PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Sabtu, 15 Desember 2012

PTK


POTENSI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
DALAM MEMBERDAYAKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
UNDER ACHIEVMENT

(Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya: ISBN: 978-979-1553-85-0)



Oleh:

Baskoro Adi Prayitno


Abstrak: Kemampuan akademik siswa terklasifikasi menjadi siswa akademik atas, sedang, dan bawah. Sebagian besar orang meyakini, siswa akademik bawah (under achievment) selamanya berprestasi rendah. Sementara itu, prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan akademik. Prestasi belajar lebih banyak ditentukan oleh waktu yang diberikan kepada siswa untuk belajar. Siswa akademik bawah dapat sejajar prestasi belajarnya dengan siswa akademik atas jika mereka diberikan waktu belajar yang mencukupi. Persoalannya, alokasi waktu belajar siswa di sekolah uniform bagi semua siswa. Akibatnya, profil prestasi belajar siswa berbentuk kurva normal. Siswa akademik bawah selamanya berprestasi rendah. Pembelajaran kooperatif berpotensi mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas. Sehingga, kegiatan remedial teaching yang faktanya di lapangan sekedar kegiatan re-test dapat diminimalkan.


Kata Kunci: Prestasi Belajar, Kemampuan Akademik, Pembelajaran Kooperatif


Prestasi belajar siswa merupakan salah satu indikator dari keberhasilan sebuah tujuan pembelajaran. Berbagai cara dilakukan oleh guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Namun, prestasi belajar siswa selalu terdistribusi dalam tiga kelompok, yaitu siswa berprestasi belajar tinggi, sedang, dan rendah. Siswa berprestasi belajar rendah sering dianggap sebagai siswa bodoh yang tidak tertolong lagi pretasi belajarnya. Sebagian besar orang meyakini, fenomena tersebut disebabkan karena perbedaan kemampuan akademik tiap-tiap siswa.
Sementara itu, Caroll (1965) dalam (Joyce dan Weil, 2000) menyatakan, prestasi belajar tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan akademik siswa. Prestasi belajar lebih banyak dipengaruhi oleh alokasi waktu yang diberikan kepada siswa untuk belajar. Siswa akademik atas membutuhkan waktu belajar lebih singkat untuk menguasai materi pelajaran. Sebaliknya, siswa akademik bawah membutuhkan waktu belajar lebih lama untuk menguasai materi pelajaran. Siswa akademik bawah dapat sejajar prestasi belajarnya dengan siswa akademik atas, jika mereka diberikan waktu belajar yang mencukupi. Persoalannya, sekolah mengalokasikan waktu belajar yang uniform bagi semua siswa tanpa melihat kemampuan akademik siswa individu per individu.
Remedial teaching sering digunakan oleh guru untuk menolong siswa akademik bawah agar mencapai ketuntasan minimal. Namun, karena keterbatasan waktu, remedial teaching berubah sekedar re-test. Siswa akademik bawah diberi kesempatan mengikuti re-test untuk mencapai ketuntasan minimal. Remedial teaching yang tadinya berpotensi memberikan waktu belajar yang mencukupi bagi siswa akademik bawah, menjadi kurang bermanfaat karena tergantikan oleh kegiatan re-test. Akibatnya, siswa akademik bawah jarang mencapai ketuntasan minimal.
Sementara itu, siswa akademik atas merasa frustrasi, karena dalam kegiatan belajar mengajar, mereka harus menunggu siswa akademik bawah menguasai materi pelajaran. Guru sering kali mengulang-ngulang materi pelajaran guna memberikan kesempatan bagi siswa akademik bawah untuk memahami materi pelajaran. Untuk mengatasi frustasi siswa akademik atas, beberapa guru memberikan pengayaan. Namun, pengayaan justru membuat siswa akademik bawah semakin frustrasi. Mereka merasa tertinggal jauh dalam penguasaan materi pelajaran dibandingkan siswa akademik atas.
Berdasarkan kesenjangan harapan dan kenyataan di atas, diperlukan solusi tepat tanpa harus melanggar aturan terkait waktu belajar yang uniform bagi semua siswa. Selain itu, solusi tersebut diharapkan dapat meminimalkan kegiatan remedial teaching.
Teori yang mendasari alternatif solusi mengacu pada teori Caroll yang menyatakan, prestasi belajar bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan akademik siswa. Prestasi belajar lebih banyak ditentukan oleh alokasi waktu yang diberikan pada siswa untuk belajar. Siswa berkemampuan akademik atas membutuhkan waktu belajar lebih singkat dalam menguasai materi pelajaran. Sedangkan, siswa akademik bawah membutuhkan waktu belajar lebih lama untuk menguasai materi pelajaran. Terkait hal tersebut, diperlukan pengkajian strategi pembelajaran yang berpotensi mensejajarkan prestasi siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas.
Tulisan ini bertujuan mengkaji pembelajaran apa yang paling tepat dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas? Pembelajaran dimaksud yaitu pembelajaran kooperatif. Argumen yang mendasari pemilihan pembelajaran kooperatif dalam upaya mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas diuraikan lebih lanjut.
Pokok-pokok uraian pada tulisan ini yaitu, 1) Kemampuan akademik. Pada bagian ini, dibahas teori mengapa muncul variasi kemampuan akademik pada siswa? Selain itu, dibahas bagaimana meningkatkan kemampuan akademik siswa. 2) Konsep dasar pembelajaran kooperatif. Pada bagian ini, dibahas pengertian, manfaat, dan contoh sintaks pembelajaran kooperatif, dan 3) Bagaimana pembelajaran kooperatif dapat mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik atas dengan siswa akademik bawah?


KEMAMPUAN AKADEMIK
Kemampuan akademik siswa menurut Nasution (2000) diklasifikasikan menjadi tiga yaitu kemampuan akademik atas, sedang, dan bawah. Siswa akademik atas cenderung mempunyai prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan dengan siswa akademik bawah. Siswa akademik atas oleh orang awam dikenal sebagai siswa pandai. Siswa akademik bawah oleh orang awam lebih dikenal sebagai siswa bodoh. Penggunaan istilah siswa pandai dan bodoh sesungguhnya kurang tepat. Pada bagian ini, dibahas teori mengapa muncul variasi kemampuan akademik pada siswa? dan bagaimana meningkatkan kemampuan akademik siswa?


Variasi Kemampuan Akademik
Istilah kemampuan akademik berkaitan dengan teori kecerdasan. Menurut Mulyasa (2004), teori kecerdasan sangat beragam. Salah satu teori kecerdasan yang dapat menjelaskan adanya variasi kemampuan akademik siswa adalah teori kecerdasan menurut Binet. Binet dalam (Mulyasa, 2004) menyatakan, usia biologis tidak selamanya linier dengan usia mental seseorang seperti dinyatakan oleh Piaget. Piaget membagi perkembangan intelektual manusia menjadi tahap, (1) sensori motor (0-2 tahun), (2) pra-operasional (2-7 tahun), (3) operasional konkret (7-11 tahun), dan (4) operasional formal (11 tahun ke atas). Kenyataanya, menurut Binet kecerdasan seorang anak mungkin lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan usia biologisnya. Misalnya, seorang anak berumur 10 tahun ada yang sudah mampu mengerjakan tugas anak umur 15 tahun. Sebaliknya, anak umur 15 tahun ada yang tidak mampu mengerjakan tugas anak umur 10 tahun.
Di sekolah, anak terdistribusi dalam kelas dengan usia yang tidak jauh berbeda (kalau tidak boleh dikatakan sama). Pembagian ini barangkali dilandasi oleh teori perkembangan intelektual yang didasarkan usia kronologis oleh Piaget. Meskipun mereka mempunyai usia kronologis yang sama namun sesungguhnya mereka mempunyai usia mental (kecerdasan) yang berbeda satu sama lain. Penelitian oleh Caroll (1965) dalam (Joyce dan Weil, 2000) menyatakan, jika siswa didistribusikan secara normal dan mereka diberikan pembelajaran dengan kualitas dan waktu belajar yang sama maka capaian hasil belajar siswa terdistribusi dalam bentuk kurva normal. Siswa terdistribusi dalam tiga kelompok yaitu, siswa dengan hasil belajar rendah, sedang, dan tinggi.
Nasution (2000) menyatakan, kemampuan akademik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Variasi kemampuan akademik siswa di dalam kelas dapat diklasifikasikan menjadi siswa berkemampuan akademik atas, sedang, dan rendah. Pemberian pengalaman belajar yang sama pada siswa akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan akademik.


Meningkatkan Kemampuan Akademik Siswa
Banyak orang percaya variasi kemampuan akademik siswa terkait dengan permasalahan genetis yang tidak bisa dirubah. Anak berkemampuan akademik bawah selamanya menunjukkan prestasi belajar rendah. Sebaliknya, anak berkemampuan akademik tinggi selamanya akan menunjukkan prestasi belajar tinggi. Sementara itu, Caroll dalam (Joyce dan Weil, 2000) menyatakan, keberhasilan belajar bukan hanya ditentukan oleh kemampuan akademik (kecerdasan) siswa semata. Keberhasilan belajar lebih banyak ditentukan oleh alokasi waktu yang disediakan kepada siswa untuk belajar. Siswa akademik bawah dapat menyamai prestasi belajar siswa akademik atas jika mereka diberikan waktu belajar yang mencukupi.
Kegiatan pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan waktu yang diperlukan siswa untuk belajar. Selain itu, pembelajaran akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa jika pembelajaran tersebut mampu memberikan pengalaman fisik secara langsung, pengalaman logiko matematik, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kegiatan transmisi sosial dengan siswa-siswa yang lain. Selain itu, pembelajaran akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa jika pembelajaran tersebut mampu merangsang kemampuan pengaturan diri sendiri.


PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Bagian ini membahas pengertian, manfaat, dan sintaks pembelajaran kooperatif sederhana (STAD) dan kooperatif kompleks (GI) sebagai contoh. Pembaca dapat mengkaji untuk contoh tipe-tipe kooperatif yang lain.


Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Istilah cooperative learning menurut Lie (2008) sepadan dengan pembelajaran kooperatif dalam bahasa Indonesia. Falsafah dasar pembelajaran kooperatif adalah homo homini socius yaitu falsafah yang memandang kerjasama antar manusia merupakan kebutuhan dasar manusia. Tejada (2002) dan Slavin (2005) menyatakan, pembelajaran kooperatif menuntut siswa bekerja dalam kelompok kecil dan saling membantu untuk mempelajari materi pelajaran. Fong (2007) menyatakan, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok kecil. Mereka bekerja sama dalam kelompok kecil tersebut untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif mempunyai karater berbeda dengan pembelajaran kelompok tradisional. Menurut Lie (2008) dan Tejada (2002), karakter pembelajaran kooperatif yaitu, (1) saling ketergantungan positif di antara anggota kelompok. Keberhasilan kelompok tergantung pada usaha setiap anggotanya, (2) tanggung jawab individu dan kelompok. Kelompok bertanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama, setiap individu bertanggung jawab atas pekerjaannya masing-masing, (3) interaksi yang baik. Anggota kelompok bekerja sama untuk memahami materi dengan saling memberikan dukungan dan bantuan, (4) adanya keterampilan interpersonal dan kelompok. Pembelajaran kooperatif mendorong terjadinya pembelajaran keterampilan sosial seperti kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan penanganan konflik, (5) anggota kelompok berdiskusi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif terdiri dari berbagai tipe. Tipe-tipe pembelajaran kooperatif antara lain Student Team-Achievement Divisions (STAD), Team-Game-Tournaments (TGT), Team-Assisted Individualization (TAI), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Group Investigation (GI), CO-OP CO-OP, Jigsaw, dan Complex Instruction (Lie 2008; Slavin, 2005). Lie (2008) menyatakan, perbedaan tipe pembelajaran kooperatif terletak pada perbedaaan sintaks pembelajarannya. Namun, karakter pembelajaran kooperatif tetap sama.
Menurut Slavin (2005), gagasan kooperatif adalah memotivasi siswa agar saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi pelajaran. Siswa dibiasakan untuk saling mendukung teman satu timnya untuk melakukan yang terbaik dan menunjukkan norma bahwa belajar itu penting. Menurut Moraga dan Rhan (2009), pembelajaran kooperatif didasarkan asumsi belajar akan bermakna apabila siswa aktif bekerja sama dan berbagi ide dengan siswa lainnya dalam menyelesaikan masalah.


Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Hasil penelitian tentang manfaat pembelajaran kooperatif banyak yang telah dilaporkan. Fong (2007) menyatakan, lebih dari 500 penelitian menyimpulkan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar dan keterampilan sosial siswa. Meta analisis terhadap 122 penelitian mulai tahun 1924-1980 menunjukkan, pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar, keterampilan sosial, dan keterampilan berpikir dibandingkan model pembelajaran kompetitif dan individu. Newman dan Thompson (1987) dalam (Amstrong, 1998) menyatakan, pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada sekolah rendah. Slavin (2005) menyatakan, studi terhadap 29 penelitian melibatkan kooperatif menunjukkan pengaruh positif yang konsisten terhadap prestasi belajar dan partisipasi siswa. Pembelajaran kooperatif dapat membentuk sikap menerima berbagai perbedaan seperti perbedaan ras, agama, budaya, kelas sosial, dan kemampuan akademik. Pembelajaran kooperatif tidak membeda-bedakan teman dalam bekerja sama. Pembelajaran kooperatif dapat mengajarkan keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan kerjasama dan kolaborasi diperlukan dalam kehidupan nyata di masyarakat dengan budaya yang beragam (Slavin, 2005).
Ibrahim, et al. (2000) mengemukakan ada tiga manfaat utama pembelajaran kooperatif, 1) Meningkatkan hasil belajar akademik. Para ahli pendidikan berpendapat, bahwa strategi ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Hal ini didukung ungkapan Lord (2001) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu. Efek penting dari pembelajaran kooperatif adalah terbentuk sikap menerima adanya perbedaan ras, agama, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Hal ini didukung oleh Lord (2001) dan Dumas (2003) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif tidak membeda-bedakan teman dalam bekerja sama. 3) Pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat mengajarkan keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting dalam kehidupan di masyarakat dalam budaya yang sangat beragam. Hal ini didukung oleh Lord (2001); Dumas (2003); Tejada (2002) mengemukakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan sosial.


Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Sintaks pembelajaran kooperatif berbeda-beda tergantung tipe kooperatifnya. Namun demikian, semua tipe pembelajaran kooperatif tetap mengacu pada karakter dasar pembelajaran kooperatif yaitu, (1) saling ketergantungan positif di antara anggota kelompok. (2) tanggung jawab individu dan kelompok. (3) interaksi antar anggota kelompok yang baik, anggota kelompok bekerja sama untuk memahami materi dengan saling memberikan dukungan dan bantuan, (4) adanya keterampilan interpersonal dan kelompok dan, (5) anggota kelompok berdiskusi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama.
Sebagai contoh pada tulisan ini dibahas dua sintaks pembelajaran kooperatif STAD (Student Team-Achievement Divisions) dan kooperatif GI (group investigation). Kooperatif STAD mewakili contoh tipe kooperatif sederhana dan kooperatif GI mewakili contoh tipe kooperatif kompleks. Dari kedua contoh sintaks tersebut diharapkan pembaca dapat melihat kesamaan karakter dasar dari dua tipe pemebelajaran kooperatif berbeda.
Menurut Slavin (2005), sintaks kooperatif STAD terdiri dari lima fase yaitu, (1) fase I: presentasi kelas, (2) fase II: kerja kelompok, (3) fase III: kuis dan skor kemajuan kelompok, dan (4) fase IV: penghargaan kelompok. Fase I: presenstasi kelas, guru mempresentasikan materi yang mendukung kegiatan diskusi siswa. Pengajaran yang digunakan berupa pengajaran langsung atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Fase II: kerja kelompok, para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota empat atau lima orang siswa. Pembagian kelompok mempertimbangkan keragaman siswa seperti, kemampuan akademik, jenis kelamin, etnis, agama, dan status sosial. Fungsi kelompok memastikan semua anggotanya benar-benar belajar. Setelah guru menyampaikan materi melalui ceramah atau diskusi, siswa berkumpul sesuai kelompoknya untuk mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru. Fase III: kuis dan skor kemajuan kelompok, setelah satu atau dua periode pembelajaran, siswa diberikan kuis individu. Siswa tidak diperbolehkan saling membantu dalam mengerjakan kuis. Setiap anggota kelompok memberikan sumbangan poin terhadap keberhasilan kelompok berdasarkan hasil kuis individunya. Fase IV: penghargaan kelompok, kelompok mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.
Strategi kooperatif GI atau kelompok penyelidikan, merupakan strategi kooperatif yang paling kompleks. Strategi ini cocok digunakan untuk proyek yang terintegrasi dalam memecahkan suatu masalah. Dalam strategi kooperatif GI, siswa merencanakan sendiri topik yang akan diselidiki dari tema umum yang diberikan oleh guru dan selanjutnya menentukan sendiri cara melakukan penyelidikannya. Komunikasi dan kerjasama yang baik antar anggota kelompok sangat dipentingkan. Peranan guru di sini adalah sebagai nara sumber dan fasilitator. Strategi kooperatif GI digunakan untuk melatih berbagai kemampuan siswa antara lain, sintesis, analisis, dan mengumpulkan informasi/data untuk memecahkan suatu permasalahan. Dengan demikian strategi kooperatif GI ini dapat digunakan untuk melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa (Slavin, 2005; Ibrahim et al., 2000). Disebutkan juga strategi kooperatif ini ideal untuk pembelajaran materi sejarah, kebudayaan, atau biologi.
Tahapan-tahapan pelaksanaan strategi kooperatif GI adalah sebagai berikut (Slavin, 2005), 1) membentuk kelompok dan identifikasi topik. Siswa membentuk kelompok dari siswa yang memiliki interes yang sama namun heterogen. Kelompok mengiden-tifikasi topik-topik yang akan dilakukan investigasinya, 2) perencanaan kegiatan kelompok. Siswa bersama-sama merencanakan segala sesuatu untuk melaksanakan investigasi sesuai dengan topik yang dipilihnya, misalnya metode yang dipilih, tujuan yang ingin dicapai, dan lain sebagainya, 3) melakukan investigasi, 4) siswa bersama-sama mengumpulkan informasi/data, melakukan analisis data, dan menentukan simpulan. Siswa menganalisis hasil investigasinya, membahas, serta mensintesis ide-ide, 5) Perencanaan laporan akhir. Kelompok merencanakan laporan hasil investigasi dan mempersiapkan presentasi, 6) Presentasi laporan akhir. Laporan dipresentasikan di hadapan kelas. Audien me-nanggapi presentasi, 7) Evaluasi. Siswa dan guru melakukan umpan balik terhadap apa yang telah dilakukan siswa. Penilaian terhadap siswa lebih ditekankan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Dari kedua contoh sintaks di atas terlihat dengan jelas meskipun terlihat berbeda tetapi keduanya mempunyai karakteristik yang sama yaitu, (1) saling ketergantungan positif di antara anggota kelompok. (2) tanggung jawab individu dan kelompok. (3) interaksi antar anggota kelompok yang baik, (4) adanya keterampilan interpersonal dan kelompok dan, (5) anggota kelompok berdiskusi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama.


POTENSI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM MENSEJAJARKAN PRESTASI BELAJAR SISWA AKADEMIK BAWAH DENGAN SISWA AKADEMIK ATAS
Pembelajaran kooperatif dewasa ini sudah dikenal dengan baik oleh guru. Kajian tentang manfaat pembelajaran kooperatif terkait peningkatan prestasi belajar dan keterampilan sosial banyak yang telah dikaji. Namun, kajian tentang potensi pembelajaran kooperatif dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas merupakan topik yang menarik dan jarang dibahas. Pada tulisan ini, dibahas “bagaimana pembelajaran kooperatif dapat mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik atas dengan siswa akademik bawah?” Kajian pada tulisan ini terbatas pada kajian deduktif. Pembuktian kebenaran secara induktif (empirik) terhadap kemampuan pembelajaran kooperatif dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas perlu dibuktikan melalui penelitian eksperimen yang berkesinambungan.
Salah satu permasalahan penting dalam pembelajaran adalah usaha mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas. Selama ini, prestasi belajar siswa terdistribusi dalam kurva normal. Siswa terbagi menjadi tiga kelompok yaitu, siswa akademik atas, tengah, dan bawah. Sebagian orang meyakini, siswa akademik bawah selamanya akan berprestasi rendah.
Berdasarkan teori belajar tuntas, siswa akademik bawah dapat sejajar prestasi akademiknya dengan siswa akademik atas. Prestasi belajar tidak semata-mata ditentukan oleh kecerdasan siswa. Prestasi belajar lebih banyak dipengaruhi oleh alokasi waktu yang diberikan kepada siswa untuk belajar. Siswa akademik atas membutuhkan waktu belajar lebih singkat untuk menguasai materi pelajaran dibandingkan dengan siswa akademik bawah. Siswa akademik bawah dapat sejajar prestasi belajarnya dengan siswa akademik atas apabila mereka diberikan waktu belajar yang mencukupi. Sementara itu, sekolah memberikan alokasi waktu belajar yang uniform bagi semua siswa. Akibatnya, prestasi belajar siswa selalu terdistribusi dalam bentuk kurva normal. Strategi pembelajaran yang tepat untuk mengangkat prestasi belajar siswa akademik bawah agar sejajar dengan siswa akademik atas sangat diperlukan.
Pembelajaran kooperatif berpotensi mampu mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas. Menurut Slavin (2005), gagasan kooperatif STAD adalah memotivasi siswa agar saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi pelajaran. Siswa dibiasakan untuk saling mendukung teman satu timnya untuk melakukan yang terbaik dan menunjukkan norma bahwa belajar itu penting. Pembelajaran kooperatif didasarkan asumsi belajar akan bermakna apabila siswa aktif bekerja sama dan berbagi ide dengan siswa lainnya dalam menyelesaikan masalah.
Pembelajaran kooperatif menuntut siswa dalam satu tim saling membelajarkan satu sama lain. Siswa akademik atas berperan sebagai tutor bagi siswa akademik bawah. Tutorial sebaya terbukti efektif memberdayakan prestasi siswa, karena teman sebaya biasanya memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Siswa akademik atas juga akan meningkat prestasi belajarnya, karena siswa akademik atas dalam proses tutorialnya memberikan pelayanan yang akan mengasah ketajaman pengetahuannya. Kegiatan saling membelajarkan memberikan waktu belajar yang cukup bagi siswa akademik bawah melalui tutorial siswa akademik atas. Sehingga permasalahan perbedaan waktu belajar sebagai salah satu penentu prestasi belajar sebagaimana teori Caroll dapat teratasi. Sehingga, pembelajaran kooperatif berpotensi mampu mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas.


SIMPULAN
Simpulan tulisan ini adalah siswa akademik bawah perlu diberdayakan prestasi belajarnya agar sejajar dengan siswa akademik atas. Kata kunci memberdayakan prestasi belajar siswa akademik bawah adalah pemberian waktu belajar yang mencukupi bagi mereka untuk belajar. Persoalannya, sekolah memberikan alokasi belajar yang uniform bagi semua siswa. Sehingga, prestasi belajar siswa akademik bawah senantiasa terpuruk. Pelibatan tutor sebaya dalam setting pembelajaran kooperatif secara teoritis mampu mengatasi permasalahan perbedaan waktu belajar antar individu-individu siswa. Siswa akademik bawah melalui tutorial siswa akademik atas dapat memberikan waktu belajar yang mencukupi bagi mereka. Sebaliknya, kegiatan tutorial bagi siswa akademik atas dapat memantabkan pengetahuan mereka dengan lebih baik. Sehingga, Pembelajaran kooperatif berpotensi mampu mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik atas dan bawah. Sehingga, kegiatan remedial teaching dapat diminimalkan.


SARAN
Tulisan ini merupakan kajian deduktif tentang potensi pembelajaran kooperatif dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dan atas. Perlu penelitian eksperimental untuk menguji keefektifannya dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dan atas.


DAFTAR PUSTAKA


Amstrong, S. 2008. Student Teams Achievement Divisions (STAD) in A Twelfth Grade Classroom: Effect on Student Achievement and Attitude. Journal of Social Studies Research, Vol 3, No. 1, (Online), (http://findarticles.com/ articles/miqa3823/is199804/, diakses 27 Februari 2009)
Dumas. A. 2003. Cooperative Learning Response to Diversity, (Online), (http://www.cde.ca.gov/iasa/cooplrng2.html, diakses 26 April 2008).
Fong, H. F. 2007. Exploring The Effectiveness of Cooperative Learning as A Teaching and Learning Strategy in The Physics Classroom. Proceedings of The Redesigning Pedagogy: Culture, Knowledge, and Understanding, Singapura, 28-30 Mei.
Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.
Joyce, B. and Weil, M. 2000. Models of Teaching. 5th Ed. Boston: Allyn and Bacon.
Lie, Anita. 2009. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Gramedia: Jakarta
Moraga, R & Rahn, R. 2009. Studying Knowledge Retention through Cooperative Learning in An Operations Research Course. Journal of Engineering Education, 92 (1): 7-25.
Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya.
Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. London: Allymand Bacon.
Bottom of Form
Share & Embed
Add to Collections
Download this Document for Free
Auto-hide: on
http://imgv2-3.scribdassets.com/img/word_document/47389161/255x300/1e5238065d/1307518778
 
1
BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dimana pembangunan di segala bidang giat-giatnya dilaksanakan, maka faktor  pendidikan dan pengajaran memegang pernan yang sangat penting.Pendidikan adalah merupakan prasarana yang sangat fundamentaldalam pembangunan suatu bangsa. Adapun pendidikan itu selalu berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan dan perkembangan masyarakat setempat,untuk mendapatkan hasil yang baik maka harus dilaksanakan pembinaan secaraserius.Sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional yaitu Meningkatkan kualitassumber daya manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allahswt, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggungjawab dan produktif,sehat jasmani dan rohani.Pendidakan Agama Islam merupakan mata pelajaran utama yangmestinya mendaptkan perhatian bagi segenap pemerhati pendidikan maupunguru agama islam khususnya dan semua muslim dan muslimah yang ada diwilayah Indonesia. Banyak yang berkomentar bahwa sistem pembelajaran mata
 
2
  pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berbeda dengan mata pelajaranlainnya. Sebagian menganggap lebih rumit karena outputnya adalah perbaikandan peningkatan ibadah, akhlak dan pengetahuan siswa terhadap pengetahuankeislaman.Kenyataan umum yang sering dijumpai disekolah menunjukkan bahwasebagian besar pengajaran Pendidikan Agama Islam diberikan secara klasikalmelalui metode ceramah akibatnya siswa kurang berminat untuk mengikuti pelajaran karena membuat siswa cepat bosan dan sulit memahami konsep pelajaran Agama Isam tersebut sehingga banyak siswa berprestasi rendahdalam pelajaran.Sampai sekarang pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harusdihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagi sumber utam pengetahuan,kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukansebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa hanya menghafal saja tetapi sebuahstrategi yang mendorong siswa mengkonstuksikan di benak mereka sendiri.Sebenarnya ada banyak cara yg dilakukan untuk menyajikan pelajarankepada siswa dengna menarik salah satunya yaitu menggunakan media pembelajaran. Sebenarnya sudah banyak guru yang tahu akan media pembelajaran tersebut namun banyak yang tidak menggunakannnyadikarenakan alasan-alasan tertentu.
 
3
 Menurut Thomas sutjiono dalam karyanya
 Pendayagunaan Media Pembelajaran
mengatakan bahwa:Sekurang-kurangnya ada tujuh alasan mengapa sampai saat ini masih adasejumlah guru yang enggan menggunakan media pembelajaran. Ketujuhalasan tersebut adalah: pertama menggunakan media itu repot, keduamedia itu canggih dan mahal, ketiga guru tidak terampil menggunakanmedia , keempat media itu hiburan sedangkan belajar itu serius, kelimatidak tersedia di sekolah, keenam kebiasaan menikmati ceramah/bicara,ketujuh kurangnya penghargaan dari atasan. Untuk mengatasi semuaalasan tersebut hanya satu hal yang diperlukan, yaitu perubahan sikapguru.
1
 Dari kutipan diatas dapat kita simpulkan bahwa banyaknya kelemahanyang dimiliki guru dalam meningkatkan pembelajaran secara kreative sehinggamengajar siswanya hanya secara tradisional atau ceramah.Konsep peningkatan mutu pendidikan merupakan titik titik pusatmanajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Konsep peningkatan mutu berbasis sekolah ini menekankan kemandirian dan kreativitas sekolah. Adapun peningkatan mutu ini dimulai dari proses pembelajarannya.Menurut Purwiro Harjati dalam karyanya ³Media Pembelajaran´mengatakan bahwa belajar-mengajar sebagai suatu proses merupakan suatusistem yang tidak terlepas dari komponen-komponen lain yang saling berinteraksi di dalamnya. Salah satu komponen dalam proses tersebutadalah sumber belajar. Sumber belajar itu tidak lain adalah daya yang bisadimanfaatkan guna kepentingan belajar-mengajar, baik secara langsungmaupun secara tidak langsung, sebagian atau secara keseluruhan.
2

1
Sutjiono Agung Tomas. Pendayagunaan Media Pembelajaran. Jurnal PendidikanPenabur.
2005
.http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.7684%
20
Pendayagunan%
20
Media%
20
Pembelajaran.pdf.hal 1.
2

Purwiro Hajati, Media Pembelajaran. http://www.unisla.ac.id/content/view/
20
/9/.
200
9
http://htmlimg1.scribdassets.com/53x008n800ttlql/images/3-177a5e475b.png
 
4Kegiatan belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai pendidikan. Di dalam kegiatan belajar mengajar tersebut terjadi interaksiedukatif antara guru dan siswa ketika guru menyampaikan bahan pelajarankepada siswa di kelas. Bahan pelajaran yang diberikan guru akan kurangmemberikan dorongan (motivasi) kepada siswa bila penyampaiannyamenggunakan model pembelajaran dan media pembelajaran yang kurangtepat.Dalam sistem pendidikan modern, penyampaian pesan-pesan pendidikan tampaknya perlu dibantu dengan media pendidikan, agar proses belajar mengajar pada khususnya dan proses pendidikan pada umumnyadapat berlangsung secara efektif dan efesien. Hal tersebut antara lain, materi pendidikan yang akan disampaikan semakin beragam dan luas mengingat perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat. Dewasa ini guru bukanlah satu-satunya sumber belajar dan penyampai pesan-pesan pendidikan sebagaimana pernah terjadi sebelum tahun lima puluhan.mulaitahun itu teori komunikasi sosial mulai masuk ke dalam pendidikan,terutama alat bantu pandang dengar atau audio visual aid dan telah mulaidigunakan dalam penyampaian pesan-pesan pendidikan. Media pendidikanini tidak saja sebagai alat bantu pendidikan, juga berfungsi sebagai penyalur  pesan-pesan pendidikan.Salah satu media yang bisa digunakan dalam mengajarkan materi pelajaran dalam Pendidikan Agama Islam adalah dengan memutarkan lagu-lagu islami yang berhubungan dengan materi pelajaran. Media ini digunakan
 
5
 sebagai alat komunikasi dalam tindakan kelas. Media pembelajaran iniadalah alat yang digunakan sebagai perantara komunikasi antara guru dansiswa dalam proses pendidikan pengajaran di sekolah.Pada penelitian ini peneliti ingin memilih media audio karena adahubungannya dengan sarana dan pra sarana yang ada di sekolah. Ini sesuaidengan pernyataan dari Dra. Sumiati bahwa penggunaan sumber belajar hendaknya melihat dan memanfaatkan apa yang dipunyai sekolah danmenghubungkannya dengan pelajaran siswa itu sendiri baru setelah itudihubungkan dengan potensi siwa.
3

Hasil dialog awal yang dilakukan peneliti dengan guru Pendidikan dankepala sekolah SD Negeri 67 Desa Tegar memperoleh kesepakatan bahwausaha

meningkatkan pemahaman, kreativitas, serta motivasi siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam perlu untuk 

dilaksanakan. Hal inidisebabkan karena dalam proses pembelajaran, siswa

hanya pasif, kuranginisiatif, dan siswa tidak mempunyai keberanian dan sulit

untuk mengemukakan ide dan pertanyaan. Disamping itu perhatian siswa

terhadap pembelajaran pun sangat kurang.

Berdasarkan hasil observasi pendahuluan dan tes awal yang dilakukanterhadap siswa kelas IVa diperoleh bahwa kemampuan siswa untuk 

mengemukakan ide baru belum nampak, kreativitas siswa dalam bertanya

hanya 1 % (1 siswa), dan kemampuan dalam memecahkan masalah hanya
20
%
3
Sumiati dan Asra.
 Metode Pembelajaran. Bandung 
. CV. Wacana Prima.
200
8.Hal.1
53

http://htmlimg1.scribdassets.com/53x008n800ttlql/images/5-7a2286e3b2.jpg
 
6
(
2
siswa). Prestasi belajarnya pun juga rendah, yaitu hanya terdapat

5
siswa(
50
%) yang memperoleh nilai _ 6.
5
.

Melihat hasil tersebut, maka pembelajaran Pendidikan Agama Islam diSD Negeri 67 Desa Tegar khususnya kelas IVa perlu diperbaiki gunameningkatkan

kreativitas dan prestasi belajar siswa. Usaha ini dimulai dengan pembenahan

 proses pembelajaran yang dilaksanakan guru, yaitu denganmenawarkan suatu

strategi yang dapat meningkatkan motivasi dan kreativitassiswa, salah satunya yaitu

dengan pengajaran Pendidikan Agama Islam melaluimedia audio.

Penggunaan media audio

secara khusus menggambarkan sebuah wadahatau alat yang merupakan cara menyenangkan untuk membantu siswa lebih

mengenal, memahami dan termotivasi untuk mengetahui ilmu Agama Islamtersebut individually. Media ini akan membangkitkan keinginan siswa untuk meminati pelajaran Pendidikan Agama Islam. Melalui media audio inidiharapkan

diperoleh hasil yang optimal. Di samping itu juga akan memupuk sikap

 perilaku yang terarah ke lebih baik lagi. Lebih dari itu kegiatan ini akanmenumbuhkan semangat dan

motivasi belajar siswa sehingga siswa akan lebihsenang dalam belajar.Untuk meningkatkan pemahaman dan motivasi siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri 67 Desa Tegar melaluimedia
audio
tersebut perlu adanya kerja sama antara guru
Pendidikan AgamaIslam
dan peneliti yaitu melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Proses PTK ini memberikan kesempatan kepada peneliti dan guru Pendidikan Agama Islam

 
7
untuk mengidentifikasi masalah-masalah pembelajaran di sekolah, sehingga

dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang peningkatan pemahaman siswa dalam pembelajaran
 Pendidikan Agama Islam
melalui media audio

 pada siswa kelas IVa
SD 67Desa Tegar Mandau
pada pokok bahasan Akhlak Terpuji.
 Peneliti menemukan kondisi siswa pada kelas IVa SD Negeri 67Desa Tegar yang sangat minim sekali dengan Ilmu Agama Islam. Ini disebabkan bahwa lingkungan sekolah rumah siswa tersebut berada padalingkungan non muslim sehingga mereka lebih peka kepada sesuatu halyang non muslim di sekitar lingkungan mereka. Di lingkungan sekolah danmasyarakat di sana sudah sangat familiar dengan lagu lagu atau nyanyian-nyanyian oleh karena itu peneliti disini mengambil langkah untuk memberikan pelajaran Agama Islam melalui media audio berupa lagunasyid islami dari kaset yang di putar melalui tape. Ini juga dikarenakansumber yang ada di sekolah yang bisa dimanfaatkan dan bisa dikorelasikandengan kemampuan anak yaitu pemutaran kaset dengan tape.Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang ³Pemahaman Konsep PendidikanIslami Melalui Media Audio Nasyid Beserta Dampaknya Terhadap PrilakuSiswa SDN 67 Desa Tegar´
 
8
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman menggunakan judul
³
PemahamanKonsep Pendidikan Islami Melalui Media Audio Beserta Dampaknya TerhadapPerilaku Siswa SDN 67 Desa Tegar´ ini maka perlu kiranya diperjelas kiranya beberapa istilah sebagai berikut:

Konsep : Menurut Kamus Basar Bahasa IndonesiaKonsep adalah sebuah rancangan atau yang berasal dari suatu peristiwa yang konkret.
4
 Menurut Sagala, konsep merupakan pemikiran seseorang atau sekelompok orangyang dinyatakan dalam definisi sehinggamenjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum dan teori. Konsep diperolehdari fakta, peristiwa, pengalaman melaluigeneralisasi, dan berfikir abstrak.
5
 Setiap konsep tidak berdiri sendiri,melainkan setiap konsep berhubungandengan konsep lain. Semua konsep tersebut bersama-sama membentuk semacam jaringan pengetahuan dalam pengetahuan manusia.Oleh karena itu, pembelajaran seharusnya

4

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Depdiknas.http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
5
Sagala, Syaiful.
 K 
onsep dan Makna Pembelajaran
:
Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar 
. Bandung: Alfabeta.
2003
.hal. 71
http://htmlimg1.scribdassets.com/53x008n800ttlql/images/8-bf8860fa64.jpg
 
9memperhatikan konsepsi awal siswa,sehingga siswa mendapat pengalamanmengkonstruksi pengetahuan dengan benar, berdasarkan mekanisme interaksi yangterencana terhadap benda di lingkungansekitar.

Pendidikan : Menurut kamus berasal dari kata
.
didik yaitu kata kerja yang artinya memeliharadan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
6
Lalu kata ini mendapat awalan
 pe
dan akhiran
an
sehingga menjadi pendidikan, yang artinya
.
Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorangatau kelompok orang dalam usahamendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan ; atau proses perbuatan, cara mendidik.
7

Istilah pendidikan ini semula

 berasal dari bahasa Yunani, yaitu
 paedagogie
, yang berarti bimbingan yang diberikan

kepada anak.
6

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Depdiknas.http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
7

Departemen Diknas,
 K 
amus Besar Bahasa Indonesia
, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), cet. ke-
3
,h.
232

http://htmlimg2.scribdassets.com/53x008n800ttlql/images/9-95b478e779.jpg
 
1
0

Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan

education
yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini

sering diterjemahkandengan
tarbiyah
, yang berarti pendidikan.


Islami : berasalah dari kata
is·la·mi
(
islam) yang artinyaselamat dan mendapatkan akhiran
i
yangmerupakan penanda kata sifat dan bermakna
 bersifat keislaman yang lebih kepada akhlak.
8


Pendidikan Islam :
Ahmad D Marimba mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadiannya yangutama (insan kamil).
9


Media Audio : Media, Kata media berasal dari bahasa LatinMedius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Tetapi secara lebihkhusus, pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis,fotografis, atau elektronis untuk menangkap,memproses, dan menyusun kembali informasi
8

www.Kamus Besar bahasa Indonesia Online.com
9

Ahmad D Marimba,
 Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,
(Bandung : Al-Ma.arif, 1989) h. 19
http://htmlimg1.scribdassets.com/53x008n800ttlql/images/10-5dde03a5f5.jpg
 
11visual atau verbal. Media juga dapat diartikansebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakanuntuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa,sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran.
1
0

Kata media berasal dari bahasa latin danmerupakan bentuk jamak dari kata
medium
yangsecara harfiah berarti perantara atau pengantar.Media adalah perantara atau pengantar pesandari pengirim ke penerima pesan. Gagne (197
0
,dalam Sadiman, 1989:6) menyatakan bahwamedia adalah berbagai jenis komponen dalamlingkungan siswa yang dapat merangsangnyauntuk belajar.
4
Sementara Briggs (197
0
, dalamSadiman, 1989:6), menyatakan bahwa mediaadalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya.

Perilaku :
Diartikan sebagai suatu aksi-reaksiorganisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru
1
0

4
Sadiman, A., R. Rahardjo, A. Haryono, dan Rahardjito. 1989.
 Media Pendidikan.
CV Rajawali. Jakarta.
http://htmlimg3.scribdassets.com/53x008n800ttlql/images/11-4ef4863b67.jpg
 
1
2

terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukanuntuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebutrangsangan. Berarti rangsangan tertentu akanmenghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.

Dalam sebuah buku yang berjudul ³PerilakuManusia´ Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi.menguraikan perilaku adalah sebuah gerakanyang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Untuk aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki yang satu harusdiletakkan pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah bentuk perilaku.Jika seseoang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia dikatakan sedang berperilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan dari luar sangat minimal,sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh,didalam tubuh manusia.
 
1
3

C.
Permasalahana. Identifikasi Masalah
1
.
Apakah penggunaan media audio dengan pemutaran lagu nasyid bisameningkatkan pemahaman siswa dalam belajar Pendidikan AgamaIslam.
2
. Bagaimana Penggunaan media audio lewat lagu Nasyid sebagai media pembelajaran pada proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam
3
. Bagaimana minat siswa terhadap penggunaan media audio melalui lagunasyid dalam belajar Agama Islam4. Apa Dampak dari penggunaan media audio lewat lagu nasyid ini padasiswa dan proses pembelajaran itu sendiri?
b. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah natinya maka perlu bagi penulisuntuk memberikan limitasi dari bahasan yang akan diteliti. Penulismembatasi pembahsan ini pada:1. Bisakah Pembelajaran Agama Islam di SD 67 Pematang Pudumenggunakan media audio kaset nasyid untuk pemahaman konsepnya?
2
. Apa dampak positif dan dampak negatif dari penggunaan media audiomelalui pemutaran lagu nasyid ini pada siswa?
3
. Apa kelemahan dan kelebihan dari penggunaan media audio dengan pemutaran kaset Nasyid ini pada siswa?
 
14
c
. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat penulis rumuskan permasalahan tersebut sebagai berikut: Bisakah media audio lewat pemutaran lagu nasyid menjadi mediator mengajar bagi guru dan siswa diSD 67 Desa Tegar untuk memahami materi Pendidikan Agama Islam, sertaa
dakah pengaruh yang signifikan dari penggunaan media audio terhadap penguasaan konsep materi
 A
khlak Terpuji
oleh siswa SD 67 Pematang Pudu DesaTegar 
serta

dampak positif dan negatif dari penggunaan media audio lewat lagunasyid pada siswa SD 67 Pematang Pudu Desa Tegar baik berupa perilaku dan perkataan.
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian1. Tujuan Penelitian
Berikut ini adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini:1.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahamankonsep materi pelajaran pada siswa ketika menyajikannya melalui laguIslam nasyid
2
.

Untuk mengetahui apakah bisa lagu Islam nasyid tersebut menjadi pengganti dari komunikasi guru dengan siswa disamping ceramahdalam proses belajar-mengajar.
3
.

Untuk melihat dampak positif dan negatif pada siswa baik itu perbuatandan perkataan dari penerapan penggunaan media audio ini.
 
1
5
 4.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan program strata satu di bidang ilmuPendidikan Agama Islam Fakultas STAI Hubbul Wathan Duri.
2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1.

Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada SDN 67 PematangPudu dalam menghadapi problem pembelajaran Pendidikan AgamaIslam.
2
.

Guru, yaitu menjadikan media audio sebagai alternatif pembelajarandalam usaha mengoptimalkan penguasaan konsep siswa melalui mata pelajaran Agama Islam.
3
.

Peneliti, yaitu memberikan wawasan, pengalaman, dan bahanmasukan bagi peneliti sebagai calon guru untuk memilih media danmodel pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan penguasaankonsep dalam melakukan pembelajaran Agama Islam.4.

Sebagai syarat mendapatkan gelar S1.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab yang saling berkaitan antara bab satudengan bab lainnya, dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bagian yangdisusun

secara sistematika sebagai berikut:

 
16
Bab
 pertama
merupakan Pendahuluan, bab ini berisi latar belakang masalah,

 pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode

 penelitian dan sistematika penulisan.

Bab
kedua
Mengemukakan Kerangka Teori Dan Kerangka Berfikir Dan

Pengajuan Hipotesa, Kerangka Teori yang berisi Pemahaman Konsep yangmencakup Pengertian Konsep, Media Pembelajaran, dan Media AudiosertaPenididikan Agama Islam.Bab
ketiga
 berisi tentang Gambaran Umum SD 67 Pematang Pudu DesaTegar 

dan Metodologi Penelitian yang mencakup Gambaran Umum SD 67Pematang Pudu Desa Tegar, Manfaat Penelitian, Waktu dan Lokasi, Populasi danSampel, Tekhnik 

Pengumpulan Data, Tekhnik Analisa Data.

Bab
keempat 
merupakan Gambaran Pengolahan Data, Analisa Data dan

Interpretasi Data serta ulasan.

Bab
kelima
merupakan bab terakhir ini berisi tentang kesimpulan dan saran penulis.
 
17
DAFTAR PUSTAKA
00

Anderson,Ronald H. 198
3
. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pemebalajaran.Jakarta:Rajawali.Amirul Mukminin.
2003
.
 Pendidikan Nasional Yang Bermoral.
www.pendidikan.net.com

Akhmad, Sudrajat, M.Pd.
200
8.
 Media Pembelajaran
.akhmadsudrajat's blog 
Daradjat, Zakiah, DR., dkk,
 Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta; Bumi Aksara,199
2

Tidak ada komentar:

Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ