PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Jumat, 27 Maret 2015

HAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan faham individualisme dan liberalisme. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistis sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat dan martabat kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya.Sehingga tindakan yang menyalahi dengan hak dan martabat kemanusiaan sudah sewajarnya diberikan sanksi yang setimpal.
Jika kita melihat sejarah bangsa ini, maka akan kita dapati banyak hal yang menyebabkan terbentuknya pengadilan HAM. Pada masa orde baru memengang tampuk kekuasaan, selama 33 tahun (1965-1998) terlalu banyak tindakan-tindakan yang melanggar dari pada hak-hak asasi manusia yang dilakukan karena perilaku negara dan aparatnya yang memerintah Secara otoriter. Sehingga Indonesia dikenal dengan negara yang paling buruk dalam hal hak asasi manusia. Banyak kasus yang telah terjadi, mulai dari kasus timor-timur pra referendum, Tanjung Priok, Trisakti, Semanggi, kasus-kasus di papua dan Dom di Aceh.[1]
Dengan adanya pembentukan pengadilan Ham yang khusus ini, maka akan lebih mudah dalam menjerat pelanggar ham itu sendiri. Namun bukan berarti tindakan yang dilakukan oleh pelanggar ham tersebut tidak diatur didalam undang-undang. Tindakan tersebut sangat jelas diatur didalam KUHP namun tidakan itu tergolong kedalam tindakan kejahatan yang biasa atau ordinary crime, yang jika dibandingkan dengan pelanggaran HAM yang berat harus memenuhi beberapa unsur atau karakteristik tertentu yang sesuai dengan Statuta Roma 1999 untuk bisa diklasifikasikan sebagai pelanggaran HAM yang berat.
Disamping itu sesuai dengan prinsip International Criminal Court, khususnya prinsip universal yang tidak mungkin memperlakukan pelanggaran HAM berat sebagai ordinary crimes dan adanya kualifikasi universal tentang crimes against humanity masyarakat mengharuskan didayagunakannya pengadilan HAM yang bersifat khusus, yang mengandung pula acara pidana yang bersifat khusus pula.[2]
Untuk itu melalui makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut terhadap permasalahan yang khususnya membicarakan tentang peradilan HAM.

B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah HAM dan Peradilan HAM itu sendiri?
2. Bagaimana peradilan HAM di Tingkat Dunia?
3. Bagaimana peradilan HAM di Indonesia?
4. Apa saja yang menjadi factor pendukung dalam penegakan peradilan HAM?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Peradilan HAM
B. Perkembangan Peradilan HAM di Dunia
C. Peradilan HAM di Indonesia

D. Faktor-Faktor Yang Mendukung Keberhasilan Peradilan HAM



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran-Saran



DAFTAR PUSTAKA




[1] Ignatius Haryanto, Kejahatan Negara, (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 1999), hlm.31.
               
[2] Muladi, Pengadilan Pidana bagi Pelanggar HAM Berat di Era Demokrasi, (Jakarta: Jurnal Demokrasi dan HAM, 2000), hlm. 54.

Tidak ada komentar:

Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ