1.
Dinamika
Negara Kebangsaan Indonesia
Indonesia
merupakan negara kepulauan dengan jumlah kurang lebih 13.677 pulau terbentang
dari Sabang sampai Merauke. Secara geografis letak Indonesia berada dalam
posisi yang strategis karena berada pada jalur predagangan dunia. Potensi
sumber daya alam Indonesia juga tidak kalah dengan negara-negara lain, baik
migas maupun non migas. Dari segi sumber daya manusia Indonesia memiliki jumlah
penduduk yang sangat banyak, dari beraneka ragam suku bangsa dan mempunyai
kebudayaan yang unik.
Namun
ironis jika kita melihat kondisi bangsa Indonesia saat ini, Indonesia dengan
potensi baik sumber daya alam dan sumber daya manusia yang baik justru
mengalami stagnasi atau bahkan kemunduran. Konflik-konflik masih sering terjadi,
dan seperti menjadi agenda rutin bangsa Indonesia. Adanya gerakan pemberontakan
di Indonesia bukanlah menjadi hal baru bagi bangsa Indonesia, kita lihat pada
zaman orde lama ada pemberontakan gerakan 30 September, disusul oleh DI/TII,
GAM, RMS dan lain-lain, dan semuanya diselesaikan melalui cara “khas”
pemerintah Indonesia yaitu melalui senjata. Sepintas penumpasan gerakan
pemberontakan melalui operasi militer tersebut terlihat efektif, namun pada
kenyataannya tindakan tersebut tidak menyentuh sama sekali esensi permasalahan
yang dihadapi bangsa Indonesia. Doktrin NKRI adalah harga mati tidak disertai
pemahaman yang mendalam tentang arti penting integrasi bangsa, yang selama ini
ditanamkan hanyalah integrasi kewilayahan semata.
Pancasila dan Primordialisme
Fenomena
lain yang dapat dilihat sebagai permasalahan bangsa Indonesia adalah lunturnya
kepercayaan warga negara Indonesia terhadap Pancasila, atau bisa disebut
pudarnya nasionalisme warga negara. Pancasila memang pada awalnya didesain
untuk menampung seluruh keanekaragaman kebudayaan bangsa Indonesia sekaligus
sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara tiap-tiap warga negaranya.
Pancasila dipahami sebagai esensi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, namun
seberapa efektif nilai-nilai luhur bangsa Indonesia tersebut dapat selaras
dengan implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
Adalah
kenyataan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beraneka ragam, di atas ribuan
pulau, dari Sabang sampai Merauke hidup ratusan suku, bahasa, dan etnik, yang
menganut berbagai agama, tetapi dari keanekaragaman tersebut Indonesia rawan
konflik. Konflik dapat berbentuk primordial bersifat horizontal, misalnya antar
suku, sentimen agama, antara penduduk asli dan pendatang. Tetapi ada juga
konflik yang bersifat vertikal, yaitu antara rakyat biasa dengan penguasa yang
dapat dikenal antara “masyarakat” dan “mereka”. Dengan begitu sudah tentulah
bangsa Indonesia menuju disintegrasi, kesadaran masyarakat akan heterogenitas
semakin menurun, bahkan banyak yang merasa acuh tak acuh.
Rezim
orde baru menekan perilaku politik masyarakat yang sebetulnya sangat mendasar
seperti harapan, tuntutan, kritik, dan penolakan terhadap pemerintah. “Mereka”
seakan – akan tidak peduli dengan “kami”, “mereka” membangun untuk mereka
sendiri, sedangkan “kami” tidak dapat menikmatinya karena merasa sama sekali
tidak dilibatkan dalam pembangunan itu. Kemudian muncullah perpecahan sosial
yang sangat rentan diprovokasi oleh segelintir pihak dan mempunyai akibat yang
sangat memprihatinkan seperti kerusuhan, perusakan, pembakaran, penjarahan,
jika sudah begitu masyarakat memikirkan dirinya sendiri, ada yang asyik
menjarah benda – benda berharga dan ada juga yang “asyik” merinding melihat
sisi gelap manusia, inikah sebenarnya potret bangsa Indonesia? Yang katanya
makmur oleh pembangunan, tetapi di balik tembok kemakmuran ada kemelaratan,
ketertindasan individu atau golongan akibat perbedaan status sosial maupun
status politik masyarakat. Tercermin dari sana identitas kita sebagai bangsa Indonesia
adalah samar – samar, rasa sebagai satu kesatuan tampak memudar.
Kebangsaan
secara hakiki hidup dari penghayatan. Suatu bangsa mempunyai identitas atau
disebut “identitas kebangsaan”. Bangsa Indonesia memiliki identitas kebangsaan
berupa beranekaragamnya suku, kelompok etnis, golongan agama, budaya, bahasa,
dan membentuk identitas primordial. Primordial yang merupakan ketertanaman
nilai – nilai, perasaan – perasaan, wawasan – wawasan yang tersosialisasikan
sejak kecil merupakan syarat keutuhan personal dan psikis seseorang. Tetapi
akan berbeda lagi jika primordialisme tersebut berkembang menjadi
primordialisme fanatik, manusia sudah tidak menganggap lagi pluralitas sebagai
kesatuan bangsa, keterikatan primordial menjadi lebih dominan di dalam dirinya,
berbahaya karena akan ada kecenderungan menguasai golongan lain karena merasa
dirinya ( dalam konteks individu ) atau golongannya ( dalam konteks sosial )
lebih baik dari yang lain. Konflik horizontal seperti penyerangan-penyerangan
terhadap kelompok Ahmadiyah, pembakaran Pura umat Hindu di Lombok, pembubaran
pengajian Syi’ah di Pasuruan sebenarnya tidak perlu terjadi jika adanya
pemahaman toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan nilai tersebut
sudah tercantum dalam Pancasila mulai dari sila pertama sampai kelima yang
tidak dapat terpisahkan.
Oleh
karena itu untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang
pluralis dibutuhkan demokrasi dan keadilan sosial, dengan keterbukaan di mana
harapan, tuntutan, kritikan, dan penolakan masyarakat dapat terungkap dan
tersalurkan sehingga terbangunlah interaksi kita sebagai bangsa Indonesia yang
lebih komunikatif dan adil. Segala bentuk ego primordialisme dapat ditekan, dan
dengan menyadari kepluralan bangsa Indonesia kita merupakan integrasi yang kuat
dan mempunyai identitas sosial. Keterikatan sebagai satu bangsa menumbuhkan
rasa nasionalisme, tinggal bagaimana caranya rasa nasionalisme ini dikelola
sehingga bermanfaat bagi kelangsungan bangsa dan negara Indonesia, bukan
sebaliknya, rasa nasionalisme berlebihan “memicu” primordialisme fanatik
sebagai bangsa Indonesia di antara bangsa – bangsa yang lain yang ada di dunia.
Tantangan globalisasi dan implikasinya bagi bangsa Indonesia
Menurut
Fendry Ponomban (2001), apa yang disebut-sebut dan dimaksud dalam globalisasi
bersumber pada realitas liberalisasi ekonomi sebagai gagasan awalnya.
Argumentasi yang dipakai adalah bahwa derap langkah perkembangan teknologi dan
komunikasi serta perdagangan internasional kini mendasarkan dirinya pada paradigma
borderless world yang tidak mengenal batas-batas teritorial kedaulatan negara
bangsa. Implikasi perkembangan teknologi dan informasi ini meluas pada
bidang-bidang lain di luar masalah perdagangan ekonomi yakni bidang sosial
budaya lainnya. Dengan demikian, akar dari kecenderungan ini adalah kemajuan
teknologi yang membuka jalan bagi terciptanya mekanisme transaksi ekonomi yang
begitu canggih sehingga mendorong dinamika sosial lainnya.
Memang
jika kita lihat globalisasi seolah-olah membuka mata kita terhadap dunia luar,
dengan adanya akses internet kita dapat mendapat informasi lintas benua hanya
dalam hitungan detik, transaksi uang sampai pertemanan juga dapat dilakukan
lewat internet, namun apa implikasinya terhadap kehidupan sosial budaya bangsa
Indonesia? Apakah bermanfaat ataukah hanya akan merugikan bangsa Indonesia di
kemudian hari?
Globalisasi
di bidang ekonomi membawa nilai – nilai individual, liberal, kapitalistik,
mengakibatkan sistem ekonomi colectiveness. Kebijakan ekonomi internasional
menyulitkan negara – negara berkembang dengan pasar bebas. Pasar bebas menuntut
kualifikasi kualitas yang tinggi. Untuk bersaing di level internasional
diperlukan kualifikasi yang memenuhi standar, sedangkan negara – negara
berkembang masih terus berusaha untuk mencapai standar mutu internasional.
Tetapi di samping itu globalisasi memberikan kesempatan untuk meningkatkan
kualitas produk. Apa yang terjadi di Indonesia saat ini sungguh ironis,
alih-alih globalisasi dapat memicu kualitas ekspor kita, tetapi pada kenyataannya
Indonesia justru mengimpor, bahkan beras dan gula pun diimpor dengan alasan
ketersediaan stok pangan dalam negeri harus berada pada level aman.
Globalisasi
di bidang politik identik dengan ideologi. Demokrasi menjadikan negara – negara
terbuka dalam hal ekonomi, sosial, budaya. Negara tidak lagi membatasi hak
sipil dan hak politik warga negaranya. Di dalam demokrasi ditekankan
sportivitas, ada nilai – nilai kompetisi yang dapat memajukan suatu individu
maupun kelompok. Demokrasi bersifat masif, menyangkut orang banyak, tetapi kita
dihadapkan pada tantangan – tantangan globalisasi, tantangan tersebut dapat
membawa kita ke hal yang positif dan yang negatif, tergantung bagaimana kita
menyikapi dan meresponnya.
Dampak
positif globalisasi dapat kita lihat sebagai suatu yang menggiurkan,
pembangunan meningkat, sumber daya manusia maju, kehidupan terasa lebih simpel
dan mudah karena adanya kemajuan teknologi. Industrialisasi juga menjadi
hegemoni dari globalisasi. Tetapi apakah itu semua membawa Indonesia ke dalam
kemakmuran? Ternyata tidak, Indonesia belum memenuhi syarat itu semua, jika
terlihat bahwa Indonesia sukses dalam globalisasi pada era orde baru itu
dikarenakan disokong oleh pihak luar, pemerintah hanyalah menjadi boneka
imperialis, Indonesia dibangun tetapi sumberdayanya dihisap. Modernisasi
dijadikan klise kepentingan imperialisme global, tidak hanya itu modernisasi
dan globalisasi memberikan “cultural shock” terhadap bangsa Indonesia khususnya
generasi muda.
Budaya
pop sampai saat ini telah mendarah daging dalam generasi muda Indonesia, hidup
bermewah-mewah bergaya kebarat-baratan, seks bebas, dari alkohol sampai jarum
suntik sudah dianggap lazim bagi generasi muda, kalau tidak bergaya seperti itu
dianggap nggak gaul. Informasi yang tidak terbatas ditambah hujan produk asing
seperti menyilaukan mata generasi muda seolah-olah produk asing itu yang paling
baik, lalu produk dalam negeri ditinggalkan.
Globalisasi
sebenarnya hanyalah perangkat untuk memuluskan jalan bagi kepentingan kapitalis
neoliberal. Menurut Mansour Fakih dengan neoliberal sistem ekonomi berusaha
diliberalisasi agar terciptanya integrasi ekonomi bangsa-bangsa ke dalam suatu
ekonomi global. Adapun poin-poin penting ajaran neoliberal adalah: (1)
membiarkan pasar bekerja, jangan dibatasi oleh negara dengan tujuan menekan
pengeluaran upah terhadap buruh dengan memecah belah persatuan mereka dan
membonsai hak-haknya, melenyapkan kontrol pasar, membiarkan pasar bekerja
sendiri dan membebaskan arus kapital, barang dan jasa, (2) mengurangi pemborosan
dengan memangkas subsidi terhadap pelayanan publik dalam bidang pendidikan,
sosial, kesehatan dan jaminan sosial lainnya, (3) adanya deregulasi ekonomi,
yaitu mengubah semua aturan negara yang mengekang kebebasan berusaha dan segala
proteksi aturan untuk membela kelompok rentan, termasuk dalam hal aturan dampak
lingkungan dan keselamatan kerja, (4) dilakukannya privatisasi terhadap badan
usaha milik negara dan menyerahkannya kepada swasta atau investor baik asing
maupun dalam negeri, (5) tidak boleh ada barang-barang yang dimiliki oleh
publik untuk mendukung hidup mereka karena hal itu tidak sesuai dengan pasar
bebas, dan menyerahkan tanggung jawab kehidupan publik kepada masing-masing
individu.
Implikasi
yang ditimbulkan sangatlah nyata, semakin tingginya kesenjangan antara pemilik
modal yang berinvestasi dengan warga negara biasa, adanya semacam perlakuan
khusus terhadap investor berupa pembebasan pajak, tetapi di sisi lain pajak
bagi warga negara dinaikkan. Kasus BLBI pun tidak lepas dari perlakuan khusus
pemerintah terhadap bankir-bankir yang berinvestasi di Indonesia, lemahnya
sistem dan tingginya budaya KKN semakin memuluskan jalan menuju keterpurukan
bangsa.
Alternatif Solusi
Kompleksnya
permasalahan kebudayaan dan kebangsaan Indonesia memang tidak dapat
diselesaikan secara mudah, namun usaha perlu dilakukan agar Indonesia dapat
lepas dari belenggu keterpurukan. Cara yang dapat dilakukan adalah perlu
ditanamkan kembali pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila yang notabene
merupakan akumulasi nilai luhur bangsa yang telah mendarah daging di bawah
keanekaragaman sosio-kultural, penguatan budaya dan kearifan lokal serta perlu
adanya reformasi sistem hukum dan birokrasi untuk meminimalisir budaya KKN.
2.
PANCASILA
SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA
Filsafat
Pancasila
Filsafat
Secara etimologis istilah “filsafat” atau bahasa Inggrisnya disebut “philosophi” berasal dari bahasa Yunani “philien” (cinta) dan “sophos” (hikmah/kearifan) atau bisa juga diartikan “cinta kebijaksanaan”.
Secara etimologis istilah “filsafat” atau bahasa Inggrisnya disebut “philosophi” berasal dari bahasa Yunani “philien” (cinta) dan “sophos” (hikmah/kearifan) atau bisa juga diartikan “cinta kebijaksanaan”.
Pancasila
Secara ringkas Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh.
Secara ringkas Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh.
Pancasila sebagai dasar filsafat
negara Indonesia pada hakikatnya adalah sebagaimana nilai-nilainya yang
bersifat fundamental menjadi suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara
Indonesia, menjadi wadah yang fleksibel bagi faham-faham positif untuk
berkembang dan menjadi dasar ketentuan yang menolak faham-faham yang
bertentangan seperti Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama,
Kolonialisme, Diktatorisme, Kapitalis, dan lain-lain.
Fungsi Utama
Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia
Filsafat Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Sebagaimana yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
Sebagaimana yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
Filsafat
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Dalam pengertian ini, Pancasila
merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau
dengan kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan
negara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila
merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara
Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah serta
pemerintahan negara.
Pancasila
Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang
Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan
ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan
bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah
pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang
masa.
Bukti
Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
Sebagai filsafat dan pandangan
hidup bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat.
Antara lain terkenallah temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata
bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan
dalam GBHN 1983 sebagai “satu-satunya azas” dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara.
Pancasila sebagai falsafah
kategori pertama adalah perwujudan bentuk bangunan yang diangan-angankan dalam
penggambaran diatas kertas, dan Pancasila sebagai falsafah kategori yang kedua
adalah adanya lokasi serta tingkat ketersediaan bahan-bahan untuk
merealisasikan bangunan yang dicita-citakan. Pancasila sebagai falsafah yang
dimaksudkan adalah tiap sila didalamnya yang (oleh karena perkembangan sejarah)
selain masih tetap berfungsi sebagai landasan ideologis, iapun telah memperoleh
nilai-nilai falsafi didalam dirinya, yang dapat kita masukkan kedalamnya adalah
sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia.
Pancasila
yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di
kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun
dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan
cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan
didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang
menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang
BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia
merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945
Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar
yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat
yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan
dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Peraturan
selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan
yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus
didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber
pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari
UUD.
Oleh
karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi
peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas
tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan
Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh
negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan
dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari
jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa
Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber huum (sumber huum formal,
undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan
hukum).
Di
sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh
masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah
Indonesia.
Adalah
suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat,
dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu
model yang didatangkan dari luar negeri.
Dasar
negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia,
Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah
air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila
mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia
sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain
sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi
hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal
dan abadi.
3.
MEMBINA
KESADARAN BERKONSTITUSI
Kelompok I
4.
HAK
DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Kelompok II
5.
DEMOKRASI
DI INDONESIA
Kelompok IV
6.
GEOPOLITIK
INDONESIA
Kelompok V
7.
GEOSTRATEGI
INDONESIA
Kelompok VI
8.
POLITIK
DAN STRATEGI NASIONAL
Kelompok V
9.
PEMBANGUNAN
DAERAH DALAM KERANGKA NKRI
Kelompok VI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar