PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Jumat, 23 November 2012

INDONESIA


1.       Dinamika Negara Kebangsaan Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah kurang lebih 13.677 pulau terbentang dari Sabang sampai Merauke. Secara geografis letak Indonesia berada dalam posisi yang strategis karena berada pada jalur predagangan dunia. Potensi sumber daya alam Indonesia juga tidak kalah dengan negara-negara lain, baik migas maupun non migas. Dari segi sumber daya manusia Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, dari beraneka ragam suku bangsa dan mempunyai kebudayaan yang unik.
Namun ironis jika kita melihat kondisi bangsa Indonesia saat ini, Indonesia dengan potensi baik sumber daya alam dan sumber daya manusia yang baik justru mengalami stagnasi atau bahkan kemunduran. Konflik-konflik masih sering terjadi, dan seperti menjadi agenda rutin bangsa Indonesia. Adanya gerakan pemberontakan di Indonesia bukanlah menjadi hal baru bagi bangsa Indonesia, kita lihat pada zaman orde lama ada pemberontakan gerakan 30 September, disusul oleh DI/TII, GAM, RMS dan lain-lain, dan semuanya diselesaikan melalui cara “khas” pemerintah Indonesia yaitu melalui senjata. Sepintas penumpasan gerakan pemberontakan melalui operasi militer tersebut terlihat efektif, namun pada kenyataannya tindakan tersebut tidak menyentuh sama sekali esensi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Doktrin NKRI adalah harga mati tidak disertai pemahaman yang mendalam tentang arti penting integrasi bangsa, yang selama ini ditanamkan hanyalah integrasi kewilayahan semata.

Pancasila dan Primordialisme
Fenomena lain yang dapat dilihat sebagai permasalahan bangsa Indonesia adalah lunturnya kepercayaan warga negara Indonesia terhadap Pancasila, atau bisa disebut pudarnya nasionalisme warga negara. Pancasila memang pada awalnya didesain untuk menampung seluruh keanekaragaman kebudayaan bangsa Indonesia sekaligus sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara tiap-tiap warga negaranya. Pancasila dipahami sebagai esensi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, namun seberapa efektif nilai-nilai luhur bangsa Indonesia tersebut dapat selaras dengan implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
Adalah kenyataan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beraneka ragam, di atas ribuan pulau, dari Sabang sampai Merauke hidup ratusan suku, bahasa, dan etnik, yang menganut berbagai agama, tetapi dari keanekaragaman tersebut Indonesia rawan konflik. Konflik dapat berbentuk primordial bersifat horizontal, misalnya antar suku, sentimen agama, antara penduduk asli dan pendatang. Tetapi ada juga konflik yang bersifat vertikal, yaitu antara rakyat biasa dengan penguasa yang dapat dikenal antara “masyarakat” dan “mereka”. Dengan begitu sudah tentulah bangsa Indonesia menuju disintegrasi, kesadaran masyarakat akan heterogenitas semakin menurun, bahkan banyak yang merasa acuh tak acuh.
Rezim orde baru menekan perilaku politik masyarakat yang sebetulnya sangat mendasar seperti harapan, tuntutan, kritik, dan penolakan terhadap pemerintah. “Mereka” seakan – akan tidak peduli dengan “kami”, “mereka” membangun untuk mereka sendiri, sedangkan “kami” tidak dapat menikmatinya karena merasa sama sekali tidak dilibatkan dalam pembangunan itu. Kemudian muncullah perpecahan sosial yang sangat rentan diprovokasi oleh segelintir pihak dan mempunyai akibat yang sangat memprihatinkan seperti kerusuhan, perusakan, pembakaran, penjarahan, jika sudah begitu masyarakat memikirkan dirinya sendiri, ada yang asyik menjarah benda – benda berharga dan ada juga yang “asyik” merinding melihat sisi gelap manusia, inikah sebenarnya potret bangsa Indonesia? Yang katanya makmur oleh pembangunan, tetapi di balik tembok kemakmuran ada kemelaratan, ketertindasan individu atau golongan akibat perbedaan status sosial maupun status politik masyarakat. Tercermin dari sana identitas kita sebagai bangsa Indonesia adalah samar – samar, rasa sebagai satu kesatuan tampak memudar.
Kebangsaan secara hakiki hidup dari penghayatan. Suatu bangsa mempunyai identitas atau disebut “identitas kebangsaan”. Bangsa Indonesia memiliki identitas kebangsaan berupa beranekaragamnya suku, kelompok etnis, golongan agama, budaya, bahasa, dan membentuk identitas primordial. Primordial yang merupakan ketertanaman nilai – nilai, perasaan – perasaan, wawasan – wawasan yang tersosialisasikan sejak kecil merupakan syarat keutuhan personal dan psikis seseorang. Tetapi akan berbeda lagi jika primordialisme tersebut berkembang menjadi primordialisme fanatik, manusia sudah tidak menganggap lagi pluralitas sebagai kesatuan bangsa, keterikatan primordial menjadi lebih dominan di dalam dirinya, berbahaya karena akan ada kecenderungan menguasai golongan lain karena merasa dirinya ( dalam konteks individu ) atau golongannya ( dalam konteks sosial ) lebih baik dari yang lain. Konflik horizontal seperti penyerangan-penyerangan terhadap kelompok Ahmadiyah, pembakaran Pura umat Hindu di Lombok, pembubaran pengajian Syi’ah di Pasuruan sebenarnya tidak perlu terjadi jika adanya pemahaman toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan nilai tersebut sudah tercantum dalam Pancasila mulai dari sila pertama sampai kelima yang tidak dapat terpisahkan.
Oleh karena itu untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang pluralis dibutuhkan demokrasi dan keadilan sosial, dengan keterbukaan di mana harapan, tuntutan, kritikan, dan penolakan masyarakat dapat terungkap dan tersalurkan sehingga terbangunlah interaksi kita sebagai bangsa Indonesia yang lebih komunikatif dan adil. Segala bentuk ego primordialisme dapat ditekan, dan dengan menyadari kepluralan bangsa Indonesia kita merupakan integrasi yang kuat dan mempunyai identitas sosial. Keterikatan sebagai satu bangsa menumbuhkan rasa nasionalisme, tinggal bagaimana caranya rasa nasionalisme ini dikelola sehingga bermanfaat bagi kelangsungan bangsa dan negara Indonesia, bukan sebaliknya, rasa nasionalisme berlebihan “memicu” primordialisme fanatik sebagai bangsa Indonesia di antara bangsa – bangsa yang lain yang ada di dunia.

Tantangan globalisasi dan implikasinya bagi bangsa Indonesia
Menurut Fendry Ponomban (2001), apa yang disebut-sebut dan dimaksud dalam globalisasi bersumber pada realitas liberalisasi ekonomi sebagai gagasan awalnya. Argumentasi yang dipakai adalah bahwa derap langkah perkembangan teknologi dan komunikasi serta perdagangan internasional kini mendasarkan dirinya pada paradigma borderless world yang tidak mengenal batas-batas teritorial kedaulatan negara bangsa. Implikasi perkembangan teknologi dan informasi ini meluas pada bidang-bidang lain di luar masalah perdagangan ekonomi yakni bidang sosial budaya lainnya. Dengan demikian, akar dari kecenderungan ini adalah kemajuan teknologi yang membuka jalan bagi terciptanya mekanisme transaksi ekonomi yang begitu canggih sehingga mendorong dinamika sosial lainnya.
Memang jika kita lihat globalisasi seolah-olah membuka mata kita terhadap dunia luar, dengan adanya akses internet kita dapat mendapat informasi lintas benua hanya dalam hitungan detik, transaksi uang sampai pertemanan juga dapat dilakukan lewat internet, namun apa implikasinya terhadap kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia? Apakah bermanfaat ataukah hanya akan merugikan bangsa Indonesia di kemudian hari?
Globalisasi di bidang ekonomi membawa nilai – nilai individual, liberal, kapitalistik, mengakibatkan sistem ekonomi colectiveness. Kebijakan ekonomi internasional menyulitkan negara – negara berkembang dengan pasar bebas. Pasar bebas menuntut kualifikasi kualitas yang tinggi. Untuk bersaing di level internasional diperlukan kualifikasi yang memenuhi standar, sedangkan negara – negara berkembang masih terus berusaha untuk mencapai standar mutu internasional. Tetapi di samping itu globalisasi memberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas produk. Apa yang terjadi di Indonesia saat ini sungguh ironis, alih-alih globalisasi dapat memicu kualitas ekspor kita, tetapi pada kenyataannya Indonesia justru mengimpor, bahkan beras dan gula pun diimpor dengan alasan ketersediaan stok pangan dalam negeri harus berada pada level aman.
Globalisasi di bidang politik identik dengan ideologi. Demokrasi menjadikan negara – negara terbuka dalam hal ekonomi, sosial, budaya. Negara tidak lagi membatasi hak sipil dan hak politik warga negaranya. Di dalam demokrasi ditekankan sportivitas, ada nilai – nilai kompetisi yang dapat memajukan suatu individu maupun kelompok. Demokrasi bersifat masif, menyangkut orang banyak, tetapi kita dihadapkan pada tantangan – tantangan globalisasi, tantangan tersebut dapat membawa kita ke hal yang positif dan yang negatif, tergantung bagaimana kita menyikapi dan meresponnya.
Dampak positif globalisasi dapat kita lihat sebagai suatu yang menggiurkan, pembangunan meningkat, sumber daya manusia maju, kehidupan terasa lebih simpel dan mudah karena adanya kemajuan teknologi. Industrialisasi juga menjadi hegemoni dari globalisasi. Tetapi apakah itu semua membawa Indonesia ke dalam kemakmuran? Ternyata tidak, Indonesia belum memenuhi syarat itu semua, jika terlihat bahwa Indonesia sukses dalam globalisasi pada era orde baru itu dikarenakan disokong oleh pihak luar, pemerintah hanyalah menjadi boneka imperialis, Indonesia dibangun tetapi sumberdayanya dihisap. Modernisasi dijadikan klise kepentingan imperialisme global, tidak hanya itu modernisasi dan globalisasi memberikan “cultural shock” terhadap bangsa Indonesia khususnya generasi muda.
Budaya pop sampai saat ini telah mendarah daging dalam generasi muda Indonesia, hidup bermewah-mewah bergaya kebarat-baratan, seks bebas, dari alkohol sampai jarum suntik sudah dianggap lazim bagi generasi muda, kalau tidak bergaya seperti itu dianggap nggak gaul. Informasi yang tidak terbatas ditambah hujan produk asing seperti menyilaukan mata generasi muda seolah-olah produk asing itu yang paling baik, lalu produk dalam negeri ditinggalkan.
Globalisasi sebenarnya hanyalah perangkat untuk memuluskan jalan bagi kepentingan kapitalis neoliberal. Menurut Mansour Fakih dengan neoliberal sistem ekonomi berusaha diliberalisasi agar terciptanya integrasi ekonomi bangsa-bangsa ke dalam suatu ekonomi global. Adapun poin-poin penting ajaran neoliberal adalah: (1) membiarkan pasar bekerja, jangan dibatasi oleh negara dengan tujuan menekan pengeluaran upah terhadap buruh dengan memecah belah persatuan mereka dan membonsai hak-haknya, melenyapkan kontrol pasar, membiarkan pasar bekerja sendiri dan membebaskan arus kapital, barang dan jasa, (2) mengurangi pemborosan dengan memangkas subsidi terhadap pelayanan publik dalam bidang pendidikan, sosial, kesehatan dan jaminan sosial lainnya, (3) adanya deregulasi ekonomi, yaitu mengubah semua aturan negara yang mengekang kebebasan berusaha dan segala proteksi aturan untuk membela kelompok rentan, termasuk dalam hal aturan dampak lingkungan dan keselamatan kerja, (4) dilakukannya privatisasi terhadap badan usaha milik negara dan menyerahkannya kepada swasta atau investor baik asing maupun dalam negeri, (5) tidak boleh ada barang-barang yang dimiliki oleh publik untuk mendukung hidup mereka karena hal itu tidak sesuai dengan pasar bebas, dan menyerahkan tanggung jawab kehidupan publik kepada masing-masing individu.
Implikasi yang ditimbulkan sangatlah nyata, semakin tingginya kesenjangan antara pemilik modal yang berinvestasi dengan warga negara biasa, adanya semacam perlakuan khusus terhadap investor berupa pembebasan pajak, tetapi di sisi lain pajak bagi warga negara dinaikkan. Kasus BLBI pun tidak lepas dari perlakuan khusus pemerintah terhadap bankir-bankir yang berinvestasi di Indonesia, lemahnya sistem dan tingginya budaya KKN semakin memuluskan jalan menuju keterpurukan bangsa.

Alternatif Solusi
Kompleksnya permasalahan kebudayaan dan kebangsaan Indonesia memang tidak dapat diselesaikan secara mudah, namun usaha perlu dilakukan agar Indonesia dapat lepas dari belenggu keterpurukan. Cara yang dapat dilakukan adalah perlu ditanamkan kembali pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila yang notabene merupakan akumulasi nilai luhur bangsa yang telah mendarah daging di bawah keanekaragaman sosio-kultural, penguatan budaya dan kearifan lokal serta perlu adanya reformasi sistem hukum dan birokrasi untuk meminimalisir budaya KKN.

2.       PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA
Filsafat Pancasila
Filsafat
                Secara etimologis istilah “filsafat” atau bahasa Inggrisnya disebut “philosophi” berasal dari bahasa Yunani “philien” (cinta) dan “sophos” (hikmah/kearifan) atau bisa juga diartikan “cinta kebijaksanaan”.
Pancasila
                Secara ringkas Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh.
                Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya adalah sebagaimana nilai-nilainya yang bersifat fundamental menjadi suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia, menjadi wadah yang fleksibel bagi faham-faham positif untuk berkembang dan menjadi dasar ketentuan yang menolak faham-faham yang bertentangan seperti Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama, Kolonialisme, Diktatorisme, Kapitalis, dan lain-lain.
Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia
                Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Sebagaimana yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
Filsafat Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
                Dalam pengertian ini, Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah serta pemerintahan negara.
Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
                Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Bukti Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
                Sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat. Antara lain terkenallah temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai “satu-satunya azas” dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
                Pancasila sebagai falsafah kategori pertama adalah perwujudan bentuk bangunan yang diangan-angankan dalam penggambaran diatas kertas, dan Pancasila sebagai falsafah kategori yang kedua adalah adanya lokasi serta tingkat ketersediaan bahan-bahan untuk merealisasikan bangunan yang dicita-citakan. Pancasila sebagai falsafah yang dimaksudkan adalah tiap sila didalamnya yang (oleh karena perkembangan sejarah) selain masih tetap berfungsi sebagai landasan ideologis, iapun telah memperoleh nilai-nilai falsafi didalam dirinya, yang dapat kita masukkan kedalamnya adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia.
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia.
Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri.
Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi.



3.       MEMBINA KESADARAN BERKONSTITUSI

Kelompok I

                                                                                                                                                   




4.       HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Kelompok II





5.       DEMOKRASI DI INDONESIA


Kelompok IV




6.       GEOPOLITIK INDONESIA  

Kelompok V





7.       GEOSTRATEGI INDONESIA   

Kelompok VI





8.       POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Kelompok V




9.       PEMBANGUNAN DAERAH DALAM KERANGKA NKRI

Kelompok VI


Tidak ada komentar:

Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ