Prof. Dr. Dede Rosyada, MA: “Perlu Peta Distingsi dalam Penyelenggaraan Pasca.”
Tanggal : 8/13/2012 2:06:00 PM Sumber : Kelembagaan Diktis
Senin, 13/08/2012.
Hari ini dan Selasa esok hari adalah momentum bagi beberapa PTAIN dan
PTAIS mempresentasikan proposal penyelenggaraan Program Magister. Senin
ini ada 4 (empat) STAIN yang berada di luar Jawa yang akan
mempresentasikannya, yaitu STAIN Sultan Qaimuddin Kendari, STAIN
Watampone (Sulawesi), STAIN Al-Malikussaleh Lhoksemawe (Aceh), dan STAIN
Palangkaraya (Kalimantan). Sedangkan hari selasa, ada 3 STAI Negeri
yakni STAIN Kudus (Jawa Tengah), STAIN Pamekasan (Jawa Timur) dan STAIN
Bukittinggi (Sumatera), dan 3 STAI Swasta yaitu INSTIKA Guluk-Guluk
(Madura), STAINU Jakarta dan STAINU Kebumen (Jawa).
Mencermati
perkembangan kelembagaan pascasarjana yang jumlahnya mencapai 75
lembaga, dengan 36 Pascasarjana pada PTAIN dan 39 Pascasarjana pada
PTAIS, maka perlu dilakukan pemetaan distingsi akademik. “Perlu ada
pemetaan distingsi penyelenggaraan pascarsarjana pada pendidikan tinggi
Islam ini,” pinta Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Direktur Pendidikan Tinggi
Islam pada saat memberikan pengarahan. Mencuatnya statemen ini
dilatarbelakangi oleh kondisi bahwa program studi yang diajukan oleh
PTAI baik Negeri maupun swasta cenderung seragam, yakni bidang ilmu
pendidikan. Direktur meminta agar PTAIN di wilayah-wilayah tertentu
mengembangkan karakter masing-masing yang berbeda-beda. Bahkan
dimungkinkan untuk resource sharing, yakni penyebaran SDM seperti
Guru Besar di beberapa PTAIN “gemuk” untuk di”titip”kan di PTAI yang
sedang mengalami masa “pertumbuhan”. Para Guru Besar inilah yang akan
melakukan pendampingan terhadap PTAI tersebut dalam mengembangkan
karakternya.
Merujuk
pada Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa program magister
adalah program keilmuwan, bukan vokasi, maka penyelenggara PTAI harus
mampu memperkuat sisi akademik dan keilmuwan para mahasiswanya. “Karena
itulah pemberian Ijin Pascasarjana diperketat dan harus berpijak pada
kekuatan kajian akademik,” komentar Dr. Mastuki, Kepala Subdit
Kelembagaan. Direktorat Pendidikan Tinggi Islam telah mencoba
mengembangkan desain tersebut pada PTAI Swasta. Sebagai contohnya adalah
Program Magister Ilmu Aqidah pada ISID Gontor Ponorogo, dan Magister
Pendidikan Bahasa Arab bagi Non Arab pada STAI Darullughah wa Ad-Da’wah
Bangil Pasuruan. “PTAIN diharapkan mampu mengembangkan kreasi ke arah
sana,” pintanya.
Semangat
menggebu-nggebu untuk penyelenggaraan Program Magister dengan program
studi yang “melintas batas” ini tampak dalam memberikan respon atas
kritikan tim penilai. Salah satunya adalah Ibnu Elmi, Ketua STAIN
Palangkaraya yang langsung gayung bersambut memaparkan kekhasan
lokalitas PTAI di Palangkaraya. Ketua yang baru dilantik tersebut
langsung mengungkapkan bahwa kajian Islam Lokal dan Dayak adalah isu
yang paling kuat dan memungkinkan.
Dalam
forum presentasi ini, tim pengkaji dan penilai proposal yang dihadirkan
adalah Prof. Dr. Aziz Fachrurrozi, MA (UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta), Dr. Muhammad Zein, MA (Kasubdit Akademik Diktis), Dr. Ishom
Yusqi, MA (Kasubdit Ketenagaan Diktis), Drs. Khaeroni, M.Si (kasubdit
Penelitian dan PKM Diktis), dan Dr. Mastuki, MA (Kasubdit Kelembagaan
Diktis). ***nis***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar