Ia ahli (expert) dalam bidang yang diajarkannya
2)    Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi
3)    Memiliki rasa kesejawatan dan kode etik dan memandang tugasnya sebagai suatu karier hidup
Tugas seorang supervisor adalah  membina guru agar dapat mencapai kariernya secara mak-simal. Karakteristik guru yang dapat memenuhi tuntutan karier adalah sehat penampilannya, gemar membaca, belajar terus menerus, terbuka terhadap ide-ide baru, inovatif dan sadar akan tanggung jawab profesionalnya. Tugas pelayanan telah menyatu dengan dirinya sehingga tugas belajar-mengajar dan mendidik menjadi karier hidupnya
Ada sejumlah tugas supervisor dalam membantu penumbuhan dan pengembangan profesi guru antara lain :
1)    Selalu belajar dan mengembangkan dorongan ingin tahu
2)    Selalu ada kesediaan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi yang baru
3)    Selalu pekadan peduli terhadap tuntutan kemanusiaan dan kepekaan sosial sehingga dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar
4)    Menumbuhkan minat dan gairah terhadap tugas mengajar karena tugas mengajar telah menyatu dengan dirinya.
Selain alasan-alasan  yang telah dikemukakan di atas masih ada sejumlah literature yang memberikan alasan pentingnya supervisi pendidikan di sekolah. Namun untuk memahaminya setiap calon kepala sekolah, pengawas atau yang mempunyai perhatian tentang supervisi dapat menambah wawasannya.
   Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat dambil  kesimpulan bahwa pelayanan supervisi sangat dibutuhkan karena guru-guru  membutuhkan bantuan, arahan, bimbingan dan sejenisnya sehingga mereka mampu melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.






















BAGIAN  II
ARTI, FUNGSI DAN TUJUAN SUPERVISI
1.       Pengertian  Supervisi Pendidikan
Dalam pemakaian sehari-hari supervisi diartikan sama dengan  pengawasan dan  control terhadap kegiatan yang dilakukan guru di sekolah. Dalam pengertian umum ada kecenderungan untuk membatasi sebutan supervisor kepada orang-orang yang berkedudukan lebih rendah dalam struktur manajemen.  Dalam Webster’s New World Dictionary
kata  supervisi terdiri dari dua kata, yaitu “super” dan “vision”. Istilah super berarti “higher in rank or position than, superior to (superintendent), a greater or better than others” (1991:1343), sedangkan kata vision berarti “the ability to perceive something not actually visible, as through mental acuteness or keen foresight  (1991:1492).
Para ahli dalam bidang administrasi dan supervisi pendidikan memberikan kesepakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti yang diungkapkan oleh ( Gregorio, 1966, Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni, 1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan pula dalam tulisan Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika (Association for Supervision and Curriculum Development, 1987:129) yang menyebutkan sebagai berikut:
Almost all writers agree that the primary focus in educational supervision is-and should be-the improvement of teaching and learning. The term instructional supervision is widely used in the literature of embody all effort to those ends. Some writers use the term instructional supervision synonymously with general supervision
 Misi supervisi yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan tentu berbeda dengan supervisi yang dilaksanakan oleh kepala sekolah. Supervisi dari seorang pengawas lebih ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada kepala sekolah dalam  melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien serta mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan yang pada gilirannya meningkatkan mutu pendidikan.,
Supervisi yang dilaksanakan oleh pengawas dalam konteks pengawasan dan peningkatan mutu pendidikan kegiatannya dimulai dengan  pengamatan secara intensif terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas kemudian ditindak lanjuti dengan pemberian feed back untuk menyusun program peningkatan atau perbaikan kelemahan dan kekurangan yang ditemukan.  Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh  L Drake (1980: 278) yang mengatakan  bahwa supervisi adalah suatu istilah yang sophisticated, sebab hal ini memiliki arti yang luas, yakni identik dengan proses manajemen, administrasi, evaluasi dan akuntabilitas atau berbagai aktivitas serta kreatifitas yang berhubungan dengan pengelolaan kelembagaan pada lingkungan kelembagaan setingkat sekolah.
 Ada pakar supervisi yang berpendapat bahwa supervisi pada dasarnya merupakan aktivitas pengarahan, pengendalian, dan pembinaan  langsung terhadap kegiatan para guru agar mereka dapat  melaksanakan tugas secara profesional. Dengan perkataan lain pengertian supervisi dalam konteks pendidikan adalah pembinaan terhadap guru-guru  agar mereka mampu menjalankan tugasnya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih yang profesional. Tetapi ada pihak pelaksana supervise yang mengartikan supervisi  sebagai aktivitas pengawasan yang menitikberatkan pada kegiatan menemukan kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelemahan guru dalam melaksanakan pembelajaran di dalam kelas.
Temuan-temuan tentang kelemahan dan kekurangan guru tidak dipergunakan sebagai bahan untuk melakukan perbaikan atau membantu guru mencari solusi tetapi hanya sebagai bahan penilaian performan guru saja. Hal ini akhirnya menjadi  salah satu sebab guru-guru  menjadi takut terhadap kehadiran pengawas untuk mensupervisinya.. 
Supervisi pengajaran  dipahami sebagai pengawasan rutin dengan tujuan utama mencari  kesalahan guru walaupun mereka tidak mampu memberikan solusinya.
 Dalam Buku Kurikulum 1994, dijelaskan bahwa supervisi adalah bantuan yang diberikan kepada guru-guru dalam  mengembangkan proses pembelajaran yang lebih baik. Supervisi bukanlah inspeksi tetapi  supervisi adalah salah satu  bentuk pembinaan  bagi guru-guru dalam upaya peningkatan kemampuan profesionalnya. Selanjutnya
 Ali Imron (1995) memberikan pengertian supervisi sebagai berikut: “supervisi adalah serangkaian bantuan yang diberikan kepada guru, terutama yang berwujud layanan professional, (professional service) untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Sahartian (2000) mengartikan supervisi pendidikan sebagai pemberian pelayanan dan bantuan guna meningkatkan kualitas pendidikan.
Supervisi pada hakekatnya, bukan sekedar menilai performan guru dalam menggelola proses pembelajaran, tetapi penilaian itu sendiri merupakan bagian integral dari aktivitas supervisi. Penilaian performans guru sebagai hasil supervise dipergunakan untuk menyusun program pembinaan yang berbasis kebutuhan guru. Tingkat kemampuan, kemauan, kebutuhan, minat dan kematangan serta karakteristik personal guru adalah substansi dan sasaran  program  supervisi.
Penyusunan program supervisi yang berbasis kebutuhan dan masalah guru sangat penting sebagai pedoman dalam melaksanakan melaksanakan supervise. Ada tiga unsur yang harus ada dalam suatu program supervisi pendidikan yaitu:
  1. Proses pengarahan, bantuan atau pertolongan dari pihak atasan atau pihak yang lebih memahami
  2. Guru-guru dan personalia sekolah yang berhubungan langsung dengan pembelajaran para siswa.
  3. Proses belajar-mengajar sebagai objek yang akan diperbaiki/ditingkatkan


2.  Fungsi supervisi pendidikan
      Fungsi utama supervisi pendidikan adalah sebagai upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran melalui peningkatan kemampuan profess-sional guru. Untuk men-dapat gambaran yang lebih jelas berikut dikemukakan beberapa pendapat para pakar sebagai rujukan,  
Swearingen dalam Piet Sahertian (2000) mengemukakan delapan fungsi supervisi yaitu;  
  1. Mengkoordinasikan  semua usaha sekolah,
  2. Memperlengkapi  kepempimpinan sekolah,
  3. Memperluas  pengalaman guru-guru,
  4. Menstimulasi  usaha-usaha yang kreatif di sekolah ,
  5. Member  fasilitas dan penilaian yang terus-menerus,
  6. Menganalisis  situasi belajar-mengajar,
  7. Memperlengkapi setiap staf sekolah dengan pengetahuan dan ketram pilan yang baru
  8. Memberi  wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru.
      Kemudian, Made Pidarta (1992) mengemukakan bahwa fungsi supervisi itu secara umum dibagi dua yaitu :
  1. Fungsi utama ialah membantu sekolah sekaligus mewakili pemerintah dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yaitu membantu perkem-bangan individu para siswa.
  2. Fungsi tambahan ialah membantu sekolah dalam membina guru-guru agar dapat bekerja dengan baik dalam melakukan kontak dengan masyarakat dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntan masyara-kat serta mempelopori kemajuan masyarakat.
      Secara lebih rinci  fungsi supervisi pendidikan dijabarkan oleh penulis tersebut sebagai berikut
     1.  Fungsi utama supervisi pendidikan adalah :
a.        Supervisi sebagai bagian yang integral administrasi pendidikan. Maka secara fungsional tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keduanya ter-koordinasi, berkolerasi dan saling menunjang dalam melaksanakan system pendidikan.
b.       Supervisi pengkoordinasian personalia sekolah terutama guru-guru dan aktivitas-aktivitas sekolah agar tidak  menyimpang dari perencanaan.
c.        Sebagai wakil dari pemerntah, khususnya pemerintah Indonesia. Sekolah berkewajiban mema-syarakatkan nilai-nilai luhur  falsafah Negara kepada personalia dan para siswa, karena perilaku  keduanya merupakan manifestasi dari falsafah bangsa.
d.       Sebagai wakil pemerintah sekolah akan melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah.
e.        Supervisi memperlancar proses belajar-mengajar
f.         Supervisi sebagai pengendalian usaha guru dalam mendidik para siswa agar setiap siswa berkembang secara total yaitu setiap aspek individu anak berkembang seimbang, harmonis dan optimal dalam ranah  kognisi, afeksi dan psikomotor
g.       Membantu guru untuk memahami, mengarahkan, melayani, mem binadan mengembangkan siswa  sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
h.       Membantu guru dalam menghadapi kesulitan terutama dalam bidang konseling.
  1. Fungsi tambahan supervisi pendidikan adalah sebagai berikut :
a.        Memotivasi guru agar bekerja dengan baik
b.       Memberi dorongan kepada guru agar kreatif dan inovatif dalam menjalankan tugasnya.
c.        Sebagai teladan  bagi dalam menjalankan tugas sebagai pendidik, terutama dalam kemauan, semangat kerja dan kepribadian.
d.       Sebagai penegak disiplin kerja guru dengan memberi contoh dan pengawasan serta pelaksanaan sanksi-sanksinya
e.        Melakukan penelitian dalam batas-batas kemampuan sekolah sebagai upaya pembinaan dan peningkatan.
f.         Sebagai motivator agar guru dapat meningkatkan kemampuannya dalam profesinya.
g.       Memfasilitasi dan menghubungkan guru dengan masyarakat
h.       Sebagai agen informasi pendidikan yang bersumber dari luar sekolah.
Dari fungsi-fungsi supervisi pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi pendidikan merupakan kompleksitas usaha meningkatkan kemam-puan guru dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka mencerdasarkan bangsa.
C.  Tujuan Supervisi Pendidikan
      Sebagaimana telah dikemukakan bahwa supervisi adalah bantuan bagi guru-guru untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya, meliputi  pengetahuan, keterampilan, komitmen dan  motivasi  kerjanya. Karena sifatnya  bantuan, maka para supervisor dalam memberikan bantuan  agar bantuan itu bermakna dan diterima secara baik harus  memperhatian hal-hal berikut:
1.     Jenis bantuan yang diberikan hendaknya sesuai dengan kebutuhan guru
2.     Lebih baik supervisor meyakinkan guru bahwa bantuan itu benar-benar ia butuhkan
3.     Bantuan teknis lebih diutamakan bagi guru-guru dalam memperbaiki KBM
4.     Jika guru keberatan dengan bantuan yang ditawarkan supervisor jangan memaksa kehendak
5.     Supervior tidak menawarkan resep tunggal untuk mengatasi kesulitan guru
6.     Hindari nada perintah dalam memberikan bantuan supervisi kepada guru.
         Dari uaraian di atas dapat difahami  bahwa seorang supervisor hendaknya memahmi lebih dahulu tentang kebutuhan dan kesulitan guru yang perlu diberikan bantuan guna peningkatan dan pembinaannya. Supervisor sebaiknya tidak  merekayasa di belakang meja tentang kebutuhan guru karena supervisi yang dilaksanakn hendaknya ”berbasis kebutuhan guru.   
          Hariwung (1989) lebih jauh mengemukakan, tujuan supervisi adalah untuk  pengendalian kualitas, pengembangan profesional  guna  memotivasi guru untuk bekerja secara profesional. Sebagai pengendalian kualitas, maka pengawas dan kepala sekolah hendaknya selau  memonitor proses pembelajaran dengan cara observasi kelas. Monitoring langsung ini dapat dilakukan untuk mendapatkan data tentang kelemahan dan kebutuhan guru atau untuk menilai kembali bagi guru yang sudah dibina apakah mereka dapat bekerja secara professional. Tanpa mengobservasi guru mengajar dalam kelas, kepala sekolah tidak memiliki data yang akurat tentang kebutuhan, kesulitan, dan potensi guru yang sebenarnya.
Selanjutnya supervisor (pengawas atau  kepala sekolah)   membahas temuannya dengan guru yang bersangkutan secara terbuka, bersahabat, dan saling menghargai walaupun dalam observasi banyak ditemukan hal-hal  yang kurang  memuaskan.  Hal ini semua dijadikan bahan baku untuk menyusun program pembinaan setelah dilakukan pembahasan dengan pihak guru yang bersangkutan. Untuk pengembangan profesional guru, kepala sekolah dan pengawas harus mengarahkan bantuannya agar berkembangnya  kemampuan mengajar guru  secara optimal.
Jika  tujuan supervisi untuk memotivasi guru, maka supervisor harus membangun, memupuk motivasi dan komitmen guru, agar mereka mau atau bersedia mengembangkan kemampuan diri, serta mendorong guru agar memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap tugas dan tang-gung jawabnya. Supervisor dalam membangun motivasi guru dapat mempergunakan berbagai pendekatan seperti pendekatan reward and funishment atai pendekatan relegius, artinya member-kan kesadaran kepada guru tentang hubungan tugas dengan pengabdian pada sang pencipta.   
        Pada bagian lain Adams dan Dickey (1984) menegaskan bahwa, tujuan supervisi adalah sebagai berikut: “The primary aim of supervision is to aid teachers to be self-directive” Tujuan utama supervisi adalah membantu guru agar menjadi mandiri. Kemandirian guru mengandung makna bahwa guru mampu memanfaatkan  kemampuan, kebebasan, dan kreativitasnya dalam melaksanakan proses pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Guru tidak tergantung se-penuhnya pada instruksi dari atas untuk melakukan perbaikan-perbaikan termasuk pembaharuan pendidikan di sekolahnya. Kreativitas guru akan terlihat dalam suasana pemnelajaran yang selalu aktif, menyenngkan dan kaya dengan berbagai inovasi.
         Oteng Sutisna (1984) mengemukakan tujuan supervisi sebagai berikut :         

D.  Prinsip-prinsip  Supervisi Pendidikan
      Pelaksanaan supervisi pendidikan dilingkungan sekolah tentu harus terfokus pada upaya peningkatan kemampuan professional guru agar mampu melaksanakan proses pembelajaran secara efektif. Akhirnya bermuara pada peningkatan mutu pendidikan yang sudah menjadi program nasional. Hal yang mendasar dalam Pelaksanaan supervisi yang mengacu pada peningkatan kompetensi  professional guru adalah, bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokratik dan korektif menjadi pola pikir yang konstruktif, kreatif, dan inovatif pada pelaku supervise dan guru sebagai objek supervise. Cara ini adalah dengan menampilkan suatu sikap yang menciptakan situasi yang kondusif  sehingga guru  guru-guru merasa aman dan merasa diterima sebagai subjek yang dapat tumbuh dan berkembang secafa mandiri.
         Dalam Buku kurikulum SMA (1994: 4) dibagi prinsip supervisi atas prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum supervisi adalah bahwa supervisi harus bersifat praktis, hasil supervisi harus berfungsi sebagai sumber informasi bagi staf sekolah untuk pengembangan proses belajar-mengajar dan supervisi dilaksanakan dengan mekanisme yang menunjang kurikulum yang berlaku.
         Prinsip-prinsip khusus yang ditawarkan dalam supervisi pendidikan adalah sistematis, objektif, realistis, antisipatif, komunikatif, kreatif, koopretaif dan kekeluargaan. Uraian singkat dari masing-masing prinsip supervisi adalah sebagai berikut :
  1. Sistematis
Artinya dilaksanakan secara teratur dimulai dengan suatu  perencanaan yang disusun berbasis kebutuhan guru. Dalam perencanaan supervisi pengajan supervisi pengajaran perlu dicantumkan komponen-komponen perencanaan yang lengkap. Dibawah ini disajikan satu contoh program pelaksanaan supervisi pengajaran
supervisi dikembangkan dengan perencanaan yang matang sesuai dengan sasaran yang diinginkan.


  1. Objektif artinya supervisi memberikan masukan sesuai dengan aspek yang ter-dapat dalam isntrumen.
  2. Realistis artinya supervisi didasarkan pada kenyataan yang sebenar-nya yaitu pada keadaan atau hal-hal yang sudah dipahami dan dilakukan oleh para staf sekolah.
  3. Antisipatif artinya, supervisi diarahkan untuk menghadapi kesulitan-kesulitan yang mungkin akan terjadi.
  4.  Komunikatif artinya supervisi memberikan saran perbaikan kepada yang di-supervisi dan phak yang disupervisi dapat menerimanya.
  5. Kreatif, mengembangkan kreativitas dan inisiatif guru dalam mengembangkan proses belajar mengajar.
  6. Kooperatif artinya, supervisi mengembangkan perasaan kebersamaan untuk men-ciptakan dan mengembangkan situasi belajar-mengajar yang lebih baik.
  7. Kekeluargaan artinya supervisi mempertimbangkan saling asah, saling asuh, saling asih, dan tutwuri handayani.
Sedangkan Piet Sahartian (2000: 20) menyatakan bahwa prinsip supervisi meliputi; ilmiah, demokratis, kerja sama, konstruktif dan kreatif. Ciri prinsip ilmiah adalah bahwa  kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan da-ta objektif yang diperoleh langsung dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Untuk memperoleh data objektif, perlu dilaksanakan penelitian dengan mempergunakan alat perekam data seperti angket, observasi, percakapan pribadi dan lain-lain. Selain itu kegiatan supervisi harus dilaksanakan secara sistematis berencana dan kontinyu.
Prinsip demokratis dapat diartikan bahwa servis atau bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan hubungan kemanusiaan yang akrab sehingga guru merasa aman untuk mengembankan tugasnya. Demokratis mengandung makna menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru bukan berdasarkan pandangan atau hubungan atasan dan bawahan, melainkan berdasarkan rasa kesejawatan. Prinsip kerja sama berarti mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah supervisi adalah sharing of idea, sharing of experince, memberi support, mendorong dan menstimulasi guru, sehingga mereka merasa tumbuh bersama. Prinsip kons-truktif dan kreatif berarti bahwa setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas dirinya. Supervisi harus mampu menciptakan suasana kerja yang menye-nangkan bukan melalui cara-cara yang menakutkan.
E.  Teknik-Teknik Supervisi Pendidikan 
Menurut Gwynn dalam Sutisna (1984: 2l2), teknik supervisi pengajaran  dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik perorangan (individual .service) dan teknik kelompok (group service). Teknik perorangan adalah teknik  supervisi yang terjadi secara tatap muka (face to face) antara supervisor dengan seorang guru. Sedangkan teknik kelompok adalah pelayanan supervisi yang dialaksanakan oleh seorang supervisor terhadap beberapa orang guru sekaligus. Misalnya rapat guru, diskusi kelompok,  demonstrasi mengajar.
Dilihat dari pola hubungan supervisor dengan orang-orang yang di-supervisi teknik pelayanan supervisi juga dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu teknik langsung dan teknik tidak Iangsung. Teknik langsung adalah teknik supervisi dimana supervisor langsung berhadapan dengan orang yang disupervisi. Sedangkan teknik tidak langsung, adalah teknik yang hubungan antara supervisor dengan orang  yang disupervisi tidak berha-dapan langsung. Misalnya melalui surat, bulletin, atau catatan-catatan pada buku supervisi.
       Secara rinci Sutisna (1984: 224) mengemukakan teknik-teknik supervisi pengajaran sebagai berikut:
a.   Kunjungan sekolah.
b.  Observasi kelas
c.   Pertemuan individual
d.   Pertemuan kelompok
e.   Diskusi kelompok
f.    Saling berkunjung (intervisitasi)
g.   Demonstrasi mengajar
h.   Bulletin supervisi
i.    Perpustakaan  professional
j.   Karyawisata
k.   Kunjungan rumah
       Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang masing-masing teknik supervisi di atas dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:
a.  Kunjungan sekolah.
     Untuk melakukan supervisi seorang pengawas atau supervisor berkunjung ke sekolah-sekolah. Kunjungan sekolah dapat dilakukan dengan cara memberitahukan lebih dahulu atau dengan cara ti­dak memberitahukan lebih dahulu kepada guru atau kepala sekolah yang bersangkutan. Pidarta (1992) menjelaskan tentang kebaikan dan kekurangan pelak­sanaan kunjungan sekolah dengan memberitahukan dan dengan tanpa membe­ritahukan sebagai berikut:
       Kunjungan sekolah dengan memberitahukan lebih dahulu membuat sekolah telah dipersiapkan untuk menerima kunjungan supervisor sehingga supervisor tidak mene-mukan kondisi aslinya dari suatu sekolah.
       Sedangkan kunjungan sekolah dengan tidak memberitahukan lebih dahulu kemung-kinan guru atau kepala sekolah yang mau dikunjungi tidak hadir atau bertugas ketempat lain.
          Berdasarkan keterangan dalam kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk melaksanakan kunjungan sekolah dapat dilakukan dengan kedua cara di atas tetapi yang penting adalah tujuan dari kunjungan itu. Jika kunjung an sekolah untuk mendapatkan data tentang kondisi sekolah dan guru-guru sebagaimana adanya, maka kunjungan sekolah yang dilakukan lebih baik dengan tanpa memberitahukan lebih dahulu. Sedangkan untuk melak-sanakan pembinaan rutin terhadap guru-guru dan pengawas lebih baik dilakukan kunjungan dengan memberitahukan lebih dahulu.
       Hal yang harus diingat bahwa seorang supervisor harus melihat secara arif kondisi sekolah yang dikunjungi untuk mengetahui apakah situasi sekolah sudah di tata untuk menyambut supervisor atau tidak. Seorang supervisor dituntut kemampuan untuk menilai situasi yang ada secara objektif sebelum membuat suatu keputusan  positif atau negatif. Berdasarkan hasil penilaian tersebut baru supervisor melak­sanakan supervisi terhadap guru-guru dan kepala sekolah.
b.  Observasi kelas
      Kunjungan kelas atau observasi kelas dimaksudkan adalah seorang supervisor datang ke dalam kelas untuk melihat langsung kegiatan guru dalam melaksnakan proses belajar-mengajar. Melalui observasi kelas supervisr dapat mengetahui secara jelas tentang kemam-puan, kelemahan, dan kekurangan-kekurangan yang dimiliki guru dalam pelaksanaan tugas-nya di depan kelas.
Dengan observasi kelas supervisor akan memperoleh data yang lengkap dan akurat tentang kemampuan dan kelemahan guru serta faktor-faktor lain yang turut mempenga-ruhi efektivitas pembelajaran. Berdasarkan data tersebut supervisor dapat menyusun program pembinaan terhadap guru secara realistik bukan berdasarkan dugaan atau reka-yasa. Oleh karena itu tidak seorangpun dari supervisor dapat menghindari kegiatan observasi kelas jika ingin mela-kukan upaya peningkatan kompetensi guru secara objektif.
Hal ini mengandung makna bahwa untuk dapat membantu guru-guru guna mening-katkan kompetensi profesionalnya, supervisor harus mengetahui apa yang perlu dibantu pada guru-guru tersebut. Dengan perkataan lain seseorang dapat diberikan obat secara tepat oleh seorang dokter jika dokter sudah mengetahui secara pasti apa penyakit yang dideritanya. Agar kunjungan kelas dapat dilakukan secara efektif dan memberi sumbangan bagi pening-katan kompetenasi guru,  Sutisna (1984: 32) mem­berikan petunjuk pelaksanaan observasi kelas sebagai berikut :
1)  Rencana kunjungan kelas harus dibuat bersama antara supervisor dan guru yang  bersangkutan
2)  Penentuan tujuan, waktu kunjungan dan aspek-aspek yang akan diobservasi harus disetujui oleh guru yang akan diobservasi.
 3)  Kunjungan kelas harus dilaksanakan sebaik mungkin agar tidak mengganggu proses pembelajaran yang sedang dilaksanakan oleh guru.
 4)  Supervisor harus mengambil posisi dibelakang sehingga terhindar da-ri pandangan siswa.
 5)  Tidak mengiterupsi guru mengajar walaupun guru melakukan kesa-lahan dalam proses pembelajaran  
 6)    Supervisor harus bersikap sopan untuk menjaga martabat guru
7)  Hasil observasi kelas harus dibicarakan dengan guru yang bersangkutan dalam pertemuan melalui individual.
Dapat dikatakan bahwa observasi kelas merupakan langkah awal yang sangat penting dalam melakukan peningkatan kompetensi guru. Hal ini cukup beralasan karena hanya dengan observasi kelas supervisor dapat menemukan data yang lengkap, objekif, dan akurat tentang kelemahan guru yang perlu di-tingkatkan, kemampuan guru yang perlu ditingkatkan, sikap guru yang perlu dirobah dan sebagainya. Berdasarkan data tersebut supervisor (pengawas atau kepala sekolah) dapat menyusun program peningkatan kompetensi guru secara komprehensif dan tepat sasaran.
Supervisi yang efektif adalah supervisi yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan dan masalah yang dialami guru dalam melaksanakan proses bel-ajar-mengajar. Supervisor mampu memberikan bantuan yang dapat mening-katkan kemampuan profesional guru jika supervisor sudah menyaksikan langsung kelemahan-kelemahan yang ada pada guru bersangkutan pada saat guru sedang melaksanakan tugasnya di depan kelas.
c.   Pertemuan individual
 Pertemuan individual (individual conference) dilaksanakan  setelah selesai kunjungan atau observasi kelas untuk melakukan percakapan pribadi dengan guru bersangkutan. Dalam percakapan pribadi ini supervisor menyampaikan temuan-temuannya dan secara bersama dengan guru membicarakan cara-cara untuk mengatasi kelemahan atau kekurangan yang ada menuju kesempurnaan  Dalam pembicaraan pribadi pengawas dianjurkan untuk mengemukakan lebih dahulu temuannya yang bersifat positif sehingga guru  menyadari dan mengakui kelemahannya. Selanjutnya dengan penuh kesadaran guru meminta supervisor membantu untuk mengatasinya.
      Lebih baik lagi jika supervisor memberi kesempatan kepada guru lebih dahulu untuk mengemukakan sendiri kelemahan-kelemahan  yang dirasakan-nya. Hal ini ditegaskan oleh Sutisna (1984) sebagai berikut  “Seorang supervisor yang telah melaksanakan observasi kelas perlu memberi kesem-patan kepada guru yang bersangkutan untuk mengemukakan kelemahan-kelemahan yang dirasakannya”. Dengan dikemukakannya kelemahan dirinya berarti guru telah mengakui bahwa ia membutuhkan bantuan supervisor.
Kesempatan ini menjadi peluang bagi supervisor untuk membicarakan cara-cara untuk mengatasi kelemahan tersebut secara kemitraan dengan guru. Hasil pembicaraan antara supervisor dan guru akan melahirkan satu cara yang disepakati guna mengatasi segala kelemahannya.  Supervisor dalam suasana kemitraan  memberikan petunjuk praktis untuk mengatasi kelemahan guru tetapi tidak menawarkan resep tunggal kepada guru untuk mengatasinya.  Sebaiknya supervisor menawarkan sejumlah alternatif untuk mengatasi kelemahan guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar dan guru dengan bebas menentukan alternatif mana yang dipilihnya.
d.  Pertemuan kelompok
     Setelah supervisor melakukan observasi kelas untuk beberapa orang guru dan dilan-jutkan dengan pembicaraan individual tentu ada hal-hal atau masalah   yang  bersifat umum yang perlu diperbaiki selain masalah khusus atau pribadi yang dibicarakan dalam pertemuan individual. Untuk membicarakan masalah­-masalah yang bersifat umum yang berhasil ditemukan dalam observasi kelas atau observasi sekolah supervisor dapat membicarakan dalam pertemuan atau rapat dengan semua guru. Cara ini tentu dapat menghemat waktu dan dapat mendiskusikan secara terbuka dengan semua guru sehingga supervisor juga dapat memperoleh masukan untuk menetapkan cara yang tepat untuk mengatasi masalah yang dialami guru-guru.
 Agar pertemuan kelompok berjalan efektif supervisor harus mengemukakan temuan-temuannya yang positif lebih dahulu baru mengemukakan temuan-temuan yang negatif sebagaimana yang dilakukan setelah observasi kelas. Dalam pertemuan ini supervisor tidak perlu menjelaskan identitas guru yang memiliki kelemahan atau masalah karena hal ini dapat menjatuhkan martabat guru didepan teman-temannya. Selanjutnya supervisor mengemuka-kan berbagai solusi yang merupakan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut secara umum berdasarkan konsep dan pengalaman-pengalamannya.
  Sutisna (1984) mengemukakan pandangannya tentang pelaksanaan pertemuan kelompok yang baik sebagai berikut:
Agar pertemuan kelompok memberikan hasil yang optimal, su­pervisor harus memperhatikan petunjuk pelaksanaan nya sebagai berikut:
1)   Waktu dan tempat pertemuan harus disepakati oleh semua guru.
2) Kemukakan temuan-temuan yang positif lebih dahulu baru mengemukakan temuan-temuan yang negatif.
3)  Tidak menyebutkan identitas guru yang mempunyai kelemahan atau kekurangan secara pribadi.
4)  Memberi kesempatan yang luas bagi guru untuk mengemukakan pendapat nya tentang masalah yang ditemukan
5)    Dengarkan dengan penuh perhatian apa yang disampaikan guru.
6)  Hormatilah harkat dan martabat guru sebagai individu dan sebagai anggota   masyarakat sekolah.
       7)    Hindari perdebatan secara langsung dengan guru yang merasa tersinggung  terhadap apa yang dikemukakan supervisor.
 Pendapat di atas menjelaskan bahwa dalam pertemuan kelompok supervisor harus tam-pil  ramah agar memberi kesan bahwa dia adalah mitra kerja guru. Pertemuan kelompok yang dilaksanakan setelah pertemuan individual bertuju­an untuk menyampaikan kepada guru-guru dan kepala sekolah tentang berbagai kelemahan yang masih terjadi di sekolah baik pada guru, siswa, sa-rana atau kepala sekolah yang  memerlukan perhatian mereka untuk mengatasinya. Pada penutupan pertemuan supervisor hendaknya memberikan keyakinan kepada guru bahwa masalah itu bukanlah sesuatu yang aneh dan sulit untuk diperbaiki. Guru-guru dan kepala sekolah diyakinkan oleh supervisor bahwa mereka dapat mengatasi masalah tersebut secara bersama. Pertemuan juga diakhiri dengan harapan akan ada pertemuan lebih lanjut untuk hal yang sama.
e.   Diskusi kelompok
      Setelah supervisor melakukan observasi kelas dan pertemuan individual dapat dilakukan diskusi kelompok jika ada masalah-masalah yang ingin dicari solusi secara bersama antara supervisor, guru-guru, dan kepala sekolah. Kegiatan diskusi dipandu langsung oleh supervisor dengan tujuan untuk mengundang pendapat guru tentang cara-cara mengatasi masalah di sekolahnya.
Misalnya supervisor menemukakan bahwa kebersihan kelas tidak diper-hatikan oleh guru dan siswa. Untuk mencari solusi tentang masalah tersebut supervisor mengadakan diskusi kelompok agar semua guru dapat memberikan pendapat bagaimana cara mengatasi masalah kebersihan kelas. Agar diskusi kelompok berjalan efektif, supervisor harus mengikuti petun-juk pelaksanaannya sebagaimana dikemukakan oleh  Sutisna (1984: 240) yaitu :
        Agar diskusi kelompok memberikan hasil yang optimal bagi perbaikan situasi di sekolah, maka seorang supervisor harus memperhatikan petunjuk pelaksana­annya sebagai berikut:
1)   Waktu dan tempat, dan tujuan diskusi harus disepakati oleh semua guru.
 2)   Kemukakan masalah yang ingin didiskusikan kepada peserta dengan   jelas.
3)   Supervisor  tidak mendominasi pembicaraan.
4)  Beri kesempatan yang luas bagi guru untuk mengemukakan pendapat nya tentang masalah yang ingin diselesaikan.
5)  Supervisor harus berperan sebagai pengatur lalu lintas agar tidak terjadi perdebatan langsung antar guru
6)  Semua peserta diberi kebebasan dan kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapat.
7)  Hindari perdebatan secara langsung antar peserta.
8)  Buat rangkuman hasil diskusi pada akhir pertemuan.
        Dengan mempergunakan pedoman ini seorang supervisor akan memperoleh masukan yang cukup berarti dari para guru dan dapat dirumuskan ber-sama bagaimana cara terbaik untuk memecahkan masalah tersebut.

f.   Saling berkunjung (intervisitasi)
      Kunjungan antar kelas adalah kegiatan saling mengunjungi antara guru yang satu dengan guru lain. Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana temannya atau guru lain mengajar untuk menjadi contoh bagi dirinya. Dalam hal ini pengawas memberikan dorongan kepada guru-guru yang merasa diri-nya kurang mampu dalam mengembangkan proses belajar-mengajar untuk belajar dari temannya tentang bagaimana cara mengajar yang baik
Kegiatan ini dapat dipandu oleh supervisor dengan menetapkan guru mana yang pantas dikunjungi oleh guru yang membutuhkan peningkatan kemampuan profesionalnya. Untuk mencapai hasil yang maksimal dari saling berkunjung (intervisitasi) pelaksanaan kegiatan itu harus direncanakan dengan baik dengan memperhatikan hal-hal berikut
1)  Guru yang akan dikunjungi haruslah yang lebih mampu dari guru yang mengunjungi
2)  Jadwal kunjungan ditetapkan bersama antara guru dan supervisor.
3)  Sebelum melakukan observasi harus ditetapkan lebih dahulu aspek-aspek yang akan dilihat untuk dicontohi.
4)  Lama kunjungan disesuaikan dengan tujuan kunjungan
5)  Guru yang dikunjungi harus bersedia menerima kunjungan dari guru yang telah ditetapkan.
6)  Perlu diadakan diskusi setelah dilakukan observasi. ( Sutisna, 1984: 242).
  Kunjungan yang dilakukan tanpa perencanaan yang baik akan sia-sia karena tidak jelas apa yang harus diobservasi oleh guru yang akan memper-baiki kemampuan  mengajar dengan mencontohi guru lain.

g.  Demonstrasi mengajar
     Pelaksanaan demonstrasi mengajar dapat dilakukan oleh supervisor sendiri atau salah  seorang guru senior yang memiliki kemampuan mengajar yang tinggi untuk menunjukkan ke-pada guru-guru yang mengikuti demonstrasi mengajar tentang cara mengelola pembelajaran yang efektif. Misalnya, ada 3 orang guru yang mengalami kesulitan dalam menggunakan media pendidikan waktu mengajar. Pengawas atau kepala sekolah dapat mendemonstrasikan cara mempergunakan media tersebut di depan kelas sehingga dapat dilihat oleh guru yang bersangkutan.
        Cara pelaksanaan demonstrasi mengajar yang efektif dikemukakan oleh Sutisna (1984) sebagai berikut.
1)   Guru yang mendemonstrasikan cara mengajar adalah guru yang benar-benar ahli   dalam mengajar.
2) Jika didemonstrasikan oleh pengawas atau kepala sekolah mereka juga harus seorang yang ahli dalam mengajar.
3)   Jadwal pelaksanaan demonstrasi mengajar harus ditetapkan secara bersama  antara demonstrator dan guru-guru yang menjadi observer.
4)    Ditetapkan lebih dahulu aspek-aspek yang akan diobservasi.
5)  Diakhiri dengan dialog atau diskusi untuk mendapat penjelasan tentang hal-hal yang belum dimengerti oleh guru yang mengobservasi.
Hal lain yang harus diingat bahwa setelah melihat suatu demonstrasi mengajar baik yang dilaksanakan oleh supervisor maupun guru senior yang ditunjuk oleh supervisor guru dianjurkan untuk mengimplementasi hasil observasinya dalam praktek di kelasnya. Dengan uraian singkat di atas tentang beberapa teknik-teknik supervisi diyakini sudah ada gambaran yang jelas tentang teknik-teknik supervisi secara keseluruhan.
      Berdasarkan uraian tentang teknik-teknik supervisi pengajaran yang telah di kemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk melaksanakan supervisi yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang telah dikemukakan di atas dapat dipergunakan sejumlah teknik suervisi. Keampuhan teknik supervisi sangat tergantung pada masalah dan guru yang  menja-di objek pembinaan.
       Salah satu teknik supervisi yang oleh semua petugas supervisi  tidak dapat di hindari untuk mempergunakannya adalah observasi kelas. Teknik ini menjadi dasar untuk penerapan teknik-teknik yang lain, karena dengan observasi kelas seorang supervisor akan memperoleh informasi yang lengkap dan akurat tentang aspek-aspek yang perlu dibina pada seorang guru. Semua potensi yang dimiliki guru akan terlihat ketika ia mengelola proses belajar-mengajar, demi-kian juga dengan kelemahan, kekurang dan bahkan kebu-tuhan kelas dan peserta didik.
       Berdasarkan data hasil obervasi kelas, supervisor dapat merancang program supervisi yang realistik (sesuai kebutuhan) terhadap guru yang telah diobservasi. Supervisi sebagai bantuan profesional hanya akan berhasil jika dilaksanakan dengan memper-gunakan teknik supervisi yang sesuai. Kemampuan, kearifan, dan ketepatan seorang supervisor dalam mengidentifikasi masalah-masalah yang dialami guru dan menetapkan teknik pembinaan yang tepat sangat menentukan keberhasilan pembinaan guru melalui supervisi pengajaran.
       Berbagai teknik supervisi pengajaran yang dikemukakan di atas meru-pakan cara-cara yang sangat tepat untuk mencapai tujuan supervisi pengajar-an, yaitu membina kemandirian pada guru-guru. Para supervisor pengajaran dituntut untuk menggunakan teknik-teknik tersebut dengan perpaduan yang haromonis sesuai dengan masalah dan tujuan supervisi yang dilaksanakan.
F.       Objek dan Pentingnya Supervisi Pendidikan
Objek supervisi ialah perbaikan situasi belajar mengajar dalam arti  yang luas. Piet Sahertian (2000) menyebutkan empat objek supervisi yaitu :
  1. Pembinaan dan pengembangan kurikulum
  2. Perbaikan proses pembelajaran
  3. Pemberdayaan sumber daya guru dan staf
  4. Pemeliharaan dan perawatan moral serta semangat kerja guru
        Pemahaman guru terhadap kurikulum sangat penting bagi guru dalam menjalankan tugas profesinya. Kurikulum adalah sejumlah pengalaman bel-ajar yang dirancang dibwah tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan  pendidikan. Guru yang profesional harus memiliki kemampuan untuk meran-cang berbagai model pembelajaran. Guru juga harus mampu merumuskan berbagai pengalaman belajar dan kegiatan belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hali ini guru membutuhkan bantuan dan penjelasan dari orang yang lebih menguasai kurikulum. Untuk membantu guru maka dibutuhkan tenaga supervisor dan inilah objek supervisi pendidikan.
       Proses pembelajaran adalah seperangkat kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa di bawah bimbingan guru. Guru bertugas merumuskan tujuan-tujuan yang hendak dicapai pada saat mengajar. Untuk mencapai tujuan tersebut harus merancang sejumlah peng-alaman bel-ajar dan untuk hal inilah guru membutuhkan bantuan supervisor sebagai upaya peningkatan proses pembelajaran.
        Salah satu alasan pentingnya supervisi adalah pembinaan staf. Melalui pembinaan staf maka dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi penyelenggaraan proses pendidikan. Pentingnya supervisi adalah sebagai upaya untuk pembinaan guru. Pada hakikatnya guru secara pribadi harus berusaha untuk mengembangkan dirinya. Pada kenyataannya guru memiliki latar belakang yang sangat bervariasi dengan pengalaman yang berbeda, maka dibutuh kan bantuan supervisi. Melalui meaknisme kerja supervisi diharapkan dapat memelihara dan merawat moral serta semangat kerja guru.
       Pentingnya supervisi selalu dikaitkan dengan profesionalisasi guru. Profesionalisasi guru menurut Ibrahim Bafadal (1992) dipandang sebagai satu proses yang bergerak dari ketidak tahuan menjadi tahu, dari ketidakmatangan menjadi matang dan dari diarahkan oleh orang lain menjadi mengarahkan diri sendiri. Sebagai upaya profesi-onalisasi, supervisi yang baik adalah supervisi yang mampu membuat guru semakin profesional dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar. Menurut Neagley dalam Ibrahim Bafadal (1992) supervisi harus memperhatikan dua aspek yaitu aspek substantif dan aspek kompetentif.
      Aspek substantif adalah asek yang menunjuk pada konten yang harus dikembangkan dan dikuasai oleh guru. Ada empat aspek subtansi yang harus dikembangkan yaitu pema-haman dan pemilikan guru terhadap tujuan peng-ajaran, persepsi guru terhadap murid, pengetahuan guru tentang materi dan penguasaan guru terhadap teknik. Aspek subtansi pertama dan kedua mempre-sentasikan nilai, keyakinan dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid belajar dan penciptaan hubungan guru murid dan faktor lainnya. Aspek substansi ketiga memprestansikan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi pelajaran bidang studi yang diajarkannya. Aspek substansi keempat mempresentasikan seberapa luas penguasaan guru terhadap teknik pengajaran, manajemen, pengorganisasian kelas dan keterampilan lain yang merupakan unsur pengajaran yang efektif.
       Aspek kompetentif yaitu aspek yang menunjuk pada luasnya setiap aspek subtansi. Guru harus mengetahui bagaimana mengerjakan tugasnya dan memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan tujuan pengajaran. Guru juga harus bisa mengerjakan dan mau mengerjakan tugasnya berdasar-kan kemampuan yang dimilikinya.
      Sasaran dalam kegiatan supervisi dapat ditinjau dari aspek yang disupervisi dan aspek orang yang melakukan supervisi serta yang disupervisi. Jika ditinjau dari aspek yang di-supervisi, meliputi supervisi adminitrasi dan supervisi edukatif. Cakupan supervisi administrasi meliputi: adminitrasi kepala sekolah, kesiswaan, ketenagaan, perlengkapan, pendidikan, keuangan, pelaksanaan ujian akhir, siswa baru, kerjasama dengan POMG/BP dan masyarakat, kelembagaan, kegiatan 6 K dan MGMP, pusat pendidikan dan latihan pelajaran (PPLP) dan kelas olahraga, laboratorium, perpustakaan, ketram-pilan, bimbing an dan konseling dan surat menyurat/perkantoran. Supervisi edukatif mencakup kurikulum kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan bim-bingan dan konseling serta pemanfaatan siaran televisi.
      Jika ditinjau dari orang yang melakukan supervisi dan yang disupervisi, supervisi men-cakup supervisi dilakukan oleh pengawas dan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah. Objeknya adalah guru mata pelajaran dan guru pembimbing, dan staf administratif. Supervisi edukatif dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah, terhadap guru mata pelajaran, guru pembim-bing, tenaga edukatif yang lain, tenaga administrasi dan siswa. Supervisi edukatif oleh pengawas mencakup kurikulum, kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan bimbingan dan konseling, pemanfaatan program siaran televisi pendidikan sekolah. Supervisi edukatif oleh kepala sekolah mencakup kurikulum dan kegiatan belajar mengajar. Pelaksanaan supervisi baik yang mencakup administrasi mau-pun edukatif, menggunakan instrumen dengan format-format tertentu.
       Manajemen terkadang terasa mendahului supervisi dalam arti bahwa beberapa bentuk organisasi dan perlengkapan untuk manajemen sekolah diperlukan sebelum suatu program pengajaran diadakan. Dalam hal ini berarti manajemen seolaholah lebih penting daripada supervisi itu sendiri. Namun harus diingat bahwa misi utama sekolah adalah pendidikan yaitu menyediakan rogram dan kegiatan belajar mengajar untuk kepentingan anak sesuai dengan tujuan pendidikan, maka supervisi menempati peranan sentral di sekolah. Charles W. Boardman (1953:8) menyebutkan “Although many principals operate as though administration were their only or their most important responsibility, from the standpoint of ist contribution to the education of pupils it is readly subordinate to spuervision”.
Kepala Sekolah banyak dalam bekerja seoolah-olah menjadikan mana-jemen se-bagai tugas mereka satu-satunya atau tanggung jawab yang paling pen-ting, namun dari sudut pandang tentang dukungannya terhadap pendidi-kan siswa, sesungguhnya manajemen adalah subordinasi dari supervisi. Pandangan profesional memberikan peranan kepada supervisi lebih besar, sehingga menempatkan pengajaran dan supervisi sebagai kegiatan sentral bagi sekolah.
Hariwung (1989:210) menyebutkan bahwa hubungan tugas mana-jemen dan supervisi dalam melayani tugas pendidikan ada dalam tiga bentuk yaitu saling tumpang tindih, suatu dominasi dan suatu konflik. Manajemen menunjukkan cara dan sifat yang lebih birokratis, sedangkan supervisi menunjukkan cara dan sifat profesional. Supervisi pada dasarnya adalah aspek tugas dalam tubuh manajemen, bidang tugasnya lebih khusus kepada perbaikan pendidikan dan pengajaran di sekolah, namun titik berat materi tugasnya berbeda dengan manajemen.
Peranan manajemen dalam menunjang operasionalisasi tugas pendidikan di sekolah sangat besar demikian pula halnya degan supervisi. Dalam jangka panjang dapat melahirkan tuntutan yang lebih mendasar. Tuntutan tersebut perlu didasari dengan supervisi dan dalam tugasnya haruslah menunjang aspek pertanggungjawaban 
       Supervisi sangat penting dalam pengembangan pendidikan Peter F. Oliva (1976) mengungkap sebagai berikut: 
The more fact that there are supervisors employed and a of literature on supervision would seem to indicate the necessity of supervision. Teachers administrators and supervisors assume the necessity for supervision as a given their memory supervisors have always existed so presumbaly they will always exist.
       Adanya supervisor dan ilmu atau leteratur tentang supervisi merupakan bukti yang menunjukkan pentingnya supervisi. Supervisor ada dan dibutuhkan dalam strktur pendidikan saat ini dan pada masa yang akan datang. Supervisi dapat ditiadakan jika semua guru dinamis, berpengetahuan luas dan berketrampilan, tetapi bila tidak semua guru atau sedikit guru dikategorikan sempurna, maka supervisi tetap dibutuhkan.
Ada fenomena yang melemahkan eksisitensi supervisi yaitu keraguan pengaruh supervisi terhadap mengajar dan belajar di sekolah. Hal ini ber-sumber dari gaya supervisi yang menciptakan hubungan guru dan supervisor yang tidak serasi sehingga ditakuti oleh guru. Oleh kerana itu, terdapat kesan bahwa supervisi sangat kecil kemungkinannya untuk meningkatkan efektivitas mengajar pada guru dan belajar pada siswa. Supervisi akhirnya kurang mendukung tugas sekolah dan hanya menjadi tugas yang kurang dipahami oleh kalangan pendidikan maupun oleh masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian supervisor sebaiknya tidak mendasarkan peranannya pada kekuasaan atau otorita struktural, melainkan berdasarkan pendekatan yang manusiawi yaitu menempat kan guru sebagai suatu kepribadian yang utuh, memiliki potensi dan memiliki kemampuan.
Hariwung (1989) berpendapat bahwa profesionalisme berakar pada tendensi perkembangan spesialisasi di dalam dunia pekerjaan dalam kehidup-an masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat modern dibutuhkan tenaga yang berkompetensi dan profesional. Untuk mempersiapkan seseorang menjadi guru yang profesional, dibutuhkan pendidikan pre-service dan in-service. Apabila strategi ini ditempuh, maka harus diterima eksistensi supervisi sebagai salah satu usaha penting untuk memikul tanggung jawab khusus terhadap pertum-buhan guru dalam jabatannya dan perbaikan pengajaran.
Beberapa alasan tentang perlunya supervisi dalam pendidikan diungkap  oleh Peter F. Oliva (1976) sebagai berikut.
Pertama, program-program pendidikan guru tidak menghasilkan output yang siap pakai, karena lembaga pendidikan guru hanya mengajarkan pendidikan secara umum. Sementara itu perkembangan ilmu pengetahuan yang cepat tidak dapat dipelajari secara keseluruhan pada saat di lembaga pendidikan guru dan praktek mengajar bagi calon guru yang hanya berlangsung selama sepuluh minggu disekolah-sekolah latihan dengan bimbingan guru.
Ketika menjadi guru, kemampuan mengajar berkembang dengan kecepatan yang berbeda-beda sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kenyataan tersebut melahirkan satu kesimpulan bahwa guru memerlukan bantuan dari supervisor karena guru tidak sepenuhnya dipersiap oleh program pendidikan guru dan setiap guru memiliki perbedaan individu yang sangat besar dalam kecakapan, kemauan,  dan kebutuhannya.
Kedua; adanya pembatasan-pembatasan bagi guru dalam mengajar yang berasal dari peraturan sekolah, peraturan pemerintah, kondisi murid dan kondisi masyarakat. Masalah yang sering muncul adalah guru tidak memiliki hak mengajarkan suatu topik yang dilarang oleh kepala sekolah dan guru tidak dapat menolak penggunaan buku yang telah ditentukan. Guru sekolah menengah harus hidup dalam batasan-batasan tersebut mencari konteks umum yang disepakati dalam sistem sekolah. Supervisi diharapkan untuk dapat mengajar dalam kondisi yang ada.
Ketiga, adanya perubahan yang diperlukan dan tak dapat dielakkan dalam sistem pendi-dikan. Program-program sekolah dan metode selalu berkembang sesuai dengan perubahan waktu. Apabila semua guru cukup berdedikasi dan profesional dalam menyesuaikan pengetahuan dan kemampuannya dengan perubahan, maka keperluan akan supervisi dapat diminimalkan. Pengamatan terhadap beberapa orang guru oleh Peter F. Oliva (1976: 24) melahirkan kesimpulan bahwa, “Observing many teachers leads to the conclusion that without assitance some teachers will not make change. We make the assumption that the supervisors is able to help the teacher to make changes”. Guru-guru tidak dapat membuat perubahan dan supervisor dapat membantu guru untuk dapat membuat perubahan. Artinya, guru memerlukan bantuan dari supervisor dalam melaksanakan tugasnya.
Pendidikan yang diselenggarakan tidak dapat bebas dari perubahan-perubahan yang terjadi, sebagai contoh perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin cepat, globalilasi, kerusuhan-kerusuhan yang terjadi dibeberapa tempat dan suburnya birokrasi. Hal tersebut berpengaruh terhadap penyeleng-garaan pendidikan, terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan ter-sebut, diperlukan tenaga supervisor yang mampu membina guru-guru agar dapat melakukan tugas secara profesional.
Disinilah letak pentingnya supervisi pendidikan yaitu sebagai orang yang bertugas untuk membantu (assisting), memberi support (supporting) dan mengajak untuk ikut serta (sharing) dalam memecahkan masalah yang di-hadapi guru. Dengan beberapa alasan tersebut, berarti supervisi diperlukan sebagai bantuan bagi guru-guru agar lebih terlatih dan berketrampilan tinggi dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Kenyataan yang ada saat ini adalah dunia pendidikan membutuhkan lebih banyak supervisor yang dilatih dengan baik dan berketrampilan tinggi dalam mejalankan tugas-tugasnya.
G,    Prosedur  Pelaksanaan Supervisi
        Selain faktor ketepatan penggunaan teknik-teknik supervisi keberhasilan pelayanan supervisi akan berhasil secara optimal juga ditentukan oleh langkah-langkah yang ditempuh. Roert  R.Leeper  (1984) mengemukakan prosedur pelaksanaan supervisi pen-didikan sebagai berikut
7.           Diagnosis of teachers problem
8.           Designing of supervisory program
9.           Implementing of supervisory program
Pada tahap pertama seorang supervisor harus melakukan evaluasi dalam rangka mendiagnosa masalah-masalah yang dialami guru. Apa kekurangan, kelemahan dan kebutuhan guru harus difahami dengan arif oleh seorang supervisor. Setelah mereka mengetahui semua kekurangan dan kebutuhan guru supervisor dapat menyusun rencana untuk membantu mereka sesuai dengan data yang ditemukan,
                Dalam program pembinaan supervisor harus dengan jelas menetapkan pengetahuan apa yang akan ditingkatkan, ketranpilan apa yang akan diperbaiki, kepribadian mana yang akan dibina terhadap seorang guru sebagai kliennya dan kapan hal itu akan dilaksanakan. Setelah memiliki suatu program yang lengkap baru supervisor  menerapkan program tersebut secara terus menerus.    
H.    Profil  Ideal Seorang Supervisor         
        Seorang pengawas (supervisor) adalah orang yang bertugas untuk membantu guru memperbaiki kompetensi profesional dan kepribadian guru sekaligus. Konsekuensinya seorang pengawas harus memiliki kemampuan profesional lebih baik dari guru-guru yang akan dibina. Sosok seorang pengawas sebagai supervisor pendidikan menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan su-pervisi. Hal ini ditegaskan oleh Robert R. Lepeer yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan supervisi adalah
  1. Kind of person who serve as supervisor
  2. School environment that effort of supervison
  3. The quality of supervisory program, 
Tentang point (1) ditegaskan bahwa seorang supervisor dituntut memiliki :
  1. Has a warmth of personality
  2. Has ability to communicate profesionally with teachers individual and group.
  3. Has a know-how about curriculum development, and better teaching
Jika seorang pengawas memiliki ketiga hal yang dikemukakan di atas dapat dipastikan bahwa mereka akan mampu tanpil dengan penuh percya diri dan profesional.









BAGIAN  III
SUPERVISI MANAJERIAL
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang.
Kegiatan pengawasan sekolah pasti harus diawali dengan penyusunan program kerja.  Dengan adanya program kerja maka kegiatan pengawasan dapat terarah dan memiliki sasaran serta target yang jelas. Segala aktivitas pengawasan termasuk ruang lingkup, output yang diharapkan serta jadwal pengawasan dituangkan dalam program yang disusun. Hal ini sekaligus menjadi dasar acuan dan pertanggung  jawaban pengawas  dalam bekerja.
        Untuk dapat menyusun program pengawasan dengan baik, seorang pengawas perlu memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai lingkup tugasnya, menguasai  prosedur penyusunan program kerja, serta kemampuan berpikir sistematis untuk merancang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sehinggar produktif dan memberi kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Materi diklat ini dirancang untuk membekali pengawas dalam hal-hal tersebut.
B.     Dimensi Kompetensi
Dimensi kompetensi yang diharapkan  dibentuk pada akhir pendidikan dan pelatihan ini adalah dimensi kompetensi supervisi manajerial
                               
C.  Kompetensi  yang Hendak Dicapai
        Kompetensi yang hendak dicapai melalui materi pelatihan ini adalah agar pengawas mampu menyusun program kepengawasan berdasarkan visi-misi dan tujuan sekolah.
D.     Indikator Pencapaian
        Indikator pencapaian kompetensi ini adalah pengawas dapat:
1.   Memahami konsep dasar dan tujuan penyusunan program  pengawasan sekolah.
2.    Menguasai prosedur penyusunan program pengawasan sekolah.
3.    Menyusun program pengawasan sekolah secara sistematis. 





E.       Alokasi Waktu
No.
Materi Diklat
Alokasi
1.
Konsep dasar dan tujuan penyusunan program  penga- wasan sekolah
2 jam
2.
Prosedur penyusunan program pengawasan sekolah
3 jam
3.
Sistematika dan subtansi program pengawasan sekolah
2 jam

F. Skenario
1.        Perkenalan
2.        Penjelasan tentang dimensi kompetensi, indikator, alokasi waktu dan skenario pendidikan dan pelatihan penyusunan program pengawasan sekolah.
3.       Pre-test
4.        Eksplorasi pemahaman peserta berkenaan dengan penyusunan program pengawasan sekolah melalui pendekatan andragogi.
5.        Penyampaian Materi Diklat:
a.        Menggunakan pendekatan andragogi, yaitu lebih mengutamakan pengugkapan
      kembali pengalaman peserta pelatihan, menganalisis, menyimpulkan, dan mengge-neralisasi dalam suasana diklat yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan bermakna. Peranan pelatih lebih sebagai fasilitator.
   b.   Diskusi tentang indikator keberhasilan  penyusunan program penga- wasan sekolah.
      c.   Praktik penyusunan program pengawasan sekolah.
6.  Post test.
7. Refleksi bersama antara peserta dengan pelatih mengenai jalannya pela-tihan.
8. Penutup 

program pengawasan SATUAN pendidikan
A.  Siklus Kegiatan Pengawasan
      Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pengawas sekolah adalah Kom-petensi Supervisi Manajerial. Pengawas sekolah adalah tenaga kependidikan profesional yang berfungsi sebagai unsur pelaksana supervisi pendidikan yang mencakup supervisi akademik dan supervisi manajerial. Supervisi akademik terkait dengan tugas pembinaan guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Supervisi manajerial terkait dengan tugas pem-binaan kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya dalam aspek pengelolaan dan admi-nistrasi sekolah.
Ragam kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah  meliputi:
1.          Pelaksanaan analisis kebutuhan
2.          Penyusunan program kerja pengawasan sekolah
3.          Penilaian kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja tenaga kependidikan lain (TU, Laboran, dan pustakawan).
4.          Pembinaan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lain.
5.          Pemantauan kegiatan sekolah serta sumber daya pendidikan yang meliputi sarana belajar, prasarana pendidikan, biaya, dan lingkungan sekolah.
6.          Pengolahan dan analisis data hasil penilaian, pemantauan, dan pembinaan.
7.          Evaluasi proses dan hasil pengawasan.
8.          Penyusunan laporan hasil pengawasan.
9.          Tindak lanjut hasil pengawasan untuk pengawasan berikutnya.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan dalam suatu siklus secara periodik yang dapat digambarkan dalam bagan berikut ini
Program PENGAWASAN
PENILAIAN
PEMBINAAN

LAPORAN
TINDAK LANJUT
EVALUASI
PEMANTAUAN

ANALISIS HASIL
PENGAWASAN

PENGAWASAN
SEKOLAH

 










Gambar 2.1. Siklus Kegiatan Pengawasan Sekolah
Kegiatan pengawasan sekolah diawali dengan penyusunan program kerja yang dilandasi oleh hasil pengawasan pada tahun sebelumnya. Dengan berpedoman pada program kerja yang disusun, dilaksanakan kegiatan inti pengawasan meliputi penilaian, pembinaan, dan pemantauan pada setiap komponen sistem pendidikan di sekolah binaannya. Pada tahap berikutnya dilakukan pengolahan dan analisis data hasil penilaian, pembinaan, dan pemantauan dilanjutkan dengan evaluasi hasil pengawasan dari setiap sekolah dan dari semua sekolah binaan. Berdasarkan hasil analisis data, disusun laporan hasil pengawasan yang menggambarkan sejauh mana keberhasilan tugas pengawas dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan di sekolah binaannya. Sebagai tahap akhir dari satu siklus kegiatan pengawasan sekolah adalah menetapkan tindak lanjut untuk program pengawasan tahun berikutnya. Tindak lanjut pengawasan diperoleh berdasarkan hasil evaluasi kompre-hensif terhadap seluruh kegiatan pengawasan dalam satu periode.
B.  Ruang Lingkup Program Pengawasan
      Berdasarkan jangka waktunya atau periode kerjanya, program pengawasan sekolah terdiri atas: (a) program pengawasan tahunan, dan (b) program pengawasan semester. Program pengawasan tahunan disusun dengan cakupan kegiatan pengawasan pada semua sekolah di tingkat kabupaten/kota dalam kurun waktu satu tahun. Program pengawasan tahunan disusun dengan melibatkan sejumlah pengawas dalam satu Kabupaten/Kota. Program pengawasan semester merupakan penjabaran program pengawasan tahunan pada masing-masing sekolah binaan selama satu semester. Program pengawasan semester disusun oleh setiap pengawas sesuai kondisi obyektif sekolah binaanya masing-masing.
Program pengawasan sekolah adalah rencana kegiatan pengawasan yang akan dilaksanakan oleh pengawas sekolah dalam kurun waktu (satu periode) tertentu. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, pengawas sekolah harus mengawali kegiatannya dengan menyusun program kerja pengawasan yang jelas, terarah, dan berkesinambungan dengan kegiatan pengawasan yang telah dilakukan pada periode sebelumnya. Dalam konteks manajemen, program kerja pengawasan sekolah mengandung makna sebagai aplikasi fungsi perencanaan dalam bidang pengawasan sekolah.
Secara umum, program pengawasan sekolah mengandung hal-hal pokok sebagai berikut:
1.          Latar belakang
2.          Tujuan pengawasan yang ingin dicapai.
3.          Data atau informasi yang diperlukan.
4.          Deskripsi kegiatan pengawasan yang akan dilakukan.
5.          Tahapan atau rangkaian kegiatan yang menunjukkan bagaimana masalah dipecahkan serta bagaimana pekerjaan diselesaikan.
Berangkat dari tugas pokok pengawas satuan pendidikan, maka ruang lingkup kegiatan dalam program pengawasan adalah sebagai berikut:
  1. Penilaian kinerja yang akan dilakukan terhadap:
a.        Kepala sekolah.
b.       Guru.
c.        Tenaga kependidikan lain (tenaga administrasi, laboran, pustakawan).
  1. Pembinaan yang akan dilakukan terhadap:
a.        Organisasi sekolah dalam persiapan menghadapi akreditasi sekolah
b.       Kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi sekolah.
c.        Guru dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses pembe-lajaran/bimbingan berdasarkan kurikulum yang berlaku
d.       Tenaga kependidikan lain (tenaga administrasi, laboran, pustakawan) dalam pelaksanaan tugas pokoknya masing-masing
e.        Penerapan berbagai inovasi pendidikan/pembelajaran
f.         Pengawas pada jenjang di bawahnya dalam bentuk bimbingan untuk melaksanakan tugas pokok kepengawasan.
  1. Pemantauan yang akan dilakukan terhadap:
a.        Pengelolaan dan administrasi sekolah
b.       Pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan
c.        Lingkungan sekolah
d.       Pelaksanaan ujian sekolah dan ujian nasional
e.        Pelaksanaan penerimaan siswa baru
f.         Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
g.       Sarana belajar (alat peraga, laboratorium, perpustakaan).
                Cakupan program kegiatan pengawasan dapat digambarkan sebagai mana gambar 2.2. di halaman berikut.
Gambar 2.2. Cakupan Program Kegiatan Pengawasan Sekolah



PENYUSUNAN PROGRAM PENGAWASAN
A.  Prinsip Penyusunan Program Pengawasan
      Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah diperlukan serangkaian kegiatan yang terencana, terarah, serta berkesinambungan. Program pengawasan disusun dengan maksud memberikan penjelasan atas pertanyaan sebagai berikut:
1.          Why: Mengapa kegiatan pengawasan dilakukan?
2.          What: Apa tujuan dan sasaran pengawasan?
3.          Who: Siapa yang terlibat dalam pengawasan?
4.          How: Bagaimana pengawasan dilakukan?
5.          When:  Kapan pengawasan dilakukan?
Program Kerja yang disusun hendaknya mengikuti ketentuan yang disingkat ”SMART”, maksudnya:
  1. Specific artinya pokok masalah yang dijadikan program dalam penyusunan program kerja bersifat spesifik, jelas dan terfokus pada pencapaian tujuan.
  2. Measureable artinya program-program dan kegiatan-kegiatan yang dipilih dapat diukur pencapaiannya.
  3. Achieveable artinya program-program dan kegiatan-kegiatan selain dapat diukur juga harus dapat dicapai disesuaikan dengan berbagai kondisi di sekolah.
  4. Realistics artinya program-program dan kegiatan-kegiatan yang dipilih realitas, tidak mengada-ada, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan sekolah dalam pencapaian hasilnya.
  5. Time Bound artiya jelas target waktu pencapaian dalam setiap langkah kegiatan.
Sebagai suatu bentuk perencanaan, program pengawasan sekolah berkaitan dengan rangkaian tindakan atau kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengawasan. Dengan memperhatikan langkah pokok perencanaan (Stoner, 1992), terdapat empat tahapan kegiatan yang harus dilakukan dalam penyusunan program pengawasan sekolah meliputi:
1.          Menetapkan tujuan atau seperangkat tujuan
2.          Menentukan situasi pada saat ini
3.          Mengidentifikasi pendukung dan penghambat tujuan
4.          Mengembangkan seperangkat tindakan untuk mencapai tujuan.
Masruri, dkk. (2002) menyebutkan prinsip umum supervisi sebagai berikut:
1.      Supervisi merupakan bagian terpadu dari program pendidikan yang berbentuk kerja sama dan kelompok.
2.      Seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah mem-butuhkan serta terkait dengan supervisi. Oleh karena itu supervisi hendaknya memberi keuntungan bagi seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam pengembangan proses pembelajaran, serta pelaksanaan administrasi sekolah yang mundukungnya.
3.      Supervisi hendaknya membantu menjelsakan tujuan dan sasaran pendidikan dan membimbing implementasinya dalam pembelajaran, yang didukung dengan adminis-trasi yang memadai.
4.      Supervisi hendaknya membantu sikap dan hubungan manusiawi antarstaf sekolah dan mendorong berkembangnya hubungan masyarakat yang lebih efektif.
5.      Supervisi hendaknya membantu pula dalam menyelenggarakan kegi-iatan ekstra-kurikuler.
6.      Dalam supervisi diperlukan rencana jangka panjang maupun jangka pendek, yang dalam penyusunannya melibatkan personalia sekolah, pengawas, dan pihak lain yang terkait.
7.      Pengawas hendaknya mampu menafsirkan dan mempraktikkan hasil penemuan riset pendidikan dan pembaharuan dan mengitroduksikan kepada sekolah.
8.      Efektivitas program supervisi hendaknya mendapat penilaian dari mereka yang terkait/terlibat dalam kegiatan supervisi, seperti kepala sekolah dan guru, bukan hanya oleh atasan pengawas.

b.     Prosedur Penyusunan Program Pengawasan Sekolah
Dalam menyusun program pengawasan, seorang pengawas dapat memulai dengan melakukan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, dan Threats). Analisis SWOT ini dimaksudkan untuk menemukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada pada sekolah-sekolah yang berada di wilayah binaan yang akan ditingkatkan mutunya. Kekuatan adalah faktor dari dalam sekolah/madrasah yang mendorong pencapaian sasaran. Peluang adalah faktor dari luar sekolah/ madrasah yang mendorong pencapaian sasaran. Kelemahan adalah faktor dari dalam sekolah/madrasah yang menghambat pencapaian sasaran. Ancaman adalah faktor dari luar sekolah/madrasah yang menghambat pencapaian sasaran.
       Analisis dilakukan terhadap faktor internal dan eksternal wilayah dan sekolah-sekolah yang ada. Hasil analisis digunakan sebagai dasar dalam menentukan prioritas kegiatan yang perlu segera ditingkatkan mutunya. Berikut adalah ancangan analisis kebutuhan yang bisa dijadikan acuan dalam penyusunan program pengawasan.
Tabel 3.1. Perbandingan Dimensi Fakta dan Harapan 
ASPEK
FAKTA AKTUAL
ALASAN
ALTERNATIF
YG MUNGKIN
TINJAUAN TUJUAN
Apa
Apa yang sedang  dikerjakan sekarang
Mengapa hal itu dikerja-kan
Ada hal lain yang mungkin dikerjakan
Apa yang seharusnya dikerjakan.
Bagaimana
Bagaimana hal itu dikerjakan
Mengapa menempuh cara itu
Ada hal lain yang mungkin dikerjakan
Bagaimana seharusnya hal itu dikerjakan
Kapan
Kapan hal itu dikerja-kan.
Mengapa hal itu dilaku-kan pada waktu itu.
Kapan hal itu mungkin dikerjakan.
Kapan seharusnya hal itu dikerjakan.
Dimana
Di mana hal itu dikerja-kan.
Mengapa hal tersebut dikerjakan di tempat itu.
Di mana saja hal itu mungkin dikerjakan.
Di mana seharusnya hal itu dikerjakan.
Siapa
Sapa yang mengerjakan hal itu.
Mengapa mengerjakan di tempat itu
Sapa lagi yang mungkin mengerjakan hal itu
Sapa seharusnya mengerjakan hal itu
Berapa
Berapa orang yang mengerjakan hal itu.
Berapa biaya yang dikeluarkan.
Mengapa sebanyak itu (orang dan biaya)
Beraspa orang lagi dan biaya yang seharunya.
Berapa orang yang seharusnya mengerjakan hal itu. Berapa biaya ideal yang dibutuhkan.
   Selanjutnya, empat isi pokok kegiatan yang akan dituangkan dalam program kerja pengawasan tahunan yaitu:
a.          Identifikasi hasil pengawasan pada tahun sebelumnya dan kebijak- sanaan di bidang pendidikan
b.          Pengolahan dan analisis hasil pengawasan tahun sebelumnya
c.          Perumusan rancangan program pengawasan tahunan
d.          Pemantapan dan penyempurnaan rancangan program pengawasan tahunan.
Identifikasi hasil pengawasan yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya dan identifikasi kebijaksanaan di bidang pendidikan merupakan tugas pokok Pengawas Pratama. Identifikasi hasil pengawasan menggambarkan sejauhmana ketercapaian tujuan pengawasan yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya. Sebagai acuan penyusunan program pengawasan, dikemukakan pula berbagai kebijaksanaan di bidang pendidikan. Hasil identifikasi tersebut merupakan titik tolak dalam menentukan tujuan serta tindakan yang harus dilakukan pengawas sekolah tahun berikutnya. Identifikasi dilakukan untuk menjaga kesinambungan kegiatan pengawasan. Hasil pengawasan yang dianggap kurang/lemah harus lebih ditingkatkan. Hasil pengawasan yang dianggap sudah baik harus dipertahankan atau standarnya ditingkatkan.
Pengolahan dan analisis hasil pengawasan tahun sebelumnya merupakan tugas pokok Pengawas Muda. Pengolahan dan analisis hasil pengawasan yang telah dilakukan tahun sebelumnya diarahkan untuk menetapkan prioritas tujuan, sasaran, metode kerja serta langkah-langkah kegiatan dalam program pengawasan tahun berikutnya. Output pengolahan dan analisis hasil pengawasan harus mampu memberikan gambaran mengenai kondisi sekolah binaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Perumusan rancangan program pengawasan tahunan merupakan tugas pokok Pengawas Madya. Dilandasi oleh informasi yang diperoleh atas dasar identifikasi serta analisis hasil pengawasan pada tahun sebelumnya, dirumuskan rancangan program pengawasan tahunan untuk semua sekolah binaan. Rumusan rancangan program pengawasan sebaiknya dikaji secara bersama-sama oleh kelompok pengawas untuk mendapat masukan dan pertimbangan tentang tujuan, sasaran, serta kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pemantapan dan penyempurnaan rancangan program pengawasan tahunan merupakan tugas pokok Pengawas Utama. Program pengawasan tahunan yang telah dimantapkan dan disempurnakan adalah rumusan akhir yang akan dijadikan sebagai acuan oleh pengawas dalam penyusunan program pengawasan semester pada setiap sekolah binaannya.
Gambar 3.1 Alur Proses Penyusunan Program Pengawasan Tahunan
Walaupun terdapat ketentuan yang mengatur batasan kewenangan bagi setiap jenjang jabatan pengawas dalam penyusunan program pengawasan tahunan, pada kondisi tertentu seorang pengawas dapat melakukan tahapan proses yang menjadi kewenangan pengawas setingkat di atasnya. Misalnya, pemantapan dan penyempurnaan rancangan program pengawasan tahunan yang merupakan tugas Pengawas Utama dapat dilakukan oleh Pengawas Madya apabila: (1) Pengawas sekolah yang memiliki jenjang jabatan sesuai belum ada, namun butir kegiatan tersebut harus dilaksanakan; serta (2) Pengawas sekolah yang ditugaskan memiliki keahlian dan kemampuan untuk melaksanakan butir kegiatan tersebut.
Program pengawasan semester merupakan tugas pokok semua pengawas (Pratama, Muda, Madya, dan Utama) pada setiap sekolah binaannya. Program pengawasan semester adalah perencanaan teknis operasional kegiatan yang akan dilakukan oleh setiap pengawas sekolah pada setiap sekolah binaannya. Program tersebut disusun sebagai penjabaran atas program pengawasan tahunan di tingkat kabupaten/kota. Aspek lain yang dipertimbangkan dalam penyusunan program pengawasan semester adalah visi dan misi sekolah binaan. Dalam hal ini, tidak dituntut adanya kesamaan program/kegiatan pada setiap sekolah binaan. Kegiatan pengawasan pada persoalan/permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing sekolah binaan. Tidak menutup kemungkinan adanya kolaborasi antara pengawas sekolah dan kepala sekolah dalam menyusun program pengawasan semester.
Gambar 3.2. Alur Proses Penyusunan Program Pengawasan Semester
C.  Format Program Kerja
      Penyusunan program pengawasan agar lebih terfokus dapat dituangkan dalam bentuk matriks, sebelum di uraikan secara naratif. Salah satu model format adalah sebagaimana contoh matriks berikut.

Matriks 3.1 Model Format Program Kepengawasan
No
Program dan Rincian Tugas
Sasaran/
Tujuan Supervisi
Kegiatan yang dilakukan
Hasil yang Akan Diperoleh
Metode/
Teknik Supervisi
Indikator Keberhasilan
Jadwal Kerja
A
Supervisi manajerial






1. Pembinaan standar pengelolaanPenyusunan Rencana pengembangan Sekolah, dst.






2. dst






B
Supervisi Akademik






1  Pembinaan standar proses: penyusunan dan pengembangan silabus, RPP, KKM dst






2. dst







D.    SISTEMATIKA  PROGRAM pengawasan sekolah
Program pengawasan tahunan seorang pengawas satuan pendidikan seyogyanya dituangkan dalam bentuk dokumen yang lengkap. Sistematika program pengawasan tahunan dan semester dapat disusun sesuai dengan contoh sistematika sebagai berikut.
1.      Program Pengawasan Tahunan
Program kerja pengawasan sekolah tahunan dapat disusun dalam bentuk paper (makalah) dengan sistematika penulisan dan isi pokok sebagai berikut.
Halaman Judul (Sampul)
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
 BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
B.       Landasan (Dasar Hukum)
C.       Visi, Misi, dan Strategi Pengawasan
D.      Tujuan dan Sasaran Pengawasan
E.       Ruang Lingkup Pengawasan
BAB II IDENTIFIKASI HASIL PENGAWASAN DAN KEBIJAK-
            AN DALAM BIDANG PENDIDIKAN
A.      Deskripsi Hasil Pengawasan
B.       Masalah dalam Pengawasan
C.      Kebijakan dalam Bidang Pendidikan
BAB III DESKRIPSI PROGRAM PENGAWASAN
A.      Program Penilaian
B. Program Pembinaan
1. Supervisi Akademik
2. Supervisi Manajerial
C. Program Pemantauan
BAB IV PENUTUP
Isi atau uraian sistematika di atas, adalah sebagai berikut:
Latar belakang, berisi uraian tentang: (1) kondisi pendidikan yang diungkapkan dalam indikator-indikator pencapaian mutu pendidikan di wilayah kerja Dinas Pendidikan setempat; (2) harapan tentang peningkatan mutu pendidikan yang ingin dicapai pada satu tahun berikutnya; serta (3) masalah-masalah yang mungkin timbul dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang dapat dipecahkan melalui kegiatan pengawasan sekolah.
Landasan hukum, berisi uraian tentang Undang-undang, peraturan pemerintah pusat, serta peraturan pemerintah daerah yang relevan sehingga dapat dijadian acuan pelaksanaan kegiatan pengawasan sekolah.
Visi dan misi, memuat rumusan tentang: (1) visi pengawasan yang merupakan penjabaran visi Dinas Pendidikan setempat yang relevan dengan tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah; (2) misi pengawasan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan pengawasan; serta (3) strategi pengawasan yang akan diterapkan dalam melaksanakan kegiatan peng-awasan.
Tujuan, berisi uraian tujuan dan sasaran spesifik yang ingin dicapai melalui kegiatan pengawasan selama satu tahun. Tercapainya tujuan tersebut merupakan indikator keterlaksa-naan misi pengawasan dan ketercapaian visi pengawasan.
Ruang lingkup, memuat uraian tentang lingkup kegiatan pengawasan yang dijadikan dasar dalam menyusun program kerja pengawasan selama satu tahun. Ruang lingkup peng-awasan disusun dalam skala prioritas berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya.
Deskripsi hasil pengawasan berisi uraian tentang hasil yang telah dicapai dalam kegiatan pengawasan tahun sebelumnya mencakup: (1) hasil penilaian, (2) hasil pembinaan, dan (3) hasil pemantauan terhadap setiap komponen pendidikan pada semua sekolah binaan. Deskripsi hasil pengawasan dinyatakan secara kuantitatif ataupun kualitatif sesuai dengan sasaran program.
Permasalahan Berisi uraian tentang sejumlah masalah atau kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengawasan sekolah tahun sebelumnya meliputi masalah dan kendala dalam melaksanakan penilaian, pembinaan, serta pemantauan. Masalah tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai aspek-aspek yang harus dipecahkan melalui kegiatan pengawasan pada tahun berikutnya.
Kebijakan dalam pengawasan, Berisi uraian tentang kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan baik itu yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang relevan dengan kegiatan pengawasan sekolah. Uraian tersebut merupakan hasil analisis terhadap landasan (dasar hukum) serta isu-isu pendidikan yang berkembang baik di tingkat pusat ataupun di daerah.
Bab II, berisi tentang hasil pengawasan periode sebelumnya, permasa-lahan yang mengemuka, serta kebijakan-kebijakan yang relevan dengan pendidikan di wilayah binaan pengawas.
 Bab III, berisi deskripsi program, yang meliputi: penilaian, pembinaan atau supervisi baik dalam bidang akademik maupun manajerial, dan program pemantauan.

2.      Program Pengawasan Semester
Program pengawasan semester mencakup rincian teknis kegiatan yang akan dilakukan pengawas sekolah pada setiap sekolah binaan. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mening-katkan kualitas input, proses, dan hasil pendidikan pada setiap sekolah binaannya dalam jangka pendek (selama satu semester). Untuk kepentingan praktis, program pengawasan semester dapat disusun dalam bentuk matrik kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pengawas pada setiap sekolah binaannya.
Substansi yang dikembangkan dalam program pengawasan semester meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1.          Identifikasi masalah yang dihadapi oleh sekolah binaan serta upaya pemecahannya. Atas dasar masalahan tersebut, ditetapkan tujuan spesifik kegiatan pengawasan yang sejalan dengan visi dan misi sekolah binaan.
2.          Sasaran pengawasan yaitu komponen sistem pendidikan di sekolah yang dianggap paling penting mendapatkan perhatian khusus berdasarkan hasil pengawasan pada tahun sebelumnya serta hasil indentifikasi masalah yang telah ditetapkan.
3.          Deskripsi kegiatan meliputi jenis kegiatan, metode kerja/teknik yang akan digunakan, serta langkah-langkah pelaksanaan kegiatan pengawasan.
4.          Jadwal/waktu pelaksanaan kegiatan, dapat disusun dalam format time schedule tersendiri untuk semua sekolah binaan.
Contoh format program pengawasan yang disusun dalam bentuk matrik kegiatan dan time schedule dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Dalam upaya menghasilkan progam yang baik, kriteria SMART dapat digunakan sebagai acuan penyusunan program kerja dengan kepanjangan sebagai berikut: (1) Specific, artinya pokok masalah yang dijadikan program dalam penyusunan program kerja secara spesifik, jelas, dan terfokus pada pencapaian tujuan; (2) Measureable, artinya program-program dan kegiatan-kegiatan yang dipilih dapat diukur pencapaiannya; (3) Achieveable, artinya program-program dan kegiatan-kegiatan selain dapat diukur juga harus dapat dicapai disesuaikan dengan berbagai kondisi di sekolah; (4) Realistics, artimya program-program dan kegiatan-kegiatan yang dipilih realistis, tidak mengada-ada, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan sekolah dalam pencapaian hasilnya; (5) Time Bound, artinya jelas target waktu pencapaian dalam setiap langkah kegiatan.
E.     Rangkuman
Program pengawasan sekolah merupakan pedoman bagi pengawas sekolah dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Program pengawasan hendaknya disusun selaras dengan visi, misi dan tujuan pendidikan di sekolah binaan. Program yang disusun diarahkan pada layanan profesional pengawas sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Untuk mewujudkan hal tersebut, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan program pengawasan sekolah, antara lain:
1.          Kegiatan pengawasan sekolah dikembangkan atas dasar hasil pengawasan pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan sekolah harus dilak-sanakan secara berkesinam-bungan. Dalam hal ini diterapkan prinsip peningkatan mutu berkelanjutan (continous quality improvement). Walaupun terjadi pergantian pengawas, pengawas sekolah yang baru harus tetap memperhatikan apa yang telah dilaksanakan serta dicapai oleh pengawas sebelumnya.
2.          Kegiatan pengawasan sekolah mengacu pada kebijakan pendidikan baik itu kebi-jakan pendidikan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) di tingkat pusat ataupun Dinas Pendidikan setempat (kabupaten/kota).
3.          Program kegiatan pengawasan memuat prioritas pembinaan dengan target pencapaiannya dalam jangka pendek (semester), jangka menengah (satu tahun), dan jangka panjang (tiga sampai tahun). Sasasan prioritas jangka pendek ditetapkan atas dasar persoalan/masalah yang dihadapi oleh setiap sekolah binaan. Keragaman persoalan yang dihadapai akan membedakan sasaran prioritas pengawasan pada setiap sekolah.
4.          Program kerja pengawasan selalu diawali dengan penilaian kondisi awal sekolah berkaitan dengan sumber daya pendidikan, program kerja sekolah, proses bimbingan/pembelajaran, dan hasil belajar/bimbingan siswa. Pada tahap selanjutnya dilakukan penilaian serta pembinaan berdasarkan hasil penilaian. Kegiatan peng-awasan dalam satu periode (satu tahun) diakhiri dengan evaluasi hasil pengawasan dan penyusunan laporan yang dapat digunakan sebagai landasan program peng-awasan tahun berikutnya.
5.          Pelaksanaan program pengawasan bersifat fleksibel namun tidak keluar dari ketentuan tentang penilaian, pembinaan, dan pemantauan sekolah. Pengawas sekolah memiliki wewenang dalam menetapkan, metode kerja, langkah-langkah, dan indikator keberhasilan program pengawasan dengan memperhatikan kondisi obyektif sekolah yang bersangkutan.

        














          
BAGIAN  IV
SUPERVISI KLINIK

Supervisi klinik, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Harvard pada akhir dasa warsa lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski) 1982). Ada dua asumsi yang mendasari praktek supervisi klinik. Pertama, pengajaran merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara berhati-hari melalui pengamatan dan analisis ini, supervisor pengajaran akan mudah mengembangkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalnya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang kolegial daripada cara yang outoritarian (Sergiovanni, 1987).
Pada mulanya, supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam melakukan supervisi pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktek mengajar. Dalam supervisi ini ditekanannya pada klinik, yang diwujudkan adalah bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang berpraktek, Cogan (1973) mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut :
The rational and practice designed to improve the teacher’supervisi classroom performance. It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data and the relationships between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and strategies designed to improve the student’supervisi learning by improving the teacher’supervisi classroom behavior (Cogan 1973, halaman 54).
Sesuai dengan pendapat Cogan ini, supervisi klinik pada dasarnya merupakan pembinaan performansi guru mengelola proses belajar mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan praktis secara rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan perilaku mengajar guru dalam mengembangkan belajar murid-murid. Cogan sendiri menekankan aspek supervisi klinik pada lima hal, yaitu (1) proses supervisi klinik, (2) interaksi antara calon guru dan murid, (3) performansi calon guru dalam mengajar, (4) hubungan calon guru dengan supervisor, dan (5) analisis data berdasarkan peristiwa aktual di kelas.
Tujuan supervisi klinik adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiovanni (1987) ada dua sasaran supervisi klinik, yang menurut penulis merefleksi multi tujuan supervisi klinik, yang menurut penulis merefleksi multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya pengembangan profesional dan motivasi kerja guru, sebagaimana telah dikemukakan dalam bab I. Di satu sisi, supervisi klinik dilakukan untuk membangun motivasi dan komitmen kerja guru. Di sisi lain, supervisi klinik dilakukan untuk menyediakan pengembangan staf bagi guru. Sedangkan menurut dua orang teoritisi lainnya, yaitu Acheson dan Gall (1987) tujuan supervisi klinik adalah meningkatkan pengajaran  guru dikelas. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut.
1.          Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya.
2.          Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.
3.          Membantu guru mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi pengajaran.
4.          Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.
5.          Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan.
       Demikianlah sekilas konsep spuervisi klinik bila disimpulkan, maka karakteristik supervisi klinik sebagai berikut ; supervisi klinik berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan guru, tujuan supervisi klinik itu adalah untuk pengembangan profesional guru. Kegiatan supervisi klinik ditekankan pad aspek-aspek yang menjadi perhatian guru serta observasi kegiatan pengajaran di kelas, observasi harus dilakukan secara cermat dan mendetail, analisis terhadap hasil observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru dan hubungan antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bukan autoritarian.
Penjelasan konsep supervisi klinik dan beberapa hasil penelitian tentang keefektifannya membawa kita untuk menyakini betapa pentingnya supervisi klinik sebagai satu pendekatan dalam mengembangkan pengajaran guru. Sudah seharusnyalah setiap supervisor pengajaran berusaha untuk menerapkannya bagi guru-guru yang menjadi kawasan tanggung jawabnya. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana prosedurnya.
       Menurut Cogan (1973) ada delapan kegitan dalam supervisi klinik yang dinamainya dengan siklus supervisi klinik. Di sini istilah siklus mengandung dua pengertian pertama., prosedur supervisi klinik terdiri dari sejumlah tahapan yang merupakan proses yang berkesi-nambungan. Kedua, hasil pertemuan tahap akhir menjadi masukan untuk tahap pertama pada siklus berikutnya. Kedelapan tahap yang dikemukakan oleh Cogan adalah sebagai berikut (1) tahap membangun dan memantapkan hubungan guru-supervisor, (2) tahap perencanaan bersama guru, (3) tahap perencanaan strategi observasi, (4) tahap observasi pengajaran, (5) tahap analisis proses pembelajaran, (6) tahap perencanaan strategi pertemuan, (7) tahap pertemuan, dan (8) tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya.
Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga aktivitas dalam proses supervisui klinik, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap observasi, dan (3) tahap evaluasi dan analisis. Menurut Oliva (1984) ada tiga aktivitas esensial dalam proses supervisi klinik, yaitu (1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi kelas (2) observasi kelas, dan (3) tindak lanjut observasi kelas. Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) ada lima kegiatan dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya dengan sequence of supervision, yaitu (1) pertemuan sebelum observasi (2) observasi, (3) analisis dan strategi, (4) pertemuan supervisi, dan (5) analisis sesudah pertemuan supervisi.
Demikianlah, walaupun berbeda deskripsi pada para teriotisi di atas tentang langkah-langkah proses supervisi klinik, sebenarnya langkah-langkah ini bisa dikembalikan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan. Dalam buku ajar  sederhana ini penulis lebih cenderung membagi siklus supervisi klinik menajdi tiga tahap juga sebagaimana tersebut di atas. Deskripsi demikian juga dikemukakan oleh Acheson dan Gall (1987), Alexander Mackie College of advanced Education (1981) dan Mantja (1984).

1.         Tahap Pertemuan Awal

Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan awal (pre-conference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas sehingga banyak juga para teoritisi supervisi klinik yang menyebutkan dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi (preobservation Conference). Menurut Sergiovanni (1987) tidak ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.
       Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan, bersama antara supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir pertemuan awal ini adalah kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal ini tercipta kerja sama, hubungan kemanusian dan komunikasi yang baik antara supervisor dengan guru. Selanjutnya kualitas hubngan yang baik antara supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu para teoritisi banyak menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan secara rileks dan terbuka. Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru terhadap supervisor, sebab kepercayaan ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan pertemuan awal ini. Kepercayaan ini berkenaan dengan kenyakinan guru bahwa supervisor memperhatikan minat atau perhatian guru.
       Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam pertemuan awal ini supervisor bisa menggunakan waktu 20 sampai 30 menit, kecuali jika guru mem-punyai permasalahan khusus yang membutuhkan diskusi panjang. Pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan di satu ruangan yang netral, misalnya kafetaria, atau bisa juga di kelas. Pertemuan di ruang kepala sekolah atau supervisor kemungkinannya akan membuat guru menjadi tidak bebas. Secara teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam per-temuan awal ini, yaitu (1) menciptakan suasana yang akrab dan terbuka, (2) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam pengajaran. (3) menerjemahkan perhatian guru ke dalam tingkah laku yang bisa diamati, (4) mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki pengajaran guru, (5) membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri (6) menetapkan waktu observasi kelas, (7) menyeleksi instrumen observasi kelas, dan (8) mem-perjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam.
       Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda yag harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal. Agenda tersebut adalah :
a.          Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru tentang apa saja yang akan diobservasi.
1)          Tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran
2)          Hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan program pengajaran yang diimplementasikan.
3)          Aktivitas yang akan diobservasi
4)          Kemungkinan perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-unsur lain berdasarkan persetujuan interaktif antara supervisor dan guru.
5)          Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru.
b.         Menetapkan mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi :
1)          Waktu (jadwal) observasi
2)          Lamanya observasi
3)          Tempat observasi
c.          Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi meliputi:
1)          Dimana supervisor akan duduk selama observasi
2)          Akankah supervisor menjelaskan kepada murid-murid mengenai tujuan observasinya jika demikian, kapan sebelum ataukah setelah pelajaran.
3)          Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus.
4)          Akankah supervisor berinteraksi dengan murid-murid
5)          Perlukah adanya material atau persiapan khusus
6)          Bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi

2.         Tahap Observasi Pembelajaran

Tahap kedua dalam proses supervisi klinik adalah tahap observasi mengajar secara sistematis dan obyektif. Perhatian observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan kegiatan-kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat observasi mengajar ini sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal.
Observasi mengajar, mungkin akan terasa sangat kompleks dan sulit, dan tidak jarang adanya supervisor yang mengalami kesulitan. Dengan demikian supervisor dituntut untuk menggunakan bermacam-macam ketrampilan. Menurut Daresh (1989) ada dua aspek yang harus diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan sesudah melaksanakan observasi mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek yang akan diobservasi mengajar dan bagaimana cara mengobservasinta.Aspek-aspek yang akan diobservasi harus sesuai dengan hasil diskusi antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan awal. Aliva (1984) menegas-kan sebagai berikut :
If we follow through with the cycle of clinical supervisor the teacher and supervisor in the preobservation conference have decided on the specific behaviors of teacher and students which the supervisor will observe. The supervisor concentrates on the presence or absence of the spesific behaviors (Oliva : 1984, halaman 502).
Sedangkan mengenai bagaimana mengobservasi juga perlu mendapatkan perhatian. Maksud baik supervisi akan tidak berarti apabila usaha-usaha observasi tidak bisa memper-oleh data yang seharusnya diperoleh. Tujuan utama pengumpulan data adalah untuk memper-oleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk mengadakan tukar pikiran dengan guru setelah observasi aktivitas yang telah dilakukan di kelas. Di sinilah letak pentingnya teknik dan instrumen oberservasi yang bisa digunakan untuk mengobservasi guru mengelola proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan teknik dan instrumen ini, sebenarnya pada peneliti telah banyak yang mengembangkan bermacam-macam teknik yang bisa digunakan dalam mengobservasi  pengajaran. Acheson dan Gall (1987)  mereview beberapa teknik dan mengajurkan kita untuk menggunakannya dalam proses supervisi klinis beberapa teknik tersebut adalah sebagai berikut:
a.          Selective verbatim. Di sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis, yang bisa dibuat dengan a verbatim transcript. Sudah barang tentu tidak semua kejadian verbal harus direkam dan sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-kejadian tertentu yang harus direkam secara selektif. Transkrip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan dan bisa juga menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.
b.          Rekaman observasional berupa a seating chart. Di sini, supervisor mendoku-mentasikan perilaku-perilaku murid-murid sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung. Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi di deskripsikan secara bergambar. Melalui penggunaan a seating chart ini, supervisor bisa mendokumentasikan secara grafis interaksi guru dengan murid-murid dengan murid. Sehingga dengan mudah diketahui apakah guru hanya berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian murid, apakah semua murid atau hanya sebagian murid yang terlibat proses belajar mengajar.
c.          Wide-lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas dan cerita yang panjang lebar. Teknik ini bisa juga disebut dengan anecdotal record.
d.          Checkliss and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan mengumpulkan data perilaku belajar mengajar.Perilaku pembelajaran ini sebelumnya telah dikla-sifikasi atau dikategorikan. Contoh yang paling baik prosedur ini dalam observasi supervisi klinik adalah skala analisis interaksi Flanders (Flanders; 1970). Dalam ana-lisis ini, aktivitas kelas diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembi-caraan guru, pembicaraan murid dan tidak ada pembicaraan (silence), Tabel 4.1 merupakan satu contoh analisis interaksi Flanders

Tabel 4.1  Kategori Analisis Interaksi Franders








Guru Berbicara
Respons
1.        Perasaan menerima. Menerima dan mengklasi- fikasi sikap/perasaan murid dalam cara yang tidak menakutkan. Perasaan ini bisa positif atau negatif.
2.        Penghargaan dan dorongan.Penghargaan dan dorongan terhadap murid, misalnya dengan mengatakan “um hum” atau teruskan. Ini merupakan upaya menghindari ketegangan.
3.        Menerima atau menggunakan ide murid. Menjawab pembicaraan murid. Mengklasifikasi, membangun, atau mengajukan pertanyan berdasarkan ide-ide murid.

4.        Bertanya. Bertanya tentang isi dan prosedur, berdasarkan ide guru, dengan maksud murid akan menjawabnya.
Inisiasi
5.        Berceramah. Mengemukakan fakta atau opini tentang isi atau prosedur: mengekspresikan idenya sendiri, memebrikan penjelasan sendiri
6.        Memberikan petunjuk. Memberi petunjuk, komando, perintah, di mana murid melakukan
7.        Mengkritik. Mengemukakan sesuatu untuk mengubah perilaku murid dari pola yang tak diterima menjadi pola yang diterima.

Respons
8.        Murid berbicara-merespons. Murid berbicara untuk merespons kontak guru yang situasinya terbatas


9.        Murid berbicara-inisiasi. Murid mengemukakan idenya baik secara spontan maupun dalam sosia lisasi guru. Kebebasan mengembangkan opini/ pemikiran; berjalan di luar struktur yang ada.

Inisiasi
10.     Kesunyian atau kebingungan. Istirahat, kesunyian sebentar, kebingunan karena komunikasi tidak bisa dimengerti pengamat.
Sumber: Acheson, K.A dan Gall, M.D.1987. Techniques in the the Clinical Supervision of Teachers. White Plains, N.Y., Longman

Checklist lainnya yang bisa digunakan untuk mengarahkan observasi pengajaran adalah apa yang disebut dengan istilah timeline coding technique yang telah dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu, yang memang didesain untuk mempelajari strategi pengajaran. Di sini, supervisor mencatat perilaku guru maupun murid dalam waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya selama waktu-waktu tertentu ditetapkan sebelumnya disediakan selama proses pembelajaran. Teknik ini bisa disediakan data terhadap guru yang mereka rasa harus diobservasi dan dikembangkan. Instrumen ini bisa mengarahkan supervisor dalam observasinya dan menyediakan balikan yang spesifik dalam klasifikasi waktu yang diingin kan.
Demikianlah beberapa teknik yang telah direview oleh Acheson dan Gall telah dikemukakan, bisa digunakan untuk mengarahkan dan mempermudah tahap observasi dalam proses supervisi klinik. Supervisor yang efektif seha- rusnya menyadari adanya beberapa teknik ini dan berusaha memiliki satu atau lebih teknik sesuai dengan perhatian guru yang akan diobservasi. Namun sayangnya, menurut  Daresh (1989), dengan melihat dari waktu ke waktu, yang terjadi justru sebaliknya. Dan banyak hal, supervisor hanya belajar satu teknik observasi yang disukainya, misalnya teknik analisis Interaksi Flanders, dan menggunakannya setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi kelebihan-hkelebihan setiap teknik dengan cepat akan hilang apabila supervisor lebih berwawasan terhadap hanya satu teknik yang dipahami dan disukai dengan tidak mengikuti perhatian pengajaran guru.

3.          Tahap Pertemuan Balikan

Tahap ketiga dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan balikan. Pertemuan balikan dilakukan segera setelah melaksanakan observasi pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap hasil observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah ditindaklanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai onserver, terhadap proses belajar mengajr. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini adalah ditekankan pada identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara perilaku guru dan murid yang direncanakan dan perilaku aktual guru dan murid, serta membuat keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya akan dilakukan sehu- bungan dengan perbedaan yang ada.
Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk mengem- bangkan perilaku guru dengan cara memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesifik, konkrit, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru (Sergiovanni, 1987). Paling tidak ada lima manfaat pertemuan balikan bagi guru,sebagaimana dikemukakan oleh Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981), yaitu , (1) guru bisa diberik penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam kerjanya, (2) isu-isu dalam pengajaran bisa didefinisikan bersama supervisor dan guru dengan tepat, (3) supervisor bila mungkin dan perlu, bisa berupaya mengintervensi secara langsung guru untuk memberikan bantuan didaktis dan bimbingan, (4) guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri, dan (5) guru busa diberi pengetahuan tambahan untuk meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang akan datang.
Tentunya sebelum mengadakan pertemuan balikan ini supervisor terlebih dahulu menganalisa hasil observasi dan merencanakan bahan yang akan dibicarakan dengan guru. Begitu pula diharapkan guru menilai dirinya sendiri. Setelah itu dilakukan pertemuan balikan ini. Dalam pertemuan balikan ini sangat diperlukan adanya keterbukaan antara supervisor dan guru. Sebaiknya, pertama-tama supervisor menanamkan kepercayaan pada diri guru bahwa pertemuan balikan ini bukan untuk menyalahkan guru melainkan untuk memberikan masukan balikan. Oleh sebab banyak para teoritisi yang menganjurkan agar pertama-tama yang harus dilakukan oleh supervisor dalam setiap pertemuan balikan adalah memberikan penguatan (reinforcement) terhadap guru. Baru setelah melanjutkan dengan analisis bersama setiap aspek pengajaran yang menjadi perhatian supervisi klinis. Berikut ini beberapa langkah penting yang harus dilakukan selama pertemuan balikan.
a.          Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannya terhadap pengajaran yang dilakukan, kemudian supervisor berusaha memberikan penguatan (reinforcement).
b.          Menganalisa pencapaian tujuan pengajaran. Di sini supervisor bersa- ma guru mengidentifikasi perbedaan antara tujuan pengajaran yang direncanakan dan tujuan pengajaran yang dicapai.
c.          Menganalisa target keterampilan dan perhatian utama guru. Di sini (supervisor bersama guru mengidentifikasi target ketrampilan dan perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum dicapai. Bisa jadi pada saat ini supervisor menunjukkan hasil rekaman observasi, sehingga guru mengetahui apa yang telah dilakukan dan dicapai, dan yang belum sesuai dengan target ketrampilan dan perhatian utama guru sebagaimana disepakati pada tahap pertemuan awal. Apabila dalam kegiatan observasi supervisor merekam proses belajar mengajar dengan alat elektronik, misalnya dengan menggunakan alat syuting, maka sebaiknya hasil rekaman ini dipertontonkan kepada guru sehingga ia dengan bebas melihat dan menafsirkannya sendiri.
d.          Supervisor menanyakan perasaannya setelah enganalisis target keterampilan dan perhatian utamanya.
e.          Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses supervisi klinik. Disini supervisi memberikan kesempatan kepada guru untuk menyimpulkan target keterampilan dan perhatian utamanya yang telah dicapai selama proses supervisi klinis.
f.           Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus menetapkan rencana berikutnya.
Demikian tiga pokok dalam proses supervisi klinik. Ketiga tahap ini sebenarnya berbentuk siklus, yaitu tahap pertemuan awal, tahap observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan. Rincian ketiga tahap ini telah dibahas di muka, dan terangkum dalam gambar 6.1 berikut ini.
Tahap Pertemuan Awal
Ø  Menganalisa rencana pelajaran.
Ø  Menetapkan bersama guru aspek-aspek yang akan diobservasi dalam mengajar.
Tahap Observasi Mengajar
Ø  Mencatat peristiwa selama pengajaran.
Ø  Catatan harus obyektif dan selektif.
Tahap Pertemuan Balikan
Ø  Menganalisa hasil observasi bersama guru.
Ø  Menganalisa perilaku mengajar
Ø  Bersama menetapkan aspek-aspek yang harus dilakukan untuk membantu perkembangan keterampilan mengajar berikutnya
 









Gambar 4.1  Siklus Supervisi Klinis
Sumber :       Didapatkan dari Alexander Mackie. 1981. Supervision Of Practice Teaching. Sydney, Australia: Primary, p. 2.
  Dalam pelaksanaan supervisi klinik sangat diperlukan iklim kerja yang baik dalam pertemuan awal, observasi pengajaran, maupun dalam pertemuan balikan. Faktor yang sangat menentukan keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran adalah kepercayaan (trust) pada guru bahwa tugas supervisor semata-mata untuk membantu  mengembangkan pengajaran guru. Upaya memperoleh kepercayaan guru ini memerlukan satu iklim kerja yang oleh para teoritisi disebut dengan istilah kolegial (collegial). Pelaksanaan supervisi klinik bisa dikatakan telah memiliki iklim kolegial apabila antara supervisor dan guru bukan” … Something that a superordinate (an administrator or supervisor, for example) does to a teacher, but as a peer-to-peer activity” (Daresh : 1989, halaman 218). Di samping ini, untuk melaksanakan supervisi klinik sangat diperlukan kesediaan supervisor dan guru untuk meluangkan waktunya. Setiap pelaksanaan supervisi klinik akan memerlukan waktu yang lama.

DAFTAR PUSTAKA
Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F.1981. Instructional Supervision, A Behavior System, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Danim, Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982.  Alat Penilaian Kemampuan Guru: Buku I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.
----------------. 1982. Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.

--------------. 1996. Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi, Jakarta: Depdikbud
-------------- .1996. Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditny
            Jakarta: Depdikbud.
 --------------.1997. Pedoman Pembinaan  Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar

--------------. 1997. Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah: Jakarta: Proyek  Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, TK dan SLB

--------------.1998. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas
                  Sekolah dan Angka Kreditnya, Jakarta: Depdikbud.
---------------. 2003. Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Glickman, C.D 1995. Supervision of Instruction. Boston: Allyn And Bacon Inc.
Gwynn, J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead &      Company.

McPherson, R.B., Crowson, R.L., & Pitner, N.J. 1986. Managing Uncertainty: Administrative Theory and Practice in Education. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Pub. Co.
Oliva, Peter F. 1984. Supervision For Today’s School. New York: Longman.
Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim.2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Sergiovanni, T.J. 1982. Editor. Supervision of Teaching. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
--------------------1987. The Principalship, A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon.
---------------1979. Supervision: Human Perspective. New York: McGraw-Hill Book Company.



                  























MODUL
SUPERVISI  PENDIDIKAN









Oleh
                                         1.  Dr.  Djailani AR, M.Pd
     2.   Drs. M.Gade Cut  Ahmad, M.Pd













PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU
RAYON  01 UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2010





1 komentar:

Syafieh mengatakan...

ass. pa kabar bang Muhammad Yani. sang tokoh pendidikan di Aceh. Salam kenal dari saya. blog abang bermanfaat kali. kalo ada waktu kunjungi juga yaa blog ane http://syafieh.blogspot.com

Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ