METODE PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Bunyamin*
Abstrak
Dalam
kehidupan modern sekarang ini telah terjadi distorsi nilai rohaniyah,
seolah-olah nilai kemanusiaan telah mati, alat-alat diubah menjadi
tujuan, produksi dan konsumsi barang-barang menjadi tujuan hidup,
sekarang ini banyak manusia menjadi sangat sulit untuk tergetar hatinya
ketika disebut nama Allah SWT, tidak lagi merasa takut apabila
disebutkan tentang azab neraka, ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak
dapat membawa barokah dalam kehidupan manusia, padahal sesungguhnya
sebuah pendidikan harus dapat menghidupkan kehidupan spiritual manusia,
menumbuhkan suara kemanusiaan dan ketuhanan dalam suara batinnya, di
samping mengembangkan manajerial untuk memenuhi kebutuhan obyektifnya.
Konsepsi keimanan dan ketaqwaan belum dijabarkan kedalam pengertian
operasional kependidikan sehingga belum dapat diinternalisasikan melalui
berbagai potensi kejiwaan yaitu potensi psikologis yang bercorak
berkeselarasan antara akal kecerdasan dengan perasaan yang melahirkan
prilaku yang akhlakulkarimah dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Pendahuluan
Manusia
dalam kenyataan hidupnya menunjukan bahwa ia membutuhkan suatu proses
belajar yang memungkinkan dirinya untuk menyatakan eksistensinya secara
utuh dan seimbang. Manusia tidak dirancang oleh Allah SWT. untuk dapat
hidup secara langsung tanpa proses belajar terlebih dahulu untuk memahami jati dirinya dan menjadi dirinya. Dalam
proses belajar itu seseorang saling tergantung dengan orang lain.
Proses belajar itu dimulai dengan orang terdekatnya. Proses belajar
itulah yang kemudian menjadi basis pendidikan.
Aktivitas pendidikan terkait
dengan perubahan yang secara moral bersifat lebih baik, ciri perubahan
atau kemajuan secara fundamental adalah terjadinya perkembangan internal
diri manusia yaitu keimanan dan ketaqwaan, bukan hanya perubahan
eksternal yang cenderung bersifat material yang dapat menghancurkan
keimanan dan ketaqwaan manusia.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, produk pendidikan sering hanya diukur dari perubahan eksternal yaitu kemajuan fisik dan material yang dapat meningkatkan pemuasan kebutuhan manusia. Masalahanya adalah bahwa manusia
dalam memenuhi kebutuhan sering bersifat tidak terbatas, bersifat
subyektif yang sering justru dapat menghancurkan harkat kemanusiaan yang
paling dalam yaitu kehidupan rohaninya. Produk pendidikan berubah
menghasilkan manusia yang cerdas dan terampil untuk melakukan
pekerjaannya, tetapi tidak memiliki kepedulian dan perasaan terhadap
sesama manusia. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan menjadi instrumen
kekuasaan dan kesombongan untuk memperdayai orang lain, kecerdikannya
digunakan untuk menipu dan menindas orang lain, produk pendidikan
berubah menghasilkan manusia yang serakah dan egois.
Ketidakberhasilan
tertanamnya nilai-nilai rohaniyah (keimanan dan ketaqwaan) terhadap
peserta didik (murid) dewasa ini sangat terkait dengan dua faktor
penting dalam proses pembelajaran di samping banyak faktor-faktor yang
lain, kedua faktor tersebut adalah strategi pembelajaran serta orang
yang menyampaikan pesan-pesan ilahiyah (guru). Dalam sistem pendidikan
Islam seharusnya menggunakan metode pendekatan yang menyeluruh terhadap
manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriyah dan batiniyah),
di samping itu keberhasilan sebuah proses pembelajaran sangat ditunjang
oleh kepribadian setiap penyampai pesan (guru).
Dari banyak faktor yang menyebabkan gagalnya pendidikan, metode pembelajaran dan mentalitas pendidik
memerlukan perhatian khusus. Sebagus apapun tujuan pendidikan, jika
tidak didukung oleh dua faktor tersebut, yaitu metode yang tepat dan
mentalitas pendidik yang baik, sangat sulit untuk dapat tercapai dengan
baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu
informasi secara memuaskan atau tidak, bahkan sering disebutkan cara
atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh
karena itu pemeliharaan metode pendidikan Islam harus dilakukan secara
cermat disesuaikan dengan berbagai faktor terkait sehingga hasil
pendidikan memuaskan.[1]
Nabi
Muhammad SAW. sebagai manusia terakhir yang dipilih Allah SWT. untuk
menyampaikan risalahNya, sejak awal sudah mencontohkan dalam
mengimplementasikan metode pendidikan Islam yang benar terhadap para
sahabatnya, strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat,
dalam menyampaikan ajaran Islam beliau sangat memperhatikan situasi,
kondisi dan karakter seseorang, Rasulullah SAW. merupakan sosok guru
yang ideal dan sempurna, sehingga nilai-nilai Islam dapat dengan baik
ditransfer kepada murid.
Nabi Muhammad SAW. Sangat memahami naluri dan
kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka
cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang
untuk mendekati Allah SWT. dan syari’atNya sehingga
terpelihara fitrah manusia melalui pembinaan diri setahap demi setahap,
penyatuan kecenderungan hati dan pengarahan potensi menuju derajat yang
lebih tinggi, lewat cara seperti itulah beliau membawa masyarakat
kepada kebangkitan dan ketinggian derajat.
Pembahasan
A. Pengertian Metode Pendidikan Islam
Salah
satu komponen penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan dalam
mencapai tujuan adalah ketepatan menentukan metode, sebab tidak mungkin
materi pendidikan dapat diterima dengan baik kecuali disampaikan dengan
metode yang tepat. Metode diibaratkan sebagai
alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan, tanpa
metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efesien
dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan.
Secara
etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”, kata
ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau
melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu
jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.[2]
Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa
arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri
seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi
Islami, selain itu metode dapat membawa arti sebagai cara untuk
memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.[3]
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan mono pragmatis.
Polipragmatis bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda,
misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat
digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung pada si
pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari metode sebagai
alat, sebaliknya monopragmatis bilamana metode mengandung satu macam
kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaan mengandung implikasi
bersifat konsisten, sistematis dan kebermaknaan menurut kondisi
sasarannya mengingat sasaran metode adalah manusia, sehingga pendidik
dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Metode
pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran
jalannya proses belajar mengajar, sehingga banyak tenaga dan waktu
terbuang sia-sia. Oleh karena itu metode yang diterapkan oleh seorang
guru, baru berdaya guna dan berhasil guna jika mampu dipergunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam,
metode yang tepat guna bila ia mengandung nilai nilai yang intrinsik dan
eksrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat
dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam
tujuan pendidikan Islam.[4]
Dari
rumusan-rumusan di atas dapat di maknai bahwa metode pendidikan Islam
adalah berbagai macam cara yang digunakan oleh pendidik agar tujuan
pendidikan dapat tercapai, karena metode pendidikan hanyalah merupakan
salah satu aspek dari pembelajaran, maka dalam menentukan metode apa
yang akan digunakan, harus selalu mempertimbangkan aspek aspek lain dari
pembelajaran, seperti karakter peserta didik, tempat, suasana dan waktu
.
B. Prinsip Metode Pendidikan Islam
Agar
proses pembelajaran tidak menyimpang dari tujuan pendidikan Islam,
seorang pendidik dalam meggunakan metodenya harus berpegang kepada
prinsip-prinsip yang mampu mengarahkan dan kepada tujuan tersebut.
Dengan berpegang kepada prinsip-prinsip tersebut, seorang pendidik
diharapkan mampu menerapkan metode yang tepat dan cocok sesuai dengan
kebutuhannya.
Dengan
berlandaskan kepada ayat-ayat al-Quran dan al-Hadis, M. Arifin
menetapkan sembilan (9) prinsip yang harus dipedomani dalam menggunakan
metode pendidikan Islam, kesembilan prinsip tersebut adalah:[5] prinsip memberikan suasana kegembiraan, prinsip
memberikan layanan dengan lemah lembut, prinsip kebermaknaan, prinsip
prasyarat, prinsip komunikasi terbuka, prinsip pemberian pengetahuan
baru, prinsip memberikan model prilaku yang baik, prinsip pengamalan
secara aktif, prinsip kasih sayang
C. Metode Pendidikan Islam
Sebelum
Nabi Muhammad SAW. memulai tugasnya sebagai Rasul, yaitu melaksanakan
pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah SWT. telah mendidik dan
mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna,
melalui pengalaman, pengenalan serta peran sertanya dalam kehidupan
masyarakat dan lingkungan budayanya, dengan potensi fitrahnya yang luar
biasa.[6]
Dalam
diri Nabi Muhammad SAW., seolah-olah Allah SWT. telah menyusun suatu
metodologi pendidikan Islam yang sempurna, suatu bentuk yang hidup dan
abadi selama sejarah kehidupan manusia masih berlangsung. Berbagai
kepribadian terpuji terkumpul di dalam satu pribadi, yang masing-masing
melengkapi bagian-bagian lain, seakan-akan pribadi itu sesuatu yang
mempunyai banyak sisi yang berbeda, kemudian dipertautkan menjadi suatu
benda yang lebih luas, tersusun rapi menjadi suatu lingkaran yang sangat
sempurna dengan unsur-unsur pribadi yang disusun dengan baik dan
teratur.
Sebagai
manusia pilihan yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT. untuk
menyampaikan risalah Islam, tentu saja dalam melaksanakan tugas tersebut
selalu berada di bawah pengawasan dan bimbinganNya, akan tetapi sebagai
manusia biasa yang diberikan akal, hati dan indra lainnya, Rasulullah
SAW. adalah manusia yang sangat cerdas, kreatif, inovatif dalam
menyampaikan risalah Islam yang sekaligus sebagai materi dari pendidikan
yang menjadi tugas utama Nabi.
Sebagai
pribadi, Rasulullah SAW. memiliki kepribadian dan nilai-nilai
kepemimpinan serta pola manajemen yang baik, sehingga strategi
pembelajaran Rasulullah SAW. dapat dilaksanakan dan berhasil dengan
baik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa Rasulullah SAW. adalah
seorang Rasulullah yang tentunya berbeda dengan manusia biasa yang
segala sikap dan tingkah laku serta perbuatannya sangat dipengaruhi
bahkan selalu dalam bimbingan wahyu. Tetapi sebagai manusia, Rasulullah
memang telah memiliki kepribadian yang terpuji sehingga beliau
memperoleh predikat “al-amin” artinya yang jujur, begitupun
dengan kemampuan beliau sebagai seorang pemimpin dan kombinasi dari
kemampuan dan sikapnya yang mulia serta didukung oleh bimbingan Allah
SWT. yang terus menerus, pembelajarannya dapat berhasil dengan baik.
Berdasarkan Hadis-Hadis yang ada, dalam kontek pembelajaran, Nabi Muhammad SAW. sangat kaya dengan strategi dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikannya, sehingga tujuan pendidikan yang dikehendaki dapat tercapai dengan baik. Beberapa strategi pembelajaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. antara lain :
1. Mendidik dengan Contoh Teladan
Nabi
Muhammad SAW. Merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin
diajarkan melalui tindakannya, dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke
dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah SWT., bagaimana bersikap
sederhana, bagaimana duduk dalam shalat dan do’a, bagaimana sujud dengan
penuh perasaan, bagaimana tunduk, bagaimana nangis kepada Allah SWT. di
tengah malam, bagaimana makan, bagaimana tertawa, bagaimana berjalan-
semuanya itu dilakukan oleh Rasulullah SAW.[7] Seluruh perilaku Rasulullah SAW. tersebut kemudian menjadi acuan bagi para sahabat sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik
dengan contoh (keteladanan) adalah salah satu strategi pembelajaran
yang dianggap besar pengaruhnya, hal ini sudah dibuktikan oleh Nabi
Muhammad SAW. Sebagai hasilnya, apapun yang
diajarkan dapat diterima dengan segera dari dalam keluarga dan oleh
masyarakat pengikutnya, karena ucapannya menembus ke hati mereka. Segala
yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupannya merupakan cerminan
kandungan al-Qur’an secara utuh, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Ahzab: 21.
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Beberapa prilaku Nabi Muhammad SAW. yang menjadi “uswah hasanah” antara lain :
a. Tentang Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW.
Dalam
kedudukannya seperti itu, Nabi Muhammad SAW. tidak pernah menganggap
dirinya lebih besar dan lebih hebat dibandingkan dengan orang lain, ia
tidak gila penghormatan dari orang lain, ia hidup dan berpakaian seperti
orang paling miskin, ia duduk dan makan bersama-sama dengan masyarakat
(termasuk budak dan hamba sahaya), tidurnya beralaskan tikar yang
terbuat dari pelepah daun kurma, sehingga ketika ia bangun dari tidurnya
masih nampak goresan-goresan tikar di pipinya.
Kerendahan
hati adalah salah satu sifat teragung Nabi Muhammad SAW. Dia mencapai
derajat tertinggi setiap harinya, dia terus bertambah rendah hati dan
tunduk kepada Allah SWT. Satu ketika Nabi Muhammad menggambarkan tentang
bagaimana seharusnya seorang beriman hidup di dunia, dalam kata-katanya
yang sangat pendek namun penuh makna, seperti Hadis riwayat Ahmad,
Muslim dan Turmuzi dari Abu Hurairah berikut ini :
“Dunia itu penjara bagi orang yang beriman dan syurga bagi orang kafir”
Nabi
Muhammad SAW. tidak pernah tergoda untuk hidup bersenang-senang di
dunia ini, ia telah mewakafkan seluruh kehidupannya untuk mengajak orang
lain kembali kepada jalan yang benar, keyakinan bahwa dunia bersifat
sementara untuk menuju kehidupan yang abadi di akhirat ia wujudkan dalam
gaya hidup kesehariannya, sehingga Rasulullah SAW. benar-benar telah memberikan ketauladanan dalam kesederhanaan hidup di dunia ini.
b. Tentang Kedermawanan Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah
SAW. selama hayatnya dikenal sebagai manusia yang sangat dermawan, ia
suka memberikan apa saja yang dimilikinya, dia ikut dalam berdagang
sampai ia menjadi Nabi dan mendapatkan banyak harta kekayaan, setelah
itu dia dan isterinya membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT,
sehingga ketika Hadijah istrinya meninggal dunia, tidak ada uang untuk
membeli kain kafan. Rasulullah harus meminjam uang untuk biaya pemakaman
istrinya.[8]
Rasulullah
SAW. diutus untuk membimbing manusia menuju kebenaran, karenanya ia
menghabiskan hidup dan hartanya untuk tujuan tersebut. Jika ia mau,
Rasulullah SAW. dapat menjadi orang terkaya di Mekkah, tetapi dia tidak
pernah berpikir untuk diri sendiri, yang selalu ia pikirkan adalah
umatnya. Rampasan perang yang diperolehnya tidak pernah dikuasai untuk
kepentingannya, bahkan yang menjadi haknyapun diberikan kepada orang
lain.
Rasulullah
SAW. selalu memberi kepada setiap orang yang meminta kepadanya, ia
tidak pernah mengatakan tidak kepada siapa saja yang membutuhkan
pemberiannya, bahkan ketika ada yang meminta sesuatu dan Rasulullah SAW.
dalam keadaan tidak memiliki apa-apa, Rasulullah SAW. memberikan janji
untuk memberi permintaan tersebut jika dirinya sudah memiliki
Rasulullah SAW. juga selalu
memberikan keyakinan kepada para sahabat, bahwa sifat dermawan tidak
akan menyebabkan diri menjadi miskin, karena sesungguhhnya kekayaan yang
paling berharga adalah kekayaan yang dinafkahkan
di jalan Allah SWT. seperti Nabi pernah bersabda kepada Bilal, karena
Bilal menyimpan persediaan makanan, dengan dasar takut tidak ada makanan
dikemudian hari.
“Bersedekahlah hai Bilal, jangan engkau takut dari (Allah) yang mempunyai Arsy menjadi berkekurangan (miskin)”
Dalam
hal kedermawanan, Rasulullah SAW. benar-benar telah memberikan suri
tauladan yang dapat dipedomani, sehingga ketika beliau menganjurkan
orang lain agar mau bersodaqah dan memiliki sifat pemberi, sesungguhnya
beliau telah mencontohkan dalam kehidupannya sehari-hari.
c. Tentang tertawa Nabi Muhammad SAW.
Nabi
Muhammad SAW. tidak saja menjadi contoh dalam persoalan-persoalan yang
besar, tetapi dalam hal-hal yang dianggap tidak begitu penting oleh
sebagian besar manusia, Rasulullah SAW. tetap saja merupakan sosok yang
patut diteladani. Dalam berbagai riwayat diceritakan bahwa Rasulullah
SAW. adalah sosok manusia yang tidak pernah tertawa terbahak-bahak
seperti layaknya kebanyakan orang, apabila menemui sesuatu yang lucu
atau dalam keadaan gembira suka tertawa terbahak-bahak dalam waktu yang
cukup lama, sampai-sampai sakit perutnya karena tertawa tersebut.
Rasulullah
SAW. tidak pernah tertawa kecuali terseyum, senyum Rasulullah SAW.
sangat mempesona, penuh dengan makna dan menjadikan dirinya semakin
berkharisma, jika ia terlanjur tertawa maka Rasulullah segera menutupkan
tangan ke mulutnya.Diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir ibn Samurah ra. ia berkata :
“Adalah Rasulullah SAW. Itu lama diamnya, sedikit tertawanya”
d. Senda Gurau Nabi Muhammad SAW.
Sebagai
manusia biasa yang bergaul dengan masyarakat luas, Rasulullah SAW.
tidak bisa melepaskan diri untuk tidak menyesuaikan suasana kehidupan
bermasyarakat. Nabi Muhammad SAW. bukanlah seorang pemimpin yang kaku
dan serba formal dalam bergaul, justru sebaliknya ia dapat hidup dengan
sangat luwes dengan berbagai kalangan. Salah satu warna kehidupan
bermasyarakat adalah suasana rileks dengan bersenda gurau, dalam hal
demikian Nabi Muhammad SAW. ternyata pandai bersenda gurau, bahkan
gurauan Nabi Muhammad SAW. adalah gurauan yang penuh dengan makna
pendidikan.
Diriwayatkan
oleh Al-Turmuzi dari Hasan al-Bisri, ia berkata :” pada suatu hari ada
seorang perempuan tua datang menghadap kepada Nabi lalu berkata;” Ya
Rasulallah, mohonkanlah kepada Allah, supaya Dia memasukan aku ke dalam
sorga.”, mendengar permohonan itu, beliau bersabda ” hai ummu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak akan dimasuki oleh seorang perempuan tua”. Perempuan
itu lalu berpaling dan menangis, oleh karenannya Nabi mengerti bahwa
perempuan tadi salah mengerti terhadap perkataan beliau, maka beliau
memerintahkan kepada para sahabat (yang kebetulan ada waktu itu):
“ Beritahukanlah
olehmu pada perempuan itu, sesungguhnya ia tidak akan masuk surga,
karena ia seorang perempuan tua, karena Allah berfirman: bahwa sanya
Kami menjadikan mereka (para perempuan) itu dengan
kejadian yang baru ; maka Kami menjadikan mereka itu gadis-gadis remaja
putri, berkasih-kasihan dengan suami serta bersamaan usia”
Rasulullah
adalah seorang yang bersifat ramah, sewaktu-waktu ia bersenda gurau
dengan orang disekelilingnya, akan tetapi senda gurau Rasulullah adalah,
tidak hanya sekedar melucu yang menyebabkan pendengarnya tertawa
terbahak bahak, melainkan dalam senda gurau itu terdapat pesan-pesan
kebenaran sebagai mana sabdanya “ bahwasanya aku, sekalipun suka bersenda gurau dengan kamu, tetapi aku tidak akan berkata melainkan yang benar” (HR. Turmuzi dari Abi Hurairah ra.)
Biasanya
para raja dan para pemimpin besar yang sangat dihormati dan disegani
orang banyak, tidaklah meraka suka tertawa dan bergura dengan rakyat
atau orang yang di bawah pimpinannya, karena untuk menjaga kehormatan
dan kehebatannya, tetapi Nabi Muhammad SAW. sebagai pemimpin umat yang
hakiki, tidaklah demikian, beliau tidak khawatir akan
hilangnya kehormatan dan kehebatan dirinya lantaran tertawa dan senda
gurau itu. Bahkan senda gurau yang bersih, yang benar, yang pantas dan
yang sopan itu menambahkan keeratan perhubungan beliau dengan para
sahabatnya.[9]
e. Pergaulan Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW. adalah manusia ideal yang
patut dijadikan teladan dalam segala hal. Sebagai seorang pemimpin ia
tidak pernah menyombongkan diri walaupun kepada orang yang lebih rendah
darinya. Dalam pergaulan, Nabi Muhammad SAW. tidak pernah membedakan
orang lain dari kedudukannya, ia memberikan penghormatan kepada semua
orang, ia menghargai pendapat semua orang, ia bebicara lemah lembut
kepada semua orang, baginya kemuliaan orang itu hanya akan dibedakan
dihadapan Allah SWT.
Dalam
pergaulan dengan orang lain, Nabi Muhammad SAW. tidak pernah
mengucapkan perkataan-perkataan yang kurang sedap didengar dan mungkin
menyinggung perasaan orang lain. Seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Anas ibn Malik ra., ia berkata:
“
Aku melayani Rasulullah SAW., dalam waktu sepuluh tahun, demi Allah
sekali kali beliau belum pernah berkata kepadaku :”uff” dan tidak pula
beliau pernah berkata kepadaku yang ku kerjakan; “mengapa kamu
mengerjakan demikian dan mengapa kamu tidak mengerjakan demikian?”
Hadis
di atas sebagai bukti bahwa Rasulullah SAW. tidak pernah menyakiti
orang lain dengan perkataannya, sekalipun kepada orang yang lebih rendah
daripadanya, Anas ibn Malik merasa sangat tersanjung, karena Rasulullah SAW. tidak pernah mencela pekerjaannya.
2. Mendidik dengan Targhib dan Tarhib
Kata targhib berasal dari kata kerja ragghaba yang berarti; menyenangi, menyukai dan mencintai, kemudian kata itu diubah menjadi kata benda targhib
yang mengandung makna “:suatu harapan untuk memperoleh kesenangan,
kecintaan dan kebahagiaan. Semua itu dimunculkan dalam bentuk
janji-janji berupa keindahan dan kebahagiaan yang dapat
merangsang/mendorong seseorang sehingga timbul harapan dan semangat
untuk memperolehnya. Secara psikologi, cara itu akan menimbulkan daya
tarik yang kuat untuk menggapainya. Sedangkan istilah tarhib berasal dari kata rahhaba yang berarti; menakut nakuti atau mengancam. Lalu kata itu diubah menjadi kata benda tarhib yang berarti; ancaman hukuman.
Untuk kedua istilah itu, Al-Nahlawi mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan yang membuat senang terhadap suatu yang maslahat, terhadap kenikmatan atau kesenangan akhirat yang baik dan pasti serta suka kepada kebersihan
dari segala kotoran, yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal
saleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya dan
perbuatan buruk. Sementara tarhib ialah suatu ancaman atau
siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah
SWT., atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan
Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW. dalam rangka menyampaikan pendidikan kepada masyarakat terkadang dengan ungkapan yang bersifat pemberian rangsangan (targhib) atau dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat ancaman (tarhib),
kedua sifat ungkapan ini dilakukan oleh Rasulullah SAW. semata-mata
sebagai sebuah strategi, agar pesan-pesan pendidikan dapat sampai kepada
obyek pendidikan.
Beberapa bentuk dari targhib dan tarhib yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. antara lain adalah :
a. Bentuk-bentuk Targhib (rangsangan)
1) Rangsangan untuk mau menolong antar sesama
Hadis riwayat Muslim dari Abu Qatadah ;
“
Barang siapa yang ingin diselamatkan Allah dari kesulitan kesulitan
hari kiamat, maka hendaklah dia meringankan beban orang yang susah, atau
mengapus utangnya”.
2) Rangsangan agar mau selalu beribadah
Hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Tsauban dan Abu Darda.
“
hendaklah kamu banyak sujud kepada Allah, sebab tidaklah kamu sujud
satu kali sujud kepada Allah, kecuali Allah mengangkatmu satu derajat
dan menghapusnya dari kamu satu kesalahan”
3) Rangsangan untuk bersikap sabar
Hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim, Tirmizi dari Abu Hurairah
“
Sederhanalah dan berlaku luruslah, maka di dalam setiap musibah yang
menimpa seseorang muslim adalah kafarah (penebus dosa) sampai kepada
sebuah petaka yang menimpanya atau sebuah duri yang menusuknya”
4) Rangsangan untuk beramal kebaikan
Hadis riwayat Bukhari dari Ma’qal ibn Yassar ra.
“
Barang siapa menyingkirkan duri dari jalan dituliskan kebaikan baginya
dan barang siapa diterima daripadanya suatu kebaikan niscaya dia masuk
surga”
5) Rangsangan untuk selalu bekerja keras
Hadis riwayat Imam Ahmad dan Thabrany dari Abu Darda ra.
“
Barang siapa menanam bibit tanaman (sekalipun) yang tidak dimakan oleh
manusia dan tidak pula oleh makhluk Allah melainkan Allah menuliskan
sedekah untuknya”
Dari
beberapa ucapan Rasulullah SAW. di atas, sangat terlihat usaha
Rasulullah SAW. untuk dapat membangkitkan semangat berbuat kebaikan bagi
setiap manusia.
b. Bentuk-bentuk Tarhib (ancaman)
1) Ancaman bagi orang yang sombong
“Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang kecil dan tidak menghormati yang besar”
2) Ancaman bagi orang yang bersumpah palsu
Hadis riwayat Imam Ahmad dari Ahnaf ibn Qais ra.
“
Sesungguhnya tidalah seorang hamba atau seorang laki-laki memotong
(mengambil) harta orang lain dengan sumpahnya, melainkan dia akan
menemui Allah nanti pada hari yang dia menemuiNya dalam keadaan terpotong (cacat tubuhnya)”.
3) Ancaman bagi yang memfitnah
Hadis riwayat Buhari Muslim dari Hudzaifah ra.
“ Tidak akan masuk sorga seorang yang memfitnah (mengadu-adu)”
4) Ancaman bagi yang berlaku zalim
Hadis riwayat Abd ibn Humaid dari Sa’id al-Khudri ra.
“
Wahai manusia, taqwalah kalian kepada Allah, demi Allah tidaklah
seorang mukmin berlaku zalim kepada mukmin yang lain, melainkan Allah
akan menyiksanya pada hari kiamat.
Ucapan-ucapan
Rasulullah SAW. di atas menggambarkan, betapa Rasulullah SAW. berusaha
untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan dengan berbagai cara salah
satunya adalah dengan ancaman. Metode dengan ancaman perlu dilakukan, mengingat bahwa manusia memiliki tingkat kesadaran yang berbeda-beda. Ada
orang yang sudah tersadarkan dan mau berbuat hanya dengan sebuah
nasihat, tetapi ada tipe orang yang tidak bisa tersadarkan dan tidak mau
berbuat sesuatu kecuali setelah ia memperoleh rangsangan (motivasi)
atau memperoleh ancaman.
3. Mendidik dengan Perumpamaan (Amtsal)
Perumpamaan
dilakukan oleh Rasulullah SAW. sebagai salah satu strategi pembelajaran
untuk memberikan pemahaman kepada obyek sasaran materi pendidikan
semudah mungkin, sehingga kandungan maksud dari suatu materi pelajaran
dapat dicerna dengan baik, strategi ini dilakukan dengan cara
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang
abstrak dengan yang lebih konkrit.
Perumpamaan
yang digunakan oleh Rasulullah SAW. sebagai salah satu strategi
pembelajaran selalu syarat dengan makna sehinga benar-benar dapat
membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu
yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
Beberapa
contoh pendidikan Rasulullah SAW. yang menggunakan perumpamaan sebagai
salah satu strateginya, antara lain sebagai berikut :
a. Perumpamaan orang bakhil dan dermawan
Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra.
“Rasulullah
SAW. telah memberikan contoh perumpamaan orang yang bakhil dan orang
dermawan, bagaikan dua orang yang memakai jubah (baju) besi yang berat
bagian tangan ke teteknya dan tulang bahunya, maka yang dermawan tiap ia
bersedekah makin melebar bajunya itu sehingga dapat menutupi hingga
ujung jari kakinya dan menutupi bekas-bekas kakinya, sedang si bakhil
jika ingin sedekah mengkerut dan tiap pergelangan makin seret dan tidak
berubah dari tempatnya. Abu Hurairah berkata; Saya telah melihat Nabi
SAW. ketika mencontohkan dengan tangannya keadaan bajunya dan andaikan
ia ingin meluaskannya tidak dapat”
b. Perumpamaan orang yang suka memberi dan suka meminta
Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abdullah ibn Umar ra.
“
Ketika Nabi berkhutbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan
minta-minta, maka bersabda; Tangan yang di atas lebih baik dari tangan
yang di bawah, tangan yang di atas itu yang memberi dan yang di bawah
yang meminta”
c. Perumpamaan Kawan baik dan jelek
Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Musa ra.
“Perumpamaan
duduk dengan orang baik-baik dibandingkan dengan duduk beserta
orang-orang, bagaikan pemilik kasturi dengan dapur tukang besi; Engkau
tidak akan lepas dari pemilik kasturi , adakalanya engkau membeli
kasturi itu atau sekurang-kurangnya mencium baunya. Sedangkan dapur tukang besi membakar tubuhmu atau sekurang-kurangnya engkau mencium bau busuk”
Ketika Rasulullah SAW. memperagakan dengan baju yang dikenakannya untuk mengumpamakan antara orang dermawan
dengan orang yang bakhil akan sangat mudah dipahami oleh orang yang
mendengar dan melihat, karena perumpamaannya sangat konkrit (sudah
dikenal), pesan ini tentu saja diarahkan agar manusia menjadi orang
dermawan, karena dengan sifat dermawan itulah Allah SWT. akan memberikan
balasan, sebaliknya sifat bakhil hanya akan mempercepat kemiskinan.
Dalam
memberikan pendidikan untuk mengarahkan agar manusia senantiasa
berteman dengan orang-orang yang shalih, Rasulullah mengumpamakan bahwa
bergaul dengan orang shalih bagaikan orang yang membawa minyak kasturi,
artinya selalu wangi (orang yang bergaul dengan orang yang shalih akan
terbawa nama baiknya) dan akan timbul sifat saling memberi dan menolong.
Sedangkan orang yang jahat diumpamakan dengan pandai besi (jika tidak
mempengaruhi kejahatannya paling tidak akan terbawa dengan identitas
jeleknya).
Tidak
dapat dipungkiri bahwa tidak semua orang dapat melakukan analisa
seperti yang dilakukan oleh Najib Khalid di atas, karena kemampuan orang
dalam menangkap pesan-pesan sangat tergantung kepada kecerdasannya,
akan tetapi tanpa melakukan analisa seperti yang dilakukan Najib Khalid
sekalipun perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. sangat bisa
dipahami oleh umat manusia walaupun hanya garis besarnya saja.
Perumpamaan-perumpamaan
yang diberikan oleh Rasulullah SAW. jika dimaknai dengan kesungguhan
akan banyak ditemukan kandung hikmah yang sangat
dalam, sehingga kalimat-kalimat singkat dan sederhana yang disampaikan
oleh Rasulullah SAW. tersebut mengandung banyak makna tetapi dapat
dicerna dengan baik oleh siapapun yang mendengarkannya.
4. Mendidik dengan Nasihat
Nabi Muhammad SAW. sering sekali kedatangan masyarakat dari berbagai kalangan, mereka datang kepada Nabi Muhammad SAW. khusus untuk meminta nasihat tentang berbagai hal, siapa
saja yang datang untuk meminta nasihat kepada Rasulullah SAW., beliau
selalu memberikan nasihat sesuai dengan permintaan, selanjutnya nasihat
tersebut dijadikan pegangan dan landasan dalam kehidupan mereka.
Dari
banyak peristiwa tentang pemberian nasihat Nabi Muhammad SAW. kepada
yang meminta nasihat (seperti tersebar dalam beberapa buku Hadis),
penulis kemukakan beberapa contoh pembelajaran Nabi melalui nasihat
antara lain sebagai berikut :
a. Nasihat tentang menjaga amanat
Hadis riwayat Bukhari , Abu Dawud, Al-Tirmizi dari Abu Hurairah
“ Tunaikan
amanat itu untuk orang yang memberi kepercayaan kepadamu dan jangan
engkau khianat terhadap orang yang telah berkhianat kepadamu “
Amanat
adalah hak yang wajib dipelihara dan disampaikan kepada yang berhak
menerimanya, memelihara amanat buah dari iman, jika iman berkurang,
berkurang juga amanat, menunaikan amanat hukumnya wajib. Sebaliknya
khianat hukumnya haram sekalipun terhadap yang mengkhianati kita, hal
ini menunjukan bahwa kita terlarang bekerjasama dengan cara saling
mengkhianati.[10]
Betapa Rasulullah SAW. memperhatikan persoalan amanah ini, hingga dalam
kesempatan lain beliau bersabda yang menegaskan bahwa orang yang tidak
melaksanakan amanah dengan benar termasuk salah satu ciri orang munafiq.
b. Nasihat tentang memelihara ucapan
Hadis riwayat Ibnu Asakir dari Sha’sha’ah ibn Najiyah ra.
“Kendalikanlah lidahmu“
Nasihat
ini diberikan kepada Haris, ketika Haris bertanya perihal yang dapat
memeliharanya, lalu Nabi menjawab seperti bunyi Hadis di atas.[11]
Lidah atau ucapan jika tidak dikendalikan dengan baik bisa menjadi
masalah dalam kehidupan seseorang, sehingga hal ini termasuk yang sangat
diperhatikan oleh Rasulullah SAW. dalam Hadis yang lain Rasulullah SAW.
berpesan, jika kita tidak dapat berkata-kata yang bermanfaat lebih baik
diam. Artinya, hendaklah setiap perkataan yang keluar dari mulut
seseorang dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain, sehingga
dengan perkataannya itu ia terpelihara, sebaliknya orang akan celaka
jika tidak mampu menguasai lidahnya, sepeti kata seorang bijak “lidahmu
adalah harimaumu yang sewaktu-waktu siap menerkam dirimu sendiri”
c. Nasihat tentang kesadaran akan dosa
Hadis riwayat al-Turmuzi dari Uqbah ibn Amir
“Kuasailah lidahmu, lapangkanlah rumahmu, dan menangislah atas kesalahanmu”
Nasihat
ini diberikan oleh Rasulullah SAW. kepada Uqbah ibn Amir ketika ia
bertanya tentang arti keselamatan, lalu Nabi Muhammad SAW. menjawab
seperti Hadis di atas. Menguasai lidah berarti mengendalikannya sehingga
tidak membawa kepada kecelakaan, menjauhi fitnah dan menangis penuh
penyesalan karena dosa yang dilakukan, karena Allah SWT. menyukai
orang-orang yang bertaubat.[12]
Banyak
di antara manusia yang bisa berubah perilakunya dari yang kurang baik
kepada prilaku yang lebih baik hanya karena ia mendengarkan nasihat,
apalagi nasihat tersebut ia minta niscaya akan benar-benar dipedomani. Jika
diamanati nasihat-nasihat Rasulullah SAW. di atas sangat pendek dan
ringkas namun menunjukan kelugasan, sehingga penerima nasihat tidak
perlu menafsirkan ucapan-ucapan Rasulullah SAW. tersebut. Kalimatnya
pendek namun jelas tertuju kepada suatu masalah, seperti masalah
pentingnya menjaga amanat, masalah bagaimana berbicara yang baik,
masalah budi pekerti, masalah penyadaran akan dosa-dosa, semua
disampaikan oleh Rasulullah SAW. dengan tidak bertele-tele.
5. Mendidik dengan cara memukul
Dalam
hal tertentu, khususnya untuk membiasakan mengerjakan shalat bagi
setiap muslim sejak dini, Rasulullah SAW. menganjurkan kepada setiap
orang tua untuk menyuruh (dengan kata-kata) kepada setiap anaknya,
ketika mereka berusia tujuh tahun agar mau
melaksanakan ibadah shalat, selanjutnya Rasulullah SAW. menganjurkan
jika anak pada usia sepuluh tahun belum mau melaksanakan shalat maka
pukullah ia.
Perintah
memukul ini mengandung makna yang sangat dalam, mengingat Rasulullah
SAW. sendiri dalam kontek pendidikan, tidak pernah memukul (dengan
tangan) selama hidupnya. Perintah ini hanyalah menunjukan ketegasan
Rasulullah SAW. untuk menanamkan kebiasaan positif yang harus dimulai sejak anak-anak. Hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Amir ibn Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata ;
“Perintahkanlah
anak-anakmu mengerjakan shalat di kala mereka berumur tujuh tahun, dan
pukullah mereka karena mereka tidak mengerjakannya di kala mereka
berumur 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidurnya”
Memukul
dalam hal ini tidak dilandasi oleh emosional dan kemarahan, tetapi
sebaliknya memukul dalam konteks Hadis di atas harus dilandasi dengan
kasih sayang, keikhlasan dan dengan tujuan semata-mata karena Allah SWT.
Dalam peristiwa yang lain (bukan dalam hal shalat) Rasulullah SAW.
bersabda; bahwa sebaiknya pukulan itu dilakukan tidak berkali-kali, bahkan cukup satu kali saja. Hadis riwayat Bukhari dari Anas ibn Malik ra.
“ … Sesungguhnya kesabaran itu ketika pukulan pertama”
Rasulullah
SAW. sangat berhati-hati dalam setiap perkataannya, sehingga setiap
orang yang mendengarkan sabdanya tidak salah dalam menafsirkan, dalam
persoalan “memukul” Rasulullah SAW. membedakan antara pukulan dengan
maksud pendidikan shalat (seperti Hadis di atas) dengan pukulan pada
hukuman yang memang seharusnya dilakukan, seperti bunyi Hadis berikut
ini. Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Burdah ra., bahwa Nabi
bersabda
“Tidak boleh dipukul dari sepuluh kali kecuali dalam had yang telah ditentukan hukum had oleh Allah SWT.”
Rasulullah
SAW. tidak bermaksud “memukul” untuk menyakiti, karenanya beliau tidak
memperkenankan memukul di bagian-bagian vital seperti muka, kepala dan
dada. Sikap Rasulullah SAW. ini terbukti ketika dalam sebuah
peristiwa perang terjadi perkelahian yang saling memukul muka (pipi),
Rasulullah SAW. sangat khawatir dengan pemandangan itu kemudian bersabda :
“Apakah kau biarkan tangannya dimulutmu dan kau pecahkan dia seperti memecahkan kepala binatang” (H.R. al-Thahawi dan ‘Atha dari Shafwan ibn Ya’la ibn Umayah)
Dari
uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa perintah “memukul” hanya
dalam masalah shalat, hal ini menggambarkan bahwa shalat adalah salah
satu ibadah yang paling pokok dan tidak boleh diabaikan seperti juga
sabda beliau bahwa “Shalat itu merupakan tiang agama, barang siapa
yang telah medirikan shalat maka ia telah mendirikan agama dan barang
siapa yang meninggalkan shalat maka ia telah menghancurkan agama”, di sisi lain hal ini juga menggambarkan ketegasan Rasulullah SAW. dalam menerapkan kebiasaan beribadah sejak dini.
Dari
beberapa ucapan Rasulullah SAW. berkenaan dengan “memukul”, dapat juga
dimaknai bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW. tidak menghendaki pemukulan
itu terjadi pada diri anak, ucapan ini hanyalah merupakan ancaman,
karena dalam konteks pendidikan ada tipe anak yang memerlukan ancaman agar
dapat melaksanakan perintah tentang kebenaran. Rasulullah SAW. adalah
sosok manusia yang tegas dalam kata-kata dan lembut dalam perbuatan,
walaupun ia menyuruh memukul, di sisi lain tidak ditemukan bukti-bukti
bahwa Rasulullah SAW. pernah melakukan pemukulan terhadap peserta
didiknya. Bukti-bukti yang ada justru menerangkan betapa Rasulullah SAW.
memiliki perilaku yang lemah lembut dan dengan cara-cara yang baik
dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Jangankan pemukulan yang melukai, menyinggung perasaan dengan kata-kata saja beliau tidak pernah melakukannya.
Penutup
Islam
memandang bahwa segala fenomena alam ini adalah hasil ciptaan Allah dan
sekaligus tunduk kepada hukum hukumNya, oleh karena itu manusia harus
dididik agar mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dalam hukum
Allah tersebut. Manusia harus mampu mengorientasikan hidupnya kepada
kekuatan atau kekuasaan yang berada di balik ciptaan alam raya serta
mengaktualisasikan hukum – hukum Allah melalui tingkah laku dalam kegiatan hidupnya.
Sebagai
agama rahmatan lil ‘alamin, Islam mengandung prinsip-prinsip moralitas
yang memandang manusia sebagai pribadi yang mampu melaksanakan
nilai-nilai moral agama dalam hidupnya. Oleh karena dengan tanpa
nilai-nilai tersebut kehidupannya akan menyimpang dari fitrah Allah yang
mengandung nilai Islam yaitu doktrin Islam itu sendiri yang harus
dijadikan dasar dari proses pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat.
Jadi dengan demikian pola dasar yang membentuk dan mewarnai sistem
pendidikan Islam adalah pemikiran konseptual yang berorientasi kepada
nilai-nilai keimanan, nilai-nilai kemanusiaan, serta nilai-nilai moral
(akhlak) yang secara terpadu membentuk dan mewarnai tujuan pendidikan
Islam, sedangkan usaha pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan pola
dasar tersebut berlangsung dalam satu strategi pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Damsyiqi, Al-Hanafi, Ibnu Hamzah Al-Husaini, Asbab al-Wurud, Jakarta: Kalam Mulia, 2003
Anwar, Qomari Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta: Uhamka Press, 2003
Chalil, Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994
Gulen, M. Fethullah, Versi Teladan: Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW. (Terj.), Jakarta: PT. Rosda Karya, 2002.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001
Zuhairimi, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar