PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Kamis, 09 Juni 2011

PENGEMBANGAN MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN


Kompetensi:
1.    Peserta dapat mengidentifikasi ragam Media dan Sumber belajar untuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
2.    Peserta dapat mengembangkan media dan sumber belajar dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

A. Pendahuluan
              Pembelajaran merupakan aktivitas dan proses yang sistematis dan sistemik yang terdiri dari beberapa komponen yaitu : guru, kurikulum,  anak didik, fasilitas dan administrasi. Masing-masing komponen tidak bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan rancangan dan pengelolaan belajar yang baik yang dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
              Pada sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses pembelajaran. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat atau media yang digunakan dalam pembelajaran, disamping itu guru mampu menggembangkan ketrampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia di sekolah.
              Kenyataannya di atas menuntut guru di dalam melaksanakan tugasnya sebagai perancang maupun pengelola pembelajaran untuk memiliki ketrampilan dalam menyusun rencana pengajaran maupun melakukan interaksi dengan anak didik, mengelola kelas, menggunakan sumber belajar termasuk didalamnya menggunakan media pembelajaran. Untuk itu guru yang profesional memerlukan pemahaman mengenai ilmu yang mendasari profesinya. Guru setidak-tidaknya memiliki pengetahuan tentang karakteristik anak didik, mengetahui teori belajar, rancangan pembelajaran, penyajian bahan ajar, penguasaan terhadap penggunaan media pembelajaran dan melakukan penilaian hasil belajar.
              Selanjutnya efektivitas pembelajaran juga berhubungan dengan kompetensi yang berupa kemampuan menggunakan media pembelajaran yang  yang menunjang persiapan serta pelaksanaan tugas sebagai pendidik. Anak didik belajar dari gurunya bukan saja dari apa yang secara langsung diajarkan, tetapi juga dari media pembelajaran  yang terlihat saat yang bersangkutan melaksanakan proses belajar mengajar.
              Guru yang mengharapkan proses dan hasil pembelajaran supaya efektif, efisien dan berkualitas, semestinya memperhatikan faktor media pembelajaran yang keberadaannya memiliki peranan sangat penting. Media pembelajaran memiliki nilai praktis dan fungsi yang besar bagi pelaksanaan pembelajaran.
             
B. Pengertian Media Pembelajaran
              Pada hakikatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses komunikasi. Proses komunikasi atau proses penyampaian pesan haruslah diciptakan atau diwujudkan melalui kegiatan penyampaian dan tukar menukar pesan atau informasi oleh guru kepada anak didik. Yang dimaksud pesan atau informasi dapat berupa pengetahuan, keahlian, skill, ide, pengalaman dan sebagainya. Melalui proses komunikasi, pesan atau informasi dapat diserap dan tidak terjadi kesalahan dalam menangkap informasi perlu digunakan saran yang membantu proses komunikasi yang disebut media.              
              Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medua yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Areif Sardiman dkk (1996) mengemukakan arti dari media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
              Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip oleh Azhar Arsyad (2000) mengatakan  bahwa “media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh  pengetahuan, ketrampilan  atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara khusus, pengertian media dalam proses pembalajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
              Batasan lain yang dikemukakan oleh AECT (Association of Education and Communication Technology) (1986) bahwa media adalah “semua bentuk dan saluran yang digunakan dalam proses penyampaian informasi”.  Disamping sebagai sistem untuk menyampaikan pesan atau informasi, media sering diganti dengan kata mediator yaitu penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator, media menunjukkan fungsi dan perannya yaitu mengatur hubungan yang efektif anara dua pihak utama dalam proses pembelajaran yaitu siswa dan isi pelajaran. Disamping itu, mediatior dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan canggih,
              Selanjutnya definisi atau pengertian media ini dapat dilihat dari pendapat yang dikemukakan oleh Ahmad Rohani HM (1997) menjelaskan pengertian media sebagai berikut : “segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi (proses belajar mengajar).
              Gagne dan Briggs sebagaimana dikutip oleh Azhar Arsyad (2000) mengatakan bahwa  media pembelajaran adalah “meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recoder, kaset, video camera, foto, gambar, grafik, telvisi dan komputer”. Dari kutipan ini dapat dimaknai bahwa media adalah komponen sumber belajar atau wahan fisik yang mengandung materi pembelajaran dilingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
              Asnawir dan M. Basyaruddin Usman (2002), mengemukakan pengertian media pembelajaran adalah “sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan audiens (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya”.
              Dari beberapa kutipan di atas mengenai pengertian media pembelajaran dapatlah dipahami bahwa media pembelajaran merupakan sarana atau alat yang digunakan (guru) dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai, efektif, efisien dan berdaya tarik. 

C.  Klasifikasi Media Pembelajaran
              Klasifikasi media pembelajaran menurut Gerlach dibagi menjadi 5 (lima) kategori yaitu :
a.  Benda-benda asli dan manusia.
b.  Gambar-gambar dan gambar yang disorotkan.
c.  Benda-benda yang didengarkan
d.  Benda-benda cetakan
e.  Benda-benda yang dipamerkan.
              Eggar Dale mengklasifikasikan media pembelajaran berdasarkan pengalaman belajar peserta didik yaitu yang bersifat konkret sampai yang bersifat abstrak yaitu :
a.  Pengalaman melalui lambang kata/verbal.
b.  Pengalaman melalui lambang visual (peta, diagram).
c.  Pengalaman melalui gambar (fotoi, album).
d.  Pengalaman melalui rekaman, radio, gambar.
e.  Pengalaman melalui gambar hidup.
f.   Pengalaman melalui televisi.
g.  Pengalaman melalui pameran.
h.  Pengalaman melalui studi wisata.
i.   Pengalaman melalui kegiatan demonstrasi.
j.   Pengalaman melalui dramatisasi.
k.  Pengalaman melalui mode (benda tiruan).
l.  Pengalaman melalui  pengalaman  langsung bertujuan dan melakukan sendiri.        
              Santoso S. Hamijaya mengklasifikasikan media pendidikan menurut penggunaannya, yaitu :
a.  Media pembelajaran yang penggunaannya secara massal meliputi televisi, Film slide, radio.
b.  Media pembelajaran yang penggunaannya secara individual.
c.  Media pembelajaran pada pendidikan modern.
              Bertz mengklasifikaiskan media ke dalam tujuan kelas, yaitu :
              Selanjutnya mengenai jenis-jenis media pembelajaran sebagai berikut :
1. Berdasarkan indra yang digunakan, maka jenis media pembelajarannya yaitu :
  • Media audio
  • Media visual
  • Media audio visual
2. Berdasarkan jenis pesan, maka jenis media pembelajarannya yaitu :
  • Media cetak
  • Media non cetak
  • Media grafis
  • Media non grafis
3. Berdasarkan sasarannya, maka jenis media pembelajarannya yaitu ;
  • Media jangkauan terbatas (tape)
  • Media jangkauan luas (radio, televisi, pers)
4. Berdasarkan penggunaan tenaga listrik, maka jenis media pembelajarannya yaitu :
  • Media elekronik
  • Media non elektronik
5. Media asli dan media tiruan.
              Hal yang senada dengan pernyataan di atas adapat  pendapat Soegito Atmohoetomo sebagaimana dikutip oleh Ahmad Rohani HM bahwa jenis media pembelajaran itu dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu :
1. Media audio
2. Media visual
3. Media audio visual
              Media audio adalah media yang dalam pemanfaatannya mengunakan alat pendengaran (telingga) seperti radio, piringan hitam, tapa rekoder. Media visual adalah media yang dalam pemanfaatannya menggunakan alat penglihatan (mata) seperti slide, film bisu, OHP (overhead projector). Sedangkan media audio visual adalah media yang dalam pemanfaatannya menggunakan alat pendengaran dan penglihatan seperti televisi, Film.      

D. Pemilihan dan Pengembangan Media Pembelajaran
              Pemilihan media erat kaitannya dengan proses pengambilan keputusan, yaitu merupakan tindakan membandingkan dan memutuskan media apa yang digunakan dalam proses pembelajaran. Anderson )1994) menyatakan bahwa memilih media yang terbaik untuk tujuan instruksional bukanlah pekerjaan yang mudah, hal ini diakui oleh mereka yang pernah berkecimpung dalam tugas ini. Pemilihan itu rumit dan sulit karena didasarkan pada beberapa faktor yang saling berhubungan, seperti tergambar dalam pertanyaan berikut :
  • Seberapa jauh situasi dan latar pekerjaan yang sebenarnya perlu ditiru dalam program latihan ?
  • Media apa yang dianggap paling praktis untuk memaketkan, melaksanakan dan memperbaharui program latihan ?
  • Apakah diperlukan perlengkapan untuk menggunakan media yang dipilih ?
  • Apakah media itu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa atau malah membingungkan mereka ?
  • Bagaimanakah pencapaian siswa harus sesuai dengan sasaran yang ditentukan ?
  • Apakah perubahan tingkah laku yang diharapkan dari siswa sepadan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan media ?
Arief Sadiman menyebutkan dasar pertimbangan untuk memilih suatu media yaitu dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Selanjutnya Mc. Connel dalam Arif Sardiman (1996) menyatakan bahwa “bila media itu sesuai pakailah”, (If the Medium Fits, Use It).
Pemilihan media seyogyanya tidak terlepas dari konteksnya bahwasanya media merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Karena itu meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor lain seperti karakteristik siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaiannya juga perlu dipertimbangkan.
Setidaknya masih ada empat faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu :
1.  Faktor  ketersediaan  sumber setempat, artinya bila media yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri.
2.  Apakahuntuk   membeli  atau   memproduksi  sendiri  tersebut  ada  dana, tenaga dan fasilitasnya.
3. Faktor yang mengakut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama, artinya bisa digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada di sekitarnya dan kapanpun serta mudah dijinjing dan dipindahkan.
4.  Faktor efektivitas biayanya dalam jangka waktu yang panjang. Sebab ada jenis media yang biaya produksinya mahal namun bila dilihat kestabilan materinya dan penggunaannya yang berulang-ulang untuk jangka waktu yang panjang mungkin lebih murah dari media yang biaya produksinya murah tetapi setiap wakltu materinya berganti.
            Selanjutnya Arief Sardiman (1996) menyebutkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media :
§  Tujuan instruksional yang ingin dicapai
§  Karakteristik siswa atau sasaran
§  Jenis rangsangan belajar yang diinginkan
§  Keadaan latar atau lingkungan
§  Kondisi setempat
§  Luasnya jangkauan yang ingin dilayani.
Ahmad Rohani HM (1997) menyebutkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu :
  • Relevansi pengadaan media
  • Kelayakan pengadaan media
  • Kemudahan pengadaan media.
Berdasarkan ketiga faktor tersebut di atas, maka dibutuhkan pengetahuan tentang keunggulan dan keterbatasan setiap jenis media sehingga dapat diperkecil kelemahan atas media yang dipilih sekaligus dapat memilih berdasarkan kriteria yang dikehendaki. Selanjutnya dijelaskan bahwa pemilihan media haruslah memperhatikan kriteria sebagai berikut :
  • Tujuan
Media hendaknya menunjang tujuan instruksional yang telah dirumuskan.
  • Ketepatgunaan (validitas)
Tepat dan berguna bagi pemahaman bahan yang dipelajari
  • Keadaan peserta didik
Kemampuan daya pikir dan daya tangkap peserta didik, dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu pertimbangan.
  • Ketersediaan
Pemilihan perlu memperlihatkan ada/tidaknya media tersedia.
  • Media teknis
Media harus memiliki kejelasan dan kualitas yang baik
  • Biaya
Biaya yang dikeluarkan apakah seimbang dengan hasil yang dicapai.
Hartono Kasmadi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Rohani (1997) menyatakan bahwa  dalam memilih media perlu dipertimbangkan empat hal yaitu : (1) produksi, (2) peserta didik, (3) isi, dan (4) guru.
1. Pertimbangan produksi
  • Availability (tersedianya bahan), Media akan efektif dalam mencapai tujuan, bila tersedia bahan dan berada pada sistem yang tepat.
  • Cost (harga), harga yang tinggi tidak menjamin penyusunan menjadi tepat, sebaliknya tanpa biaya juga tidak akan berhasil artinya tujuan belum tentu dapat dicapai.
  • Physical Condition (kondisi fisik), misalnya dengan warna yang buram, akan mengganggu kelancaran belajar mengajar.
  • Accessibilty to student  (mudah dicapai), pembelian bahan hendaklah yang dwifungsi yaitu pengajar/guru dapat menggunakannya, peserta didik juga akan semakin mudah mencerna pelajaran.
  • Emotional Impact, mempunyai nilai estetika sehingga akan lebih menarik dan dapat menumbuhkan motivasi belajar.
2. Pertimbangan peserta didik
  • Student Characteristics.
  • Student Relevance
  • Student Involvement
3. Pertimbangan Isi
  • Curiculair Relevance, penggunaan media harus sesuai dengan isi kurikulum, tujuannya harus jelas, perlu direncanakan dengan baik.
  • Content Soundness, banyak bahan media yang sudah diprogram siap pakai, tapi kemungkinan bahan jadi tersebut belum tentu cocok dan mungkin sudah tidak up to date atau sudah out of print hingga tidak sesuai lagi.
  • Content Presentation, jika isi sudah tepat dan sesuai dengan kebutuhan, perlu juga cara menyajikan yang harus benar.
4. Pertimbangan Guru
  • Teacher Utilization, pengajar harus mempertimbangkan dari segi kemanfaatan media yang digunakan.
  • Teacher Peace of Mind, media yang digunakan mampu memecahkan problem, jangan malah menimbulkan masalah, maka perlu observasi dan review bahan-bahan tersebut sebelum disajikan.
Sedangkan kriteria dalam rangka memilih dan membeli media jadi adalah :
  • Apakah media yang bersangkutan relean dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai ?
  • Apakah ada sumber informasi, katalaog dan sebagainya mengenai media yang bersangkutan ?
  • Apakah perlu dibentuk suatu tim untuk mereviu yang terdiri dari para calon pemakai ?
  • Apakah ada media dipasaran yang telah divalidasikan ?
  • Apakah media yang bersangkutan boleh direviu terlebih dahulu ?
  • Apakah sudah tersedia format reviu yang sudah dibakukan ?
Selanjutnya dalam melakukan pemilihan media dikenal 3 model/prosedur pemilihan media yaitu :
  • Model flowchart, model ini menggunakan sistem penguguran (eliminasi) dalam mengambil keputusan pemilihan.
  • Model matrik, model ini berupa penangguhan proses pengambilan keputusan pemilihan sampai seluruh kriteria pemilihannya diidentifikasi.
  • Model checklist, model ini menangguhkan keputusan pemilihan sampai semua kriterianya dipertimbangkan.    
            Pengembangan media pembelajaran adalah suatu usaha penyusunan program media pembelajaran yang lebih tertuju pada perencanaan media. Media yang akan ditampilkan atau digunakan dalam proses pembelajaran terlebih dahulu direncanakan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan lapangan atau siswanya.
            Bila dirinci secara sistematis mengenai urutan pengembangan media maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
  • Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa
  • Merumuskan tujuan instruksional
  • Merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya tujuan
  • Mengembangkan alat ukur pengukur keberhasilan
  • Menulis naskah media
  • Mengadakan tes dan revisi
Banyak ahli menyusun taksonomi media berdasarkan pendekatan yang diyakini sebagi satu dasar penggolongan media, namun yang pasti media pembelajaran penggolongannya semestinya harus didasarkan pada efektifitas pencapain tujuan pembelajaran secara baik.

1.    Media visual

a.    Media visual yang tidak diproyeksikan, yaitu media yan tidak dapat dipantulkan pada layar karena bahannya tidak transparan seperti gambar mati, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta, realia, model, berbagai jenis papan serta sketsa.

b.    Media visual yang dapat diproyeksikan, yaitu media yang dapat dipantulkan pada dinding atau layar karena bahannya transparan seperti OHP, slide proyektor, film strip projektor serta opaque projector.

2.    Media audio

Adalah jenis media yang hanya dapat didengar seperti program wicara, wawancara, diskusi, buletin, warta berita, program dokumener, program feature danmajalah udara serta drama audio.

3.    Media audiovisual

Adalah jenis media yang dapat didengar dan dipandang atau diamati seperti slide suara dan televisi.

Sementara itu bentuk lain yang telah menyusun taksonomi media ini diantaranya dalah sebagai berikut:

1.    Taksonomi media menurut kemampuan pengembangan

a.    Media grafis

Adalah media yang dapat mengkomunikasikan fakta fakta dan gagasan gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata kata dan gambar.

Jenis media grafis meliputi; bagan, diagram, grafik, poster, kartun dan komik.

b.    Media fotografis

Adalah media yang dapat mengungkapkan satu kejadian dalam bentuk dua dimensi dengan memperhatikan; jarak, diafragma, dan kecepatan.

Karakteristik fotografis adalah; dua dimensi, bersifat diam, rekaman fakta, still-life (berkesan hidup).

c.    Media tiga dimensi

Adalah media yang dapat membantu dalam mengkomunikasikan hakikat dari berbagai benda, baik yang terlalu besar, terlalu kecil, terlalu jauh maupun dekat sehingga dapat dipahami oleh siswa.

d.    Media proyeksi

Adalah media yang dapat menayangkan, mentransmisikan atau mentransparansikan satu bentuk kedalam bentuk lain.

Jenis jenis dari media proyeksi adalah; Overhead Proyektor, slide dan filmstrip.

e.    Media audio

Adalah media untuk menyampaikan bahan yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (pita suara atau piringan suara), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan peserta didik, sehingga terjadi proses pemebelajaran secara efektif.

Beberapa kegiatan yang tepat untuk media ini:

·         pengajaran bahasa asing

·         pidato

·         musik

·         pendidikan fisik

·         pendidikan seni

·         perekaman kegiatan diskusi

·         perekaman untuk suatu interview

·         perekaman untuk siaran radio pendidikan

·         perekaman simualsi siaran radio

·         penyebaran rekaman pita suara

f.     Lingkungan sebagai media

Adalah media yang dapat mengungkapkan fakta, gagasan, kejadian, peistiwa yang sebnarnya terjadi di lingkungan peserta didik untuk dipelajari, diamati dalam hubungannya dengan proses pembelajraan.

Terdapat enam cara untuk melakukannya;

·         survey

·         camping (berkemah)

·         field trip (karyawisata)

·         praktek lapangan

·         pelayanan atau pengabdian pada masyarakat

·         mengundang nara sumber keruangan.

2.    Taksonomi menurut Kontrol Pemakai

 

Media

Kontrol Pemakai

Portable

Di rumah

Setiap saat

Terkendali

Mandiri

Umpan balik

Audio kaset

ya

ya

ya

ya

ya

tidak

Bingkai

ya

ya

ya

ya

ya

tidak

Buku

ya

ya

ya

ya

ya

tidak

Film

ya

ya

ya

sulit

ya

tidak

Komputer

tidak

ya

ya

ya

ya

ya

Permainan

ya

ya

ya

ya

ya

ya

Piring hitam

ya

ya

ya

ya

ya

tidak

Radio

ya

ya

ya

sulit

ya

tidak

Teksberprogram

ya

ya

ya

ya

ya

ya

Televisi

ya

ya

tidak

tidak

ya

tidak

Vidio kaset

ya

ya

ya

ya

ya

tidak

 

3.    Taksonomi Media menurut ukuran audiens

 

Audiens Besar

Audiens Kecil

Individu

Televisi

Radio

Faximily

Koran

majalah

Internet

Film suara

Film bisu

Vidiotape

Filmstripsuara

Slide

Radio

Audiotape

Audiodisc

Foto/Poster

Papan tulis

Media cetak

Telepon

CAI





 

Perkembangan taksonomi ini akan terus terjadi, sesuai dengan kemajuan pengetahuan, semakin ragamnya bentuk media, dan juga semakin kompleksnya kegiatan pendidikan. Pada intinya taksonomi dibentuk adalah sesuai dengan keperluan analisis, begitu juga untuk memudahkan pengguna dalam memilih, mengembangkan media dalam kegiatan pembelajaran.

 

F.    Pengelolaan Sumber Belajar

Dalam struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi, kegiatan pembelajaran termasuk salah satu komponen yang harus ada, selain kurikulum dan hasil belajar, penilaian berbasis kelas, dan pengelolaan kurikulum berbasis madrasah. Kegiatan pembelajaran memuat gagasan-gagasan pokok tentang proses pembelajar an yang dijadikan sebagai pegangan untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis untuk mengelola pembelajaran agar tidak berjalan secara mekanistik. Dengan demikian, setiap proses pembelajaran dalam KBK harus mengacu atau mempertimbangkan gagasan-gagasan yang ada dalam kegiatan pembelajaran ini.
Mengelola Sumber Belajar
Sumber belajar adalah semua sumber yang dapat dipakai oleh siswa, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan siswa lain, untuk memudahkan belajar. Kegiatan belajar mengajar akan berjalan lebih optimal jika guru memanfaatkan sumber belajar yang tersedia di sekitar madrasah, baik sumber belajar yang dirancang khusus untuk kegiatan pembelajaran (by-design learning resources) maupun sumber belajar yang tersedia secara alami dan tinggal memanfaatkan (by-utilization learning resources).
Pengadaan Sumber Belajar
Pengelola madrasah (kepala madrasah dan guru) perlu memetakan tentang sumber-sumber belajar yang dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran agar berjalan efektif. Bentuk sumber belajar pada dasarnya tergantung pada kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru. Sangat mungkin terjadi, bahwa sumber belajar pada mata pelajaran tertentu berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Untuk itu, pengadaan sumber belajar perlu mempertimbangkan tujuan pembelajaran dari setiap mata pelajaran termasuk dalam hal ini mata pelajaran.Untuk menentukan sumber belajar, paling tidak ada tiga langkah yang perlu diperhatikan. Pertama, membuat daftar kebutuhan melalui identifikasi sumber dan sarana pembelajaran yang diperlukan untuk kegiatan belajar mengajar di kelas atau sekolah. Pengelola madrasah perlu membuat daftar inventarisasi sumber dan sarana belajar yang tersedia di sekitar madrasah, baik yang ada di madrasah seperti media pembelajaran, laboratorium, dan fasilitas yang ada di dalamnya, masjid/mushala, maupun yang ada di luar madrasah, seperti fasilitas di masyarakat yang tersedia di sekitar madrasah. Fasilitas ini tidak sekedar yang berupa benda mati (non-human) namun juga bisa yang berupa manusia seperti Tokoh agama (kiai/ustadz), lembaga pengelola zakat dan shadaqah (ZIS), praktisi atau ahli tertentu di sekitar madrasah yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang proses pembelajaran. Kedua, setelah proses identifikasi dan inventarisasi tentang sumber belajar selesai, perlu dilakukan penggolongan ketersediaan alat, bahan atau sumber belajar tersebut. Tujuan dari penggolongan ini adalah untuk mengetahui ketersediaan sumber belajar di sekitar madrasah. Dari proses ini akan diketahui sumber belajar yang sebenarnya sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar namun belum tersedia sehingga ada upaya konkrit dari pengelola untuk mengadakannya, baik melalui pembelian, pembuatan sendiri, maupun peminjaman. Ketiga, bila sumber belajar tersebut tersedia, maka para guru tinggal memanfaatkannya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Apabila ditemukan sumber belajar yang sudah tersedia, namun belum sepenuhnya dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, maka guru perlu memodifikasi atau menyesuaikan sumber belajar tersebut. Berikut ini skema tentang alur pengadaan sumber belajar di madrasah.

 


Text Box: Digunakan 








 

 

 

 


1.    Pemanfaatan Sumber Belajar

Hal berikutnya yang perlu dipikirkan oleh guru fiqih setelah sumber belajar sudah tersedia adalah memanfaatkannya untuk kegiatan pembelajaran. Berikut ini disampaikan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan sumber belajar yang sudah tersedia.
a.    Identifikasi kebutuhan sumber daya
Guru perlu melakukan identifikasi tentang sumber daya, terutama manusia, yang tersedia untuk dapat memanfaatkan atau mengelola sumber-sumber belajar demi pencapaian tujuan pendidikan. Sebab, ketersediaan sumber belajar yang ada di sekitar madrasah tidak akan banyak berarti tanpa ada dukungan sumber daya manusia yang mampu menggunakannya.
b.    Mengidentifikasi potensi sumber belajar yang ada dan dimanfaatkan untuk pembelajaran
Selain persoalan ketersediaan sumber daya di madrasah, guru juga perlu mengklasifikasikan sumber-sumber belajar tersebut agar mudah dalam pemanfaatannya.

c.    Pengelompokan sumber belajar dalam kelompok
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa sumber belajar tidak hanya dipahami sebagai sejumlah benda mati, namun juga berupa makhluk hidup, termasuk manusia. Karena itu, upaya pengelompokan sumber belajar oleh guru akan sangat membantu dalam pemanfaatannya agar sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai. Pengelompokan sumber belajar antara lain dapat dilihat berikut ini.
1)    Lingkungan alam
Sumber belajar ini berupa benda-benda alami yang ada di sekitar madrasah, seperti batu, tumbuhan, sawah, sungai, dan sebaginya. Jenis sumber belajar ini dapat dimanfaatkan untuk mengasah semua jenis kecerdasan siswa, misalnya linguistik, logis-matematis, spasial, musikal, kinestetis-jasmani, interpersonal, intrapersonal, dan natural.
2)    Perpustakaan
Sumber belajar jenis ini berupa barang cetakan yang tersedia di perpustakaan, seperti buku, majalah, jurnal, dan laporan-laporan penelitian.

3)    Media cetak
Media cetak yang dimaksud di sini tidak dalam pengertian yang sudah tersedia di perpustakaan, namun media cetak yang ada di luar, misalnya koran, majalah, dan buku.
4)    Nara sumber
Sumber belajar dapat berupa orang yang ahli atau praktisi di berbagai bidang yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang dicapai. Jenis sumber belajar ini antara lain: ahli agama (kiai/ustadz, muballigh), bankir, dokter, petani, pedagang, polisi, militer, dan seterusnya. Mereka sesekali dapat dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran, baik dengan cara berkunjung ke tempat mereka bekerja maupun mendatangkannya ke madrasah.
5)    Karya siswa
Sumber belajar jenis ini adalah sejumlah media yang diciptakan oleh siswa, misalnya lukisan, kaligrafi, kliping, peta, dan alat peraga lain.
6)    Media elektronik
Sumber belajar jenis ini berupa alat elektronik, baik dibuat sendiri maupun yang sudah tersedia, misalnya radio, televisi, komputer, internet, dan antena parabola.
d.    Mencari dan menganalisis relevansi antara kelompok sumber belajar dengan mata pelajaran.
Langkah berikutnya setelah mengelompokkan sumber-sumber belajar yang tersedia di sekitar madrasah adalah mengaitkan kelompok sumber belajar tersebut dengan mata pelajaran yang diampu oleh guru. Dalam hal ini sangat mungkin terjadi bahwa satu mata belajaran menggunakan lebih dari satu kelompok sumber belajar. Mata pelajaran dapat menggunakan media elektronik, narasumber, media cetak, perpustakaan, dan alam sekitar.
e.    Menentukan materi dan kompetensi untuk pembelajaran
Langkah berikutnya yang perlu dicermati adalah menentukan materi dan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Penggunaan sumber belajar pada dasarnya untuk mendukung pencapaian kompetensi ini. Kompetensi yang dimaksud disini mencakup penguasaan pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), keterampilan (skill), nilai (value), sikap (attitude), dan minat (interest).
f.     Pemanfaatan sumber-sumber belajar dalam pembelajaran
Setelah penentuan materi dan kompetensi dari setiap mata pelajaran dilakukan, maka langkah berikutnya adalah memanfaatkan sumber belajar yang tersedia untuk dapat mencapai kompetensi yang diinginkan.

G.           Multimedia
Teknologi baru khususnya multimedia memiliki peranan semakin penting dalam pembelajaran. Teknologi pembelajaran melihat prospek yang bagus bagi pendidikan masa depan dimana “online-teaching” “e-learning” “virtual classrooms” dan “laptop universities” memegang pernaanyang semakin penting. Diyakini bahwa multimedia akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana “learning with effort” akan dapat digantikan dengan “learning with fun” Jika situasi belajar semacam ini tidak terjadi, maka multimedia sekurang kurangnya dapat membuat belajar menjadi lebih efektif.

Multimedia yang dimaksudkan disini adalah gabungan beberapa alat alat tkenik (misalnya, komputer, memori elektronik, jaringan informasi, dan alat alat display) yang dapat menyajikan informasi melalui berbagai format (seperti teks, gambar nyatata atau grafik) dan melalui multi saluran sensorik.
Multimedia dimasa depan, bahkan masa kini telah menjadi bagian dari upaya peningkatan kemampuan seseorang dalam menerima materi pembelajaran secara efektif. Untuk itu multimedia adalah informasi terkahir yang satu saat nanti telah menjadi sejarah maka harus diikuti perkembangannya.

 

H.   Penutup
Pendidikan dan pembelajaran terus mengalami perubahan, perubahan itu akibat tuntutan dari kebutuhan masyarakat maupun juga akibat dari kemajuan teori teori dari pembelajaran. Terdapat hubungan signifikan antara berbagai temuan dalam bidang pembelajaran dengan tuntutan masyarakat, yang pada gilirannya akan menghasilkan formula formula baru dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
Media pembelajaran melihat bahwa perubahan harus diikuti dan dijadikan bagian dari upaya meningkatkan pelayanan kegiatan pembelajaran dengan satu makna yakni; mempermudah orang belajar. Belajar dengan cara mudah dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, baik itu dari materi, kemampuan pendidik, kesiapan peserta belajar, serta penciptaan suasana agar menjadi nyaman.
Penciptaan suasana memerlukan sistem, material, nilai dan lain sebagainya, disinilah media pembelajaran dihadirkan untuk dikaji dan dikembangkan. Sistem artinya perlu aturan aturan tertentu yang harus dipatuhi sehingga suasana dapat menjadi menyenangkan peserta didik untuk belajar, material artinya diperlukan bantuan alat, benda atau bahan hasil teknologi yang mampu memberikan kemudahan peserta didik mengakses informasi dari sumber belajar sebanyak mungkin, kemudian nilai dalam hal ini diperlukan satu tatanan kaidah yang menjadi kontrol bagi upaya pengadaan, pemilihan, penggunaan serta pengendalian dari media sebagai bagian dari pengembangan pembelajaran.
Media pembelajaran yang berawal dari upaya mempermudah orang belajar, kemudian menjadi alat, instrumen untuk membantu peserta didik belajar, kemudian mempunyai nilai yang strategis dalam hal mengefektifkan dan mengefisiensikan kegiatan pembelajaran. Pikiran pikiran untuk mengembangkan media pembelajaran tentu harus diarahkan pada hal hal berikut: pertama, bahwa media sampai kapanpun terus menjadi bagian dari pengmembangan pembelajaran, untuk itu peran media harus dikuatkan yakni mempermudah orang belajar. Kedua, media adalah alat bukan tujuan, jadi fungsi dan penggunaannya tergantung pada tujuan, dan kemampuan untuk menggunakan dan mengendalikan. Ketiga sebaik baik media yang paling utama adalah sesuatu yang lebih alami, kemudian pendidik yang lebih nyata, dalam hal ini guru tetap memiliki peran yang tidak dapat digantikan oleh media apapun, dimanapun, sampai kapanpun.

I.        Daftar Bacaan

Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook, USA: McGraw-Hill, 2000.
Departemen Pendidikan Nasional, Kegiatan Belajar Mengajar, Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2002.
Gagne Robert, The Conditioningg of Learning, New York, Holt Rinehart and Winston, 1985
Harvey A. Averch, et al., How Effective is Schooling?, New Jersey: Englewood Cliffs, 1974.
Heinich R, et all, 1996, Instructional Media and Technologies for Learning, 5th edition, New York: Mac Millan.
James P. Shaver (ed.), Handbook of Research on Social Studies Teaching and Learning, New York: Macmillan Publishing Company, 1991.
Jonnasen, D.H, et al, 1996, Hand book of Research for Educational Communication and Technology
Mel Silberman, Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subjects, Boston: Allyn & Bacon, 1996.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media, Pengajaran,  Bandung: Sinar Baru, 1997.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru, 1997.
Oemar Hamalik, Media Pendidikan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994.
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta, Kanisius, 1997
Yager E.Robert, Science Technology Society as Reform in Science Education, New York, 1996

PERUMUSAN INDIKATOR DAN TUJUAN PEMBELAJARAN


Kompetensi Dasar
            Setelah mendalami materi ini peserta diharapkan memiliki kemampuan merumuskan indikator dan tujuan pembelajaran

Pendahuluan
Merumuskan indikator pencapaiaan diperlukan untuk memenuhi tuntutan minimal kompetensi yang dijadikan standar secara nasional. Karena itu indikator memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam mengembangkan pencapaian kompetensi dan berfungsi sebagai:
1.    Pedoman dalam merumuskan tujuan pembelajaran
2.    Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran
3.    Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran
4.    Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup kognitif (pengetahuan), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Indikator dikembangkan sesuai dengan (a) karakteristik peserta didik, (b) mata pelajaran,  (c) satuan pendidikan, (d) potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
Setelah pembelajar merumuskan indikator, maka tugas selanjutnya adalah melakukan analisis isi  untuk merumuskan  tujuan pembelajaran yang menggambarkan proses dan ha­sil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan SK dan KD.
Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui materi merumuskan uindikator dan tujuan pembelajaran ini, agar peseta pelatihan mampu/dapat :
1.    Menjelaskan pengertian indikator pembelajaran
2.    Merumuskan indikator  pembelajaran
3.    Memetakan hirarki kemampuan berdasarkan analisis isi
4.    Merumuskan tujuan pembelajaran

A.  Pengembangan Indikator Pencapaian Kompetensi
1.  Mekanisme pengembangan indikator
Mekanisme pengembangan indikator adalah dengan menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD, menganalisis karakteristik mata pelajaran, peserta didik dan sekolah/madrasah. Langkah-langkah mengembangkan indikator ialah:
a.    Langkah pertama adalah menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD. Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja operasional yang digunakan dalam SK dan KD. Tingkat kompetensi dapat diklasifikasi dalam tiga bagian, yaitu tingkat pengetahuan, tingkat proses, dan tingkat penerapan. Kata kerja pada tingkat pengetahuan lebih rendah dari pada tingkat proses maupun penerapan. Tingkat penerapan merupakan tuntutan kompetensi paling tinggi yang diinginkan. Selain menunjukkan tingkat kompetensi, penggunaan kata kerja menunjukan penekanan aspek yang diinginkan, mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pengembangan indikator harus mengakomodasi kompetensi sesuai tendensi yang digunakan SK dan KD. Jika aspek keterampilan lebih menonjol, maka indikator yang dirumuskan harus mencapai kemampuan keterampilan yang diinginkan.
b.    Menganalisis karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah. Pengembangan indikator mempertimbangkan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah hal ini karena indikator menjadi acuan dalam penilaian, sesuai Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005

2.  Karakteristik mata pelajaran PAI
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dari mata pelajaran lainnya. Perbedaan ini menjadi pertimbangan penting dalam mengembangkan indikator. Karakteristik mata pelajaran Agama Islam pada sekolah/madrasah yakni:
a.    lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaaan materi;
b.    mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yangtersedia;
c.    memberiklan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan  untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan ketersedian sumber daya pendidikan;
d.   karakteristik Pendidikan agama Islam di sekolah umum dan di Madrasah yang terdiri atas empat mata pelajaran tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri.
1)  Al-Qur’an-Hadits, menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan  sehari-hari.
2)  Aqidah menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan/keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-asma’ al-husna. Akhlak menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.
3)  Fiqh menekankan pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang  baik dan benar.
4)  Tarikh & kebudayaan Islam menekankan pada kemampuan mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, ipteks dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.

3.  Merumusan indikator pencapaian kompetensi
Pengembangkan indikator memerlukan informasi karakteristik peserta didik yang unik dan beragam. Peserta didik memiliki keragaman dalam intelegensi dan gaya belajar, oleh karena itu indikator selayaknya mampu mengakomodir keragaman tersebut.
Peserta didik dengan karakteristik unik visual-verbal atau psiko-kinestetik selayaknya diakomodir dengan penilaian yang sesuai sehingga kompetensi siswa dan dapat terukur secara proporsional. Karakteristik sekolah dan daerah juga menjadi acuan dalam pengembangan indikator karena target pencapaian sekolah tidak sama. Sekolah kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat mengembangkan indikator lebih tinggi. termasuk sekolah bertaraf internasional dapat mengembangkan indikator dari SK dan KD
Dengan mengkaji tuntutan kompetensi sesuai rujukan standar nasional yang digunakan. Sekolah dengan keunggulan tertentu juga menjadi pertimbangan dalam mengembangkan indikator. Dalam merumuskan indikator pembelajaran perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1.  Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi dua indikator
2.  Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK dan KD.
3.  Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik.
4.  Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki kompetensi.
5.  Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat kompetensi dan materi pembelajaran.
6.  Indikator harus dapat mengakomodir karakteristik mata pelajaran sehingga menggunakan kata kerja operasional yang sesuai.
7.  Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Contoh indikator pencapaian kompetensi:

Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator
Memahami ketentuan hukum Islam tentang pengurusan jenazah.
Menjelaskan tatacara pengurusan jenazah
o  Mampu menjelaskan langkah-langkah/tatacara memandikan jenazah
o  Mampu menjelaskan tata cara mengkafani jenazah
o  Mampu menjelaskan tata cara menshalatkan jenazah
o  Mampu menjelaskan tata cara menguburkan jenazah

Memperagakan
tatacara pengurusan
jenazah
·      Mampu memperagakan/mempraktikkan tata cara memandikan jenazah
·      Mampu memperagakan/mempraktikkan tata cara mengkafani jenazah
·      Mampu memperagakan/mempraktikkan tata cara menshalatkan jenazah
·      Mampu memperagakan tata cara menguburkan jenazah

4.  Pengembangan Indikator Penilaian
Indikator penilaian merupakan pengembangan lebih lanjut dari indikator. Indikator penilaian perlu dirumuskan untuk dijadikan pedoman penilaian bagi guru, peserta didik maupun evaluator di sekolah. Dengan demikian indikator penilaian bersifat terbuka dan dapat diakses dengan mudah oleh warga sekolah. Setiap penilaian yang dilakukan melalui tes dan non-tes harus sesuai dengan indikator penilaian.
Indikator penilaian menggunakan kata kerja lebih terukur dibandingkan dengan indikator pencapaian kompetensi. Rumusan indikator penilaian memiliki batasan-batasan tertentu sehingga dapat dikembangkan menjadi instrumen penilaian dalam bentuk soal, lembar pengamatan, dan atau penilaian hasil karya atau produk, termasuk penilaian diri.

A.  Perumusan Tujuan Pembelajaran
1.  Pengertian taksonomi pembelajaran
      Tujuan pembelajaran, biasa disebut “performance-objectives”. Gerlach dan Ely dalam Waridjan (1984: 21) mendefinisikan  tujuan pembelajaran sebagai suatu deskripsi perubahan tingkah laku atau hasil   perbuatan  yang   memberi  petunjuk  bahwa   suatu  proses   belajar   telah   berlangsung.  Selanjutnya  Briggs  (1977) mengatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan tentang apa yang harus dapat dilakukan siswa atau tentang tingkah laku bagaimana yang diharapkan dari siswa setelah ia menyelesaikan suatu program pembelajaran tertentu.
Untuk dapat menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan atau hasil belajar menjadi sangat penting bagi guru. Dengan pemahaman ini guru akan dapat menentukan dengan lebih jelas dan tegas apakah tujuan instruksional matakuliah yang diasuhnya lebih bersifat kognitif, dan mengacu kepada tingkat intelektual tertentu. atau lebih bersifat afektif atau psikomotorik.
Taksonomi tujuan instruksional membagi tujuan pendidikan dan instruksional ke dalam tiga kelompok. yaitu tujuan yang bersifat:
·         Kognitif
Tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berfilkir", mencakup kemampuan intelektuall yang lebih sederhana, yaitu "mengingat". sampai dengan kemampuan untuk membuat/menciptakan.
·   Afektif
Tujuan afektif yang berhubungan dengan "perasaan", 'emosi",  dan "sikap hati" (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana, yaitu "memperhatikan suatu fenomena" sampai dengan yang kompleks yang merupakan factor internal seseorang. Dalam literature tujuan afektif ini disebutkan sebagai : minat, sikap hati, sikap menghargai, sistem nilai, serta kecenderungan ernosi.
·         Psikomotor,
Tujuan psikomotor berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tinadakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Dalam literature tujuan ini tidak banyak ditemukan penjelasannya, dan biasanya dihubungkan dengan "latihan menulis". berbicara. berolahraga, serta yang berhubungan dengan keterampilan teknis.
Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan ciri-ciri suatu bidang tertentu. Sebagai contoh, taksonomi dalam bidang ilmu fikih menghasilkan pengelompokan Air dalam bab thaharah kepada air yang suci lagi mensucikan, air yang musta’mal dan air mutanajjis. Taksonomi tujuan pembelajaran adalah pengelompokan tujuan pembelajaran dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Perumusan tujuan instruksional yang jelas. terukur dan dapat diamati menjadi semakin penting untuk dapat menentukan apakah suatu proses belajar mengajar mencapai tujuan atau tidak. Perumusan tujuan yang terkesan kabur, seperti "menghayati kehidupan beragama," tidak lagi dianggap cukup, sebab rumusan seperti ini tidak tegas menyatakan perilaku atau "performance" apa yang diharapkan sebagai hasil belajar.

2.  Analisis isi
Menurut Mage, langkah-langkah  analisis istruksional dapat dibedakan dua macam:
a.    Langkah pertama ialah menuliskan semua tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
b.    Langkah kedua ialah menyusun daftar tugas secara mendetail dan urut sesuai dengan urutan senyatanya manakala tugas itu dilaksanakan.
1)    Identifikasi tugas-tugas pokok dan hubungannya dengan subtugas.
2)    Mengurutkan tugas-tugas sesuai dengan urutan, manakala tugas tersebut dilaksanakan dalam keadaan senyatanya.
3)    Identifikasi tingkah laku (behavior) yang diperlukan untuk melak­sanakan setiap tugas.
4)    Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mempelajari setiap tugas.

Uraian secara untuk masing-masing langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Cara yang efektif untuk menentukan tugas-tugas pokok adalah dengan menuliskan semua tugas yang berkenaan dengan masing-masing bidang tertentu yang harus dicapai. Kita bisa mulai dengan menanyakan kepada diri sendiri. "Apa ­yang saya inginkan dapat dilakukan siswa setelah ia selesai mempelajari suatu unit pelajaran" ? Seberapa banyak daftar tugas tersebut, tergantung dari luasnya bidang yang dianalisis, misalnya apakah kita ingin menyusun suatu mata pelajaran, atau bahkan suatu unit pel­ajaran. Sebagai contoh, di sini kita ambil dari pembicaraan sub bab : "Taharah". Tugas pokok dalam melaksanakan analisis instruk­sional adalah sebagai berikut:
a.    Identifikasi tugas-tugas pokok dan hubungannya dengan sub-sub tugas;
b.    Mengurutkan tugas-tugas tersebut sesuai dengan urutan manakala tugas tersebut dilaksanakan;
c.    Identifikasi tingkah laku (behavior) yang diperlukan untuk melaksanakan tiap tugas;
d.    Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mempelajari setiap tugas.
Ber­dasarkan hasil analisis tersebut kita tentukan pelajaran-pelajaran yang harus diberikan kepada peserta didik. Sudah barang tentu kita tidak mungkin mempunyai keahlian un­tuk menganalisis tugas semua bidang pekerjaan. Untuk mengatasi kesulitan ini kita bisa melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.  Review/baca dokumen-dokumen aktual yang berhubungan dengan bidang yang hendak dianalisis,
b.  Tanyakan kepada ahli bidang mata pelajaran tersebut untuk mendapat in­formasi mengenai tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam melakukan pekerjaan, dan
c.   Perhatikan (observasi) orang-orang yang bekerja sesuai dengan bidang yang hendak dianalisis. Dengan mencatat setiap langkah yang dikerjakan, kita akan memperoleh hasil analisis yang tepat.
2.  Setelah tugas pokok dan sub tugas ditentukan, langkah selanjut­nya ialah menyusun urutan tugas pokok dan sub tugas tersebut sesuai dengan kenyataan bila tugas dilaksanakan. Di sini perlu dijawab pertanyaan: apa yang pertama dikerjakan, kedua, ketiga,dan seterusnya­ sampai selesai. Pentingnya daftar urutan ini ialah, bahwa semua tugas pokok dan sub tugas tak ada yang terlewatkan. Guru akan menggunakan daftar ini untuk menyusun materi pembelajaran. Guru tak perlu mengajar­kan hal-hal yang tak tercantum di dalam daftar analisis instruksional.
3.  Langkah selanjutnya ialah menganalisis tingkah laku (behavior) yang diperlukan oleh setiap tugas. Apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk dapat melakukan setiap tugas? Hal-hal yang perlu dikerjakan di dalam langkah ini ialah:
a.    Merumuskan tugas tersebut dalam bentuk tingkah laku yang tepat, dalam arti rumuskan dengan jelas, tepat dan spesifik, apakah yang harus diperbuat oleh siswa untuk dapat melaksanakan tugas tersebut,
b.    Menentukan kriteria terpenuhinya pelaksanaan tugas tersebut, dan
c.    Jenis atau aspek tingkah laku tersebut apakah termasuk pengetahuan, sikap atau keterampilan.
(1)  Perumusan tingkah laku; menggunakan kata-kta kerja (action verbs) yang jelas dan operasional seperti: membaca, menuliskan, mengucapkan, mengurutkan, menyusun, membuat, menunjukkan dan sebagainya. Jangan digunakan kata-kata yang bukan “action-verbs” misalnya: menghayati, memahami, menikmati, mempercayai, dan sebagainya. Kelompok kata kerja yang pertama memudahkan guru untuk menilai apakah tugas telah dilaksanakan, sedang kelompok kata kerja yang kedua, sukar untuk mengevaluasi apakah siswa telah melaksanakan tugas yang dimaksud
(2)  Penentuan kriteria keberhasilan; Di samping diperlukan perumusan kata kerja yang jelas, kriteria atau ukuran seberapa jauh bahwa tugas telah dilaksanakan atau terpenuhi harus juga ditentukan. Apakah siswa harus dapat melaksanakan semua tugas? Hal ini berarti digunakan kriteria 100%. Kriteria 100% biasanya sulit terpenuhi, karena itu kriteria 90% kiranya lebih lazim dan memungkinkan untuk dapat dicapai. Di samping prosentase, kadang berapa lama tugas harus diselesaikan dicantumkan juga sebagai ukuran (kriteria) terpenuhinya tugas.
(3)  Jenis atau aspek tingkah laku; Pada dasarnya aspek tingkah laku di dalam proses belajar mengajar bisa dibedakan menjadi tiga kategori: pengetahuan (cognitive), gerak (psychomotor), dan perasaan (affective).
(a)    Aspek pengetahuan (cognitive); Aspek ini paling banyak mendapatkan perhatian dari para guru/pendidik. Termasuk dalam aspek ini ialah semua tingkah laku yang menggunakan kemampuan intelektual siswa. Di dalam praktek, biasanya aspek pengenalan tingkat yang lebih rendah seperti hafalan dan ingatan saja yang banyak dikerjakan. Hal ini disebabkan oleh mudahnya tingkah laku pada tingkat tersebut un­tuk diajarkan dan dievaluasi. Seharusnya pengajaran menjangkau juga tingkat pengenalan yang lebih tinggi seperti pembentukan konsep dan pemecahan masalah.
(b)    Aspek gerak (psychomotor skill): Aspek gerak meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf dan otot badan. Aspek ini sering kurang mendapatkan perhati­an kecuali untuk bidang seni lukis, musik, dan pendidikan jasmani. Ketrampilan gerak adalah salah satu sarana atau saluran yang dengannya siswa menerima dan menyampaikan informasi (berkomu­nikasi), maka adalah penting bahwa guru memperhatikan aspek ini di dalam analisis instruksional. Termasuk di dalam aspek gerak, menurut Esseff, adalah: pendengaran, penglihatan, ucapan, mengubah, menulis,dan meraba.
(c)    Aspek perasaan (affective behavior); Aspek ini meliputi perasaan, nilai, sikap, dan sebagainya. Aspek ini sangat sedikit mendapatkan perhatian disebabkan oleh sukarnya merumuskan dan mengevaluasi aspek ini. Sebenarnya aspek perasaan dapat mempengaruhi aspek tingkah laku yang berkenaan dengan pengenalan dan gerak. Mengingat eratnya hubungan antara ketiga aspek tersebut, maka para guru perlu memperhatikan aspek perasaan tersebut. Apa yang perlu diperhatikan di dalam membicarakan ketiga aspek tingkah laku tersebut ialah: (1) Ada hierarkhi tertentu di dalam aspek pengenalan, (2) Tak ada hierarkhi tertentu pada aspek gerak dan perasaan, (3) Kesemua aspek tersebut satu sama lain erat hubungannya. Ketiga aspek tersebut perlu diperhatikan di dalam melaksanakan analisis instruksional.

3. Memperkirakan Waktu Untuk Mempelajari
Langkah terakhir di dalam analisis instruksional ialah memperkirak­an beberapa lama waktu yang diperlukan untuk mempelajari masing-masing tugas. Pada tahap mula, perkiraan waktu didasarkan atas pengalaman guru. Yang perlu diperhatikan, ialah bahwa perkiraan waktu yang dimak­sud adalah waktu yang dipakai untuk mempelajari, bukan waktu diperlukan untuk melaksanakan tugas. Perkiraan waktu secara bertahap akan diperoleh ketepatannya melalui penyusunan disain instruksional, pengembangan dan uji coba materi (paket) pengajaran.

Dalam analisa nstruksional, hasil analisis tujuan instruksional dikelompokkan pada empat struktur kompetensi, yaitu :
1)  Struktur hirakhikal, yaitu susunan beberapa kompetensi dimana satu/beberapa kompetensi menjadi prasyarat bagi kompetensi berikutnya.
2)  Struktur prosedural, yaitu kedudukan beberapa kompetensi yang menunjukan satu rangkaian pelaksanaan kegiatan/pekerjaan, tetapi antar kompetensi tersebut tidak menjadi prasyarat bagi kompetensi lainnya.
3)  Struktur pengelompokan (Cluster), yaitu beberapa kompetensi yang satu dengan lainnya tidak memiliki ketergantungan, tetapi harus dimiliki secara lengkap untuk menunjuang kompetensi berikutnya.
4)  Struktur kombinasi, yaitu beberapa kompetensi yang susunan terdiri dari bentuk hirakhikal, prosedural, dan pengelompokan.

4.  Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Mager dalam Dick dan Carey (1990) mengemukakan  bahwa dalam penyusunan Tujuan Pembelajaran harus mengandung tiga komponen, yaitu; (1) perilaku (behavior), (2) kondisi (condition), dan (3) derajat atau kriteria (degree). Instructional Development Institute (IDI) menambahkan satu komponen yang perlu juga dispesifikasikan dalam merumuskan tujuan pembelajaran, yaitu sasaran (audience), sehingga rumusan tujuan itu menjadi empat komponen, yaitu: a) Audience b) Behavior, c) Conditions, d) Degree.
Komponen-komponen  tersebut lebih mudah diingat dengan bantuan menemonik ABCD.
A =  Audience yaitu siswa yang akan belajar.
B = Behavior yaitu perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran tersebut. Perilaku ini terdiri atas dua bagian penting, yaitu kata kerja dan objek.
C= Condition yaitu keadaan atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki saat ia dites.
D =   Degree yaitu tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku tersebut. Tingkat keberhasilan  ditunjukkan  dengan  batas  maksimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu berarti siswa belum mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Taksonomi tujuan pembelajaran dibagi menjadi tiga kawasan atau kelompok, yaitu kawasan Kognitif, Afektif, dan Psikomotor. (Lihat kembali modul halaman 6,7,8 dan 15 tentang taksonomi tujuan)
Tugas:
1.    Merumuskan indikator  pembelajaran/pencapaian kompetensi
2.    Memetakan hirarki kemampuan berdasarkan analisis isi
3.    Merumuskan tujuan pembelajaran

Bahan Bacaan
Abdul Gafur (1986). Disain instruksional: langkah sistematis penyusunan pola dasar kegiatan belajar mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
Abdul Gafur (1987). Pengaruh strategi urutan penyampaian, umpan balik, dan keterampilan intelektual terhadap hasil belajar konsep. Jakarta : PAU - UT.
Bloom et al. (1956). Taxonomy of educational objectives: the classification of educational goals. New York: McKay. 
Center for Civics Education (1997). National standard for civics and governement. Calabasas CA: CEC Publ.
Dick, W. & Carey L. (1978). The systematic desgin of instruction. Illinois:  Scott & Co. Publication.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2001). Kebijakan pendidikan menengah umum. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Edwards, H. Cliford, et.all (1988). Planning, teaching, and evaluating: a competency approach. Chicago: Nelson-Hall.
Hall, Gene  E & Jones, H.L. (1976) Competency-based education: a  process for the improvement  of education. New Jersey: Englewood Cliffs, Inc. 
Joice, B, & Weil, M. (1980). Models of teaching. New Jersey: Englewood Cliffs, Publ.
Kemp, Jerold (1977). Instructional design: a plan for unit  and curriculum development. New Jersey: Sage Publication.
Kaufman, Roger A. (1992). Educational systems planning. New Jersey:             Englewood Cliffs.
Marzano RJ & Kendal JS (1996). Designing standard-based districs, schools, and classrooms. Vriginia: Assiciation for Supervision and Curriculum Development.
McAshan, H.H. (1989). Competency-based education and behavioral objectives. New Jersey: Educational Technology Publications, Engelwood Cliffs.
Oneil Jr., Harold F. (1989). Procedures for instructional systems development. New York: Academic Press.
Reigeluth, Charles M. (1987) Instructional theories in action: lessons illustrating selected theories and models. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publ.
Russell, James D. (1984). Modular instruction: a guide to design, selection, utilization and evaluation of modular materials. Minneapolis: Burgess Publishing Company.  
Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ