DEWASA ITU PILIHAN
Ini memang saya baca dari pamflet iklan yang tersebar
dimana-mana. Lengkapnya bunyi pamflet itu adalah; Tua Itu Pasti, Dewasa Itu
Pilihan. Tentu yang dimaksud oleh si pembuat iklan adalah memilih produknya
adalah pilihan mereka yang berpikir dewasa.
Bagi kita, soal dewasa atau belum adalah penting.
Sangat penting, malah. Sebal rasanya kalau kita dicap 'belum dewasa' oleh orang
lain. Jangan begini, jangan begitu, kamu belum dewasa. Dunia pun serasa runtuh.
Ingin rasanya kita teriak pada orang-orang kalau kita sudah dewasa. "Hey,
aku sudah berumur enam belas tahun, aku sudah kelas dua SMA, aku sudah dewasa!" mungkin begitu isi teriakan kita.
Sayangnya saya harus berterus terang pada kamu, para
remaja, banyak di antara kita – termasuk orang tua – yang nggak pas mengartikan
kata 'dewasa'. Kalau kamu beranggapan dewasa itu sama dengan bertambahnya umur,
berarti jawabanmu benar sekaligus salah. Benar, karena secara biologis kamu
sudah dewasa. Kamu, para cowok, sudah mimpi basah, badanmu sudah memproduksi
sel sperma, jakunmu mulai tumbuh, dan dagumu sudah berjenggot. Kamu, para
cewek, kamu sudah datang bulan, tubuhmu sudah memproduksi sel telur, dan kamu
sudah siap menjadi seorang wanita.
Tapi jawabanmu salah karena dewasa juga diukur dari
caramu berpikir dan caramu bersikap. Inilah kedewasaan yang harus kita miliki.
Percaya atau tidak, tidak semua orang dewasa juga mampu berpikir dewasa.
Sekarang, seberapa sering kamu melalaikan sholat lima
waktu? Berapa kali kamu sengaja membocorkan puasa Ramadlan? Bisakah kamu
bersabar ketika orang tua memarahimu saat kamu salah? Pernahkah kamu mengaku
salah dan minta maaf pada orang lain atas kesalahanmu? Pernahkah kamu menepati
janji dengan orang lain, seperti datang tepat waktu? Itu sebagian dari 'ujian'
kedewasaan.
Jadi, jangan dulu mengaku dewasa kalau kita nggak
sholat shubuh tapi masih bisa cengar-cengir. Atau nggak malu pada orang
lain walaupun sering ingkar janji, atau tidak pernah minta maaf walau sudah
jelas-jelas kita berbuat salah. Menjadi dewasa meminta kita untuk menjadi orang
yang siap dengan segala tanggung jawab, baik sesama manusia atau dari Allah
SWT. Kalau kita sering menghindar dari tanggung jawab, ngeles, itu
artinya kita belum dewasa. Itu adalah tipikal anak-anak.
Ketika seorang
anak merebut mainan dari temannya sehingga menangis, si anak perebut akan lari
pulang ke rumahnya. Bersembunyi di belakang punggung ibu atau bapaknya karena
takut dimarahi orang tua kawannya. Atau ketika mereka ramai-ramai mencuri
mangga dan tertangkap basah, anak-anak biasanya saling melempar kesalahan.
Apakah kita masih begitu, melempar tanggung jawab pada orang lain?
Maka 'dewasa' itu bukan hanya milik orang dewasa. Ali
bin Abi Thalib ra. sudah dewasa ketika masih kanak-kanak. Sayyidina Ali
termasuk assabiqunal awwalun, golongan pertama yang memeluk Islam. Saat
Rasulullah saw. mengajaknya beriman, masuk ke dalam Islam, ia sempat meminta
izin pada orang tuanya, tapi ia membatalkan niatnya itu sambil berkata, "Allah
saja tidak pernah meminta izin pada orang tuaku untuk melahirkanku ke alam
dunia." Ia pun masuk Islam tanpa meminta izin pada orang tuanya.
Saat Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash Shiddiq akan
hijrah ke Yatsrib, beliau meminta Ali untuk tidur di ranjangnya, sebagai tipuan
untuk orang-orang Quraisy yang telah mengepung rumah Rasulullah saw. Para
pemuda musyrik Quraisy yang mengintip rumah Rasulullah saw. pun menyangka
Rasulullah saw. masih terlelap di kasurnya. Tapi ketika mereka mendobrak masuk
mereka hanya mendapati Ali. Tapi Ali tidak gentar. Ia menatap mata mereka dan
berdebat dengan mereka.
Usamah bin Zaid ra. adalah remaja berumur 18 tahun
yang memimpin peperangan melawan negara adidaya Romawi. Para prajurit yang
dipimpinnya adalah veteran perang Badar yang jauh lebih tua, dan sebagian sudah
bersama Rasulullah saw. selama bertahun-tahun. Tapi Rasulullah saw.
mempercayakan pasukannya dipimpin Usamah. Pemuda ini juga menjadi seorang suami
dan ayah di usia yang masih muda.
Bahwa semua orang umurnya akan bertambah dan menjadi
tua, itu memang sunnatullah, pasti. Tapi tidak semua orang siap dan
mampu menjadi dewasa. Maka tidak usah menunggu umurmu bertambah untuk menjadi
dewasa. Jadilah orang yang berpikir dewasa sekarang. Berpikirlah dewasa sejak
saat ini. Caranya?
Belajarlah menjadi orang dewasa; kenali dan pelajari
arti tanggung jawab, meminta maaf, berkorban untuk orang lain, menghormati
orang lain, berjuang untuk agama, patuh pada orang tua, amanah, jujur, cinta
dan kasih, dsb.
Bila kamu menghayati Islam, memahaminya dan
menjadikannya sebagai panduan dan cahaya hidupmu, maka kamu akan tumbuh sebagai
orang 'dewasa'. Karena agama kita adalah tuntunan yang akan membawa kita dari
kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar