NAMA dan SIFAT
ALLAH
Al Asma’ wa Ash Shifat
Allah U
memiliki nama-nama (al-Asma’) dan sifat-sifat (ash-Shifât).
Nama-nama Allah U
ini sekaligus menunjukkan sifat-Nya. Artinya, apa yang menjadi nama Allah U
sebenarnya merupakan sifat yang terdapat dalam diri-Nya. Semua nama dan sifat
Allah U
ini menunjukkan ke-Maha Sempurnaan-Nya. Oleh karenanya, mengimani sifat-sifat
Allah U
merupakan bagian tak terpisahkan dari iman kepada Allah U
yang merupakan rukun iman pertama.
Bagaimanakah metoda mengimani asma’
dan shifat Allah U
itu? Sebenarnya, ada dua hal yang harus dilakukan sekaligus. Pertama: itsbat.
Seseorang yang beriman kepada Allah U
akan menetapkan dalam keyakinannya bahwa Dia memiliki nama-nama dan sifat-sifat
yang menunjukkan ke-Maha Sempurnaan-Nya. Kedua: Nafyu (meniadakan).
Maksudnya, menetapkan didalam keyakinan bahwa mustahil Allah U
memiliki sifat-sifat yang menunjukkan pada ketidaksempurnaan-Nya. Dengan
demikian, keimanan kepada nama-nama dan sifat Allah U
itu didasarkan kepada pengagungan Allah Rabul ‘Alamin dan pensucian-Nya karena
memang Dia-lah Yang Maha Agung dan Maha Suci. Baik semua makhluk mengakui
ataupun mengingkari ke-Maha Agungan-Nya dan ke-Maha Sucian-Nya, Allah U
realitasnya Maha Agung dan Maha Suci.
Beberapa Hal Penting dalam Mengimani al-Asma’ dan
ash-Shifat
Allah U,
adalah Dzat Maha Ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh indra manusia. Selain
itu Dia-lah al-Khaliq, Sang Pencipta manusia. Sedangkan manusia adalah
hamba-nya. Manusia bertugas menuruti seluruh aturan-Nya, karena manusia
diciptakan oleh Allah U
untuk beribadah kepada-Nya. Tegas sekali firman Allah U
tentang hal ini:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
selain untuk beribadah (kepada-Ku).”
(QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Dengan demikian, sikap manusia yang
beriman kepada Allah tidak akan menjadikan Dia sebagai objek, melainkan sebagai
subjek. Apapun yang Dia perintahkan, apapun yang Dia larang akan dilakukannya.
Demikian pula, apapun penjelasan dari Allah U tentang
nama dan sifat-Nya akan diimaninya tanpa pengurangan dan penambahan. Berkaitan
dengan perkara ini Allah U mengajarkan
lewat al-Quran dan hadist beberapa hal penting yang wajib dipegang erat dalam
mengimani al-asma’ wa ash-shifat ini. Hal-hal yang dimaksud adalah:
1.
Tidak
memberi nama Allah U dengan nama-nama yang tidak disebutkan didalam al-Quran dan
as-Sunnah.
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى
فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Hanya milik Allah al-asma’ al-husna, maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut al-asma’ al-husna itu. Dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.
Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.
al-A’raf [7]: 180)
Ayat ini secara gamblang
menggabarkan bahwa Allah U
memiliki nama-nama yang baik (al-asma’ al-husna) dan hanya dengan
nama-nama dan sifat-sifat itu sajalah kaum mukminin diperintahkan untuk menyebut-Nya.
Selai itu, tentu saja, sangat tidak
logis seseorang mensifati dan menamai sesuat padahal sesuatu itu tidak pernah
diketahui dan dipahaminya. Apalagi, bila sesuatu itu adalah Allah U
yang memang berada diluar jangkauan indra dan alam pemikiran manusia. Jangankan
begitu, misalkan ada orang yang tidak dikenal datang, yang sebelumnya orang
tersebut tidak pernah ada. Tak seorangpun pernah mengenalnya. Datangnya pun
darimana, tidak ada yang mengetahuinya. Andaikan seseorang memberi nama dan
mensifati orang tadi dengan sesuatu nama dan sifat tertentu, hal itu hanyalah gamblang
dan rekaan semata. Sebab, nama sebenarnya baru diketahui bila orang
tersebutlah yang memperkenalkannya. Apa yang akan dikatakan bila menamai
seseorang dengan nama yang berbeda dengan yang diungkapkan oleh yang
bersangkutan? Bila terhadap manusia saja demikian, bagaimana lagi terhadap
Allah U
yang pendeskripsiannya berada diluar kemampuan manusia.
2.
Tidak
menyamakan (tamtsil), atau memiripkan (tasybih) Dzat Allah U, sifat-sifat dan perbuatan (af’al)-Nya dengan sesuatu makhluk apapun.
Allah U
menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan-Nya. Jadi, upaya
menyerupakan apalagi menyamakan nama, sifat dan perbuatan Allah U
dengan sesuatu makhluk-Nya buka hanya mencerminkan sikap sok tahu melainkan
juga bertentangan dengan penuturan Allah U
sendiri. Dia U
menjelaskan :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan Dia.
Dan dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS.
asy-Syura [42]: 11)
Demikian
pula firman-Nya :
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Dan tidak ada seseuatu apapun yang setara
dengan-Nya.” (QS. al-Ikhlas [112]: 4)
Memang seakan-akan terjadi persamaan
nama dan sifat Allah U
dengan makhluk-Nya. Misalnya, Allah U
Maha Mendengar; Allah berbicara langsung kepada Nabi Musa, manusiapun berbicara
langsung dengan sesamanya; Allah U
Maha Mengetahui; manusia pun kadang-kadang mengetahui dan sebagainya.
Sebenarnya, persamaan ini hanyalah dari segi nama (ismun), bukan
persamaan hakekatnya. Jadi, Allah U
Maha Mendengar dan manusia pun mendengar tetapi mendengar manusia berbeda
dengan mendengar Allah U
dalam segala halnya; Allah berbicara, manusia juga berbicara tetapi cara
berbicara manusia tidak sama dan tidak akan pernah sama dengan berbicara Allah U;
demikian pula Allah U
Maha Melihat namun penglihatan Allah dalam segala halnya berbeda dengan
penglihatan manusia dan makhluk lainnya; demikian pula keadaannya dengan
ilmu-Nya. Semua ini didasarkan pada kenyataan, seperti firman Allah U
terdahulu, bahwa tidak ada sesuatu apapun yang mirip atau sama dengan Allah U.
Demikian pula, Allah U
melarang seorang beriman menolak nama dan sifat Allah U dengan
alasan hal tersebut berarti menyamakan dengan makhluk-Nya, lalu beralih kepada
penakwilan yang justru menjerumuskannya pada penolakan nama dan sifat-sifat
itu. Padahal, menolak salah satu nama dan sifat Allah U berarti
mendustakan Allah U dan
Rasul-Nya. Allah U berfirman:
فَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ
أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ
“Maka siapakah yang telah lebih dzalim daripada
orang yang membuat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang
kepada-Nya. Bukankah di neraka jahannam tersedia tempat tinggal bagi
orang-orang yang kafir?’ (QS. az-Zumar [39]:
32)
3.
Iman
kepada nama dan sifat Allah U harus apa adanya.
Tidak boleh seorang muslim menanyakan,
membicarakan ataupun mempertanyakan ‘bagaimana caranya’ (ma hiya kaifiyatuhu).
Hal ini dikarenakan kaifiyat tersebut berada diluar jangkauan indra dan
akal manusia. Andaikan dipaksakan akal melogika-logikakannya maka yang terjadi
adalah ilusi. Bagaimana mungkin membayangkan sesuatu yang tidak dapat diindera,
tidak dapat dirasa, tidak dapat dibayangkan dan berada diluar jangkauan
manusia. Kalaupun dipaksakan, akal manusia tidak akan pernah mencapainya.
Hasilnya, ya, ilusi tadi itu. Ujungnya, menggambarkan Allah U
dengan imajinasi dan khayalan manusia. Dengan demikian, misalnya, ketika Allah U
menyatakan di dalam al-Quran :
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“…kemudian Dia bersemayam diatas ‘arsy…”
(QS. ar-Ra’du [13]: 2)
Seorang mukmin akan mengimani bahwa
Allah U bersemayam
di atas ‘arsy tanpa mempertanyakan bagaimana cara bersemayamnya, apakah seperti
raja; berapa lama bersemayam-Nya; ‘arsy itu luasnya berapa, bentuknya seperti
apa dan pertanyaan lain yang tidak mungkin terjawab dengan jawaban yang benar
bila tidak ada wahyu di dalam al-Quran dan hadist yang memberitahukannya.
Berkaitan dengan perkara ini,
menarik diperhatikan kisah Imam Malik. Pernah suatu ketika Beliau ditanya
tentang bagaimanakah cara bersemayam (al-istiwa) Allah U.
Beliau menyatakan: “Al istiwau ma’lum wa kaifiyatunuhu majhul wa sualu ‘anhu
bid’atun” (bersemayam itu jelas diketahui dan bagaimana caranya tidaklah
diketahui, adapun pertanyaan dengan hal tersebut adalah mengada-ada (bid’ah).
Memaknai Iman Pada
Nama dan Sifat Allah U
Di dalam
hadistnya, Rasulullah r
bersabda:
“Sesungguhnya
Allah U
itu mempunyai 99 nama, seratus kurang satu. Tiadalah seseorang uang menghafalkannya
kecuali dia akan masuk surga. Dia itu tunggal dan menyukai yang ganjil.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Pengertian
menghafal mencakup 3 (tiga) perkara: (1) Menghafal seluruh al-asma
al-husna ini dan selalu
diingat dan dijadikan dzikir; atau di sebut ketika sedang berdo’a. Allah U berfirman:
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا
تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى
“Katanlah:
‘Serulah Allah atau serulah ar-Rahman ! Dengan nama mana saja kamu berdo’a
(berseru), sebab Dia mempunyai al-asma al-husna “ (QS. al-Isra [17]: 110)
Adapun
perkara (2) disamping menghafal dan menjadikannya sebagai panggilan bagi
Allah dalam berdo’a dan berdzikir, juga ia memahami makna yang terkandung
didalam tiap-tiap nama Allah U tersebut; dan (3)
selain ia memahami maknanya, ia juga menerapkannya didalam perilakuknya. Namun,
hal ini bukanlah berarti bahwa seorang muslim harus menerapkan dan memiliki
seluruh nama dan sifat Allah tersebut didalam dirinya. Bagaimana tidak, banyak
terdapat nama dan sifat Allah U yang tidak boleh dituruti oleh manusia. Misalnya, Allah U
bersifat al-Mutakabbir,
yaitu yang berhak untuk sombong.
Lantas, dengan alasan menerapkan sifat Allah U seseorang berlaku sombong. Padahal, manusia justru dilarang
untuk menyombongkan diri. Oleh sebab itu, seorang muslim tidak melakukan hal
demikian. Sebaliknya, yang dilakukan oleh seorang mukmin dalam mensikapi al-asma
al-husna ini adalah bersikap
mengikuti aturan-aturan Allah U dengan mengkombonasikannya dengan keimanan kepada nama dan
sifat Allah U. Jadi, adanya kenyataan bahwa Allah U
bersifat al-Mutakabbir tidak menjadikan seorang muslim sombong, sekalipun ia
menyadari banyak kelebihan dibandingkan dengan orang lain. Sebaliknya, ia akan
rendah hati. Sebabnya, pertama: ia sadar bahwa Allah U
melarang sombong; kedua: ia menyadari betul bahwa yang berhak untuk sombong
hanyalah Allah U siapapun makhluk-Nya tidak punya hak sedikitpun untuk
menyombongkan apa yang dimilikinya. Tingkatan tertinggi dalam mensikapi nama
dan sifat Allah U ini adalah sikap pada point (3) diatas.
Adapun al-asma
al-husna yang 99 tersebut
bukanlah menjadi pembatas bagi nama-nama yang lain. Buktinya, terdapat
nama-nama lain di dalam hadist yang tidak termasuk kedalam 99 al-asma
al-husna, seperti al-Hannan, al-Kafi, al-Manan dan sebagainya. Hanya saja, memang, maknanya sudah
terangkum didalam 99 nama al-asma al-husna tersebut.
“Ya
Allah, tiada ilah selain Engkau, Maha Pemberi anugerah (al-Mannan), Yang
menciptakan langit dan bumi, Yang memiliki keagungan dan kemuliaan.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Nama Allah U yang melekat dalam do’a seperti ini diistilahkan dengan ismullah
al-a’zham (nama Allah Nan
Agung).
Mentafakuri
Nama-Nama Allah U
Bila
diamati seluruh nama-nama itu, paling tidak dapat dibuat pengelompokan sebagai
berikut:
1.
Nama-nama
yang menyangkut ketuhanan dan semata-mata tentang ketuhanan. Dengan memahami
nama-nama ini dapat dilihat bahwa Allah U
Maha Suci dari segala cacat dan
dosa.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي
الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ
مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.’”
(QS. al-Baqarah [2]: 30)
Dialah yang Maha Perkasa, dan pemilik segala keagungan.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَكْرُ أُولَئِكَ
هُوَ يَبُورُ
“Barang
siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh
dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab
yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur.” (QS. Faathir [35]: 10)
Dengan demikian tidak ada yang lebih gagah selain Allah U dan keagungan hanyalah milik-Nya. Manusia tidaklah memiliki
apa-apa. Dialah yang menciptakan dan membentuk segala sesuatu. Cantik atau
tidaknya seseorang bukanlah kehendaknya, melainkan buatan al-Khâliq. Dia Maha Penyantun, lembut lagi Maha Agung. Bukan hanya
itu, Dia pun Maha Gagah dan Maha Tinggi.
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا
تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ
أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا
بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ
حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Allah
tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di
langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa
izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka
dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.’ (QS. al-Baqarah [2]: 255)
Segala sesuatu dikuasai oleh-Nya. Dia juga Maha Sempurna dan
Maha Luas.
وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ
هَدَانِ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا
وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ
“Dan
dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: ‘Apakah kamu hendak membantahku tentang
Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku.’ Dan aku
tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan
dengan Allah, kecuali dikala Tuhanku menghendaki sesuatu. Maka apakah kamu tidak
dapat mengambil pelajaran (daripadanya)?” (QS. al-An’am [6]:
80)
Tidak ada secuil pun kekurangan. Berbeda dengan manusia yang
serba lemah, serba kurang, dan serba tidak punya. Kemuliaan dan pujian pun
hanya berhak dia sandang, Dialah Maha Mulia dan Maha Terpuji. Allah U Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri, tidak membutuhkan
siapapun, sebaliknya makhluk-Nyalah, termasuk manusia yang sangat
memerlukan-Nya U. Allah adalah Dzat yang kekal, tidak ada awal dan tidak ada
akhir. Semua makhluk pernah tiada dan pasti akan musnah. Sedangkan Allah U tidak pernah tidak ada dan tidak akan pernah tidak ada.
Selain itu, Dia adalah Maha Penyabar.
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
بِالْحَقِّ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ
“Tidakkah
kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi
dengan hak?
Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan
kamu dan mengganti (mu) dengan makhluk yang baru.” (QS. Ibrahim [14]: 19)
Banyak
manusia yang kufur kepada-Nya, tidak tunduk kepada aturan-Nya, tetapi Dia masih
memberikan kesempatan untuk memperbaikinya. Betapa indah nama dan sifat-sifat
Allah U ini ! Subhanallah !
2.
Nama-nama
yang memberikan kontrol kepada manusia. Allah U
Maha Pelindung dan Pengawas.
Semua perbuatan manusia tidak akan pernah lepas dari kontrol-Nya. Mengapa?
Sebab Dia Maha Melihat dan Maha Mendengar.
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
“Allah berfirman: ‘Janganlah kamu
berdua khawatir sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan
melihat.” (QS. Thaha [20]: 46)
Dialah yang menghitung seluruh amal perbuatan manusia.
Semuanya dihisab oleh Allah U. Kemana saja manusia pergi, disitulah Allah mengetahuinya.
Tidaklah ada dua orang kecuali ketiganya Allah, tidaklah ada tiga orang kecuali
keempatnya adalah Allah demikian seterusnya. Dimanapun seseorang bersembunyi,
Allah akan menemukannya. Dialah Dzat Maha Menemukan. Ujungnya, semua manusia
akan dikumpulkan oleh Dzat Maha Mengumpulkan.
رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ
إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
“Ya Tuham kami, sesungguhnya
Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada
keraguan padanya. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (QS. Ali Imran [3]: 9)
Berdasarkan
hal ini, jelas sekali bahwa manusia ini lemah. Sedangkan Allah U
Maha Gagah. Dia tahu persis apa
yang dilakukan manusia. Perhitungannya pun teliti sekali. Dan tidak mungkin
dapat mengelak dari pengawasan-Nya. Dengan demikian, kontrol dari Allah U demikian ketat. Tidak ada jalan lain kecuali tunduk dan
patuh kepada aturan Allah U. Bila tidak, celaka didunia dan akhirat. Na’udzubillah !
3.
Nama-nama yang
berkaitan dengan rizki. Allah U adalah
satu-satunya pemberi rizki .
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki
yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. adz-Dzariyat
[51]: 58)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا
نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu. Adakah sesuatu pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki
kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia, maka mengapakah
kamu berpaling (dari ketauhidan )?” (QS.
Fathir [35]: 3)
اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ
“Allah meluaskan rizki dan menyempitkannya
bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan dunia,
padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah
kesenangan (yang sedikit).” (QS. ar-Ra’d
[13]: 26)
Dia pulalah pembuka rahmat. Demikian pula, Dialah
yang melapangkan rizki, bagi siapapun yang Dia kehendaki. Allah U
bersifat al-Muqit (pemberi makan). Hal ini memberikan bekas bagi orang
beriman. Dia tidak khawatir akan kurangnya rizki. Iapun tidak takut kehilangan
harta. Begitu pula ia siap untuk menjadi kaya bila Allah U
memberinya amanat kekayaan. Semua ini ia yakini, karena Allah U
bukan sekedar Dzat Maha Kaya (al-Ghaniy) melainkan juga al-Mughniy,
Dzat Pemberi Kekayaan.
هَاأَنْتُمْ
هَؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ
وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ
وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ
ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak
untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang kikir
dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya
sendiri.Dan Allah-lah yang Maha Kaya sdangkan kamulah orang-orang yang
berhendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya akan mengganti (kamu)
dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).” (QS.
Muhammad [47]: 38)
وَأَنْكِحُوا
الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ
يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui.” (QS.an-Nuur [24]:
32)
Sebaliknya Diapun sangat dapat mencegah
rizki tercurah pada siapapun. Dengan demikian, seorang yang beriman tidak
memiliki kekhawatiran terhadap urusan rizki. Tidak takut akan ancaman pemecatan
bila tetap menegakkan Islam, tidak khawatir dipersulit segala macam urusannya
bila terus menyadarkan umat agar kembali menerapkan Islam. Sebab, ada Allah
Dzat Maha Kaya dan Pemberi Kekayaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
4.
Nama dan sifat Allah U
yang menyangkut ajal. Allah U
adalah Dzat yang memulai segala sesuatu. Dzat yang menghidupkan dan mematikan.
Andaikan seseorang berada di dalam benteng yang demikian kokoh, niscaya bila
Allah U
telah menetapkan kematiannya, kematian itu akan menjemputnya. Sebaliknya,
sekalipun ia berada di tengah-tengah desingan peluru, berada dalam penyiksaan
yang hebat, atau mungkin sakit parah tidak akan meninggal bila Allah U
belum mematikannya. Seorang mukmin yakin Allah U
adalah al-Muhyi dan al-Mumit, Maha Menghidupkan dan Maha
Mematikan.
أَلَمْ تَرَ
إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ ءَاتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ
إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي
وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ
الْمَشْرِقِ فَأْتِ
بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ
الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang
yang mendebat Ibrahim tentang Tuhan-Nya (Allah) karena Allah telah memberikan
kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan:” Tuhanku
ialah yang Menghidupkan dan Mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah
menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu
terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zalim.” (QS. al-Baqarah [2]: 258 )
Berdasarkan hal ini, seorang
beriman tidak akan takut mati. Betapapun ancaman embargo yang terus menerus
dituduhkan kepada kaum muslim oleh kaum kafir dan kaum munafik dngan
mengatasnamakan mengejar fundamentalis, ekstrimis, Islam radikal atau
‘teroris’. Yang ditakutkannya adalah mati pada waktu maksiat kepada Allah U.
5.
Nama-nama yang
menyangkut dosa. Seringkali orang terlena dalam dosa. Padahal Allah U.
Maha Pemberi ‘adzab yang pedih
وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلًا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ
فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ
الْمُؤْمِنِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum
kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan
membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan
terhadap orang-orang yang berdosa. Dan kami selalu berkewajiban menolong
oran-orang yang beriman.” (QS. ar-Ruum [30]: 47 )
Dengan demikian, ia akan
berhati-hati didalam hidupnya agar tidak terjerumus ke dalam dosa. Sekalipun
demikian, bila ia berbuat kesalahan tanpa sengaja, ia tidaklah berputus asa. Ia
yakin Allah U. Maha Pengampun, Pemaaf dan Maha Mengasihi.
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun
bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap dijalan yang
benar.” (QS. Thaha [20]: 82 )
Ia akan segera bertaubat kepada Dzat
Penerima Taubat. Begitu pula apabila ia melakukan taat kepada-Nya, ia yakin
Allah U akan
memberikan balasan, sebab Dia Dzat yang memberikan balasan. Berdasarkan hal ini
seorang mukmin akan bahagia saat melakukan taat, bersedih ketika tak sengaja
terjerumus kedalam dosa. Namun, ia tidak terlena dalam kesedihannya semata. Ia
pun segera bertaubat kepada Allah.
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا
وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ
“Kecuali mereka yang telah bertaubat dan
mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran) maka terhadap mereka itulah
Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS. al-Baqarah [2]: 160 )
Dan
segera melakukan ketaatan kepada seluruh hukum-hukum-Nya.
6.
Nama-nama yang
menyangkut pembuat aturan. Hanya Dia yang berhak menetapkan aturan benar-salah,
baik-buruk, dan terpuji-tercela. Dialah al-Hakam/pembuat
hukum.
ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلَاهُمُ الْحَقِّ أَلَا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
“Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan
kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa segala hukum
(pada hari itu) Kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan paling cepat.”
(QS. al- An’aam [6]: 62)
أَفَغَيْرَ
اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ
مُفَصَّلًا وَالَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ
مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada
Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (al-Quran) kepadamu dengan
terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka
mengetahui bahwa al-Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka
janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.” (QS.
al-An’aam [6]: 114)
Hukumnya itupun tidak ada yang
perlu dikhawatirkan sebab Dia Dzat Maha Bijaksana /al-Hakim
الر ! تِلْكَ ءَايَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ
“Alif laam raa. Inilah ayat-ayat al-Quran yang
mengandung hikmah.“ (QS. Yunus
[10]: 1)
dan adil. Tidak ada hukum dan aturan manapun yang
adil dan bijaksana selain aturan Allah U
(hukum syara’) Dialah al-Haq, Dzat Maha Benar. Allah U
berfirman:
فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ
“Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu
yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan.
Maka bagaimanakah kamu palingkan (dari kebenaran)?” (QS.
Yunus [10]: 32)
Aturan-aturan-Nya
pasti benar dan layak untuk manusia disepanjang zaman. Hal ini sangat dapat
dipahami, sebab hukumnya datang dari Dzat Maha Benar, Maha Tahu dan Maha
Pembuat Hukum. Allah U berfirman:
مَا تَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَءَابَاؤُكُمْ مَا
أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali
hanya (menyembah) nama-nama kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah
tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu
hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (QS. Yusuf [12]: 40)
Dengan hukum dan aturan-Nya itulah manusia akan
tertunjuki kejalan yang benar menapaki jalan Allah U,
al-Hadi dan ar-Rasyad/Pemberi Petunjuk.
إِنَّكَ
لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi tetapi Allah memberi petunjuk
kepada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
mau menerima petunjuk.“ (QS. al-Qashash [28]: 56 )
Berdasarkan ini pula, aturan apapun dan dibuat
oleh siapapun selain Allah U
niscaya akan menyesatkan umat manusia. Hanya hukum yang datang dari Pemberi
Petunjuklah yang akan membawa petunjuk. Seorang mukmin tidak akan menyerahkan
hukum kepada selain Allah U.
Karenanya, ia akan menolak paham sekularisme, demokrasi, kapitalisme, sosialisme-komunisme,
dan paham atau aturan produk manusia lainnya.
7.
Nama-nama yang
berkaitan dengan kekuasaan dan kedudukan. Setiap orang beriman yang berjuang
dijalan Allah U yakin
betul bahwa Allahlah Dzat Pemilik segala Kekuasaan/al-Malik
قُلِ
اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ
الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ
بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah:
Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki.
Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang
Engkau kehendaki. Ditangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha
Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran
[3]: 26)
Dialah yang memberikan kekuasaan bagi siapa yang
dihendaki-Nya dan mencabut kekuasaan dari siapa yang dikehendaki-Nya. Padahal
Allah U menjanjikan
kekuasaan bagi orang yang beriman dan beramal shalih. Firman Allah U:
وَعَدَ اللَّهُ
الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي
الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ
دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ
أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana
Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa dan sungguh Dia
akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlai-Nya untuk mereka dan Dia
benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. an-Nuur
[24]: 55)
Oleh sebab itu, ia akan terus
berjuang di jalan Allah U. sampai Dia memberikan kemenangan kepadanya.
8.
Nama-nama yang
menyangkut perwakilan. Seringkali manusia memiliki beban yang sulit
diselesaikannya. Dia terus berusaha tetapi tetap memerlukan sang penolong yang
dapat mewakili menuntaskan problemnya. Wakil sejati itu sebenarnya adalah Allah
U.
Dialah al-Wakîl yang akan memberikan bantuan dan mengabulkan seluruh
permintaan/al-Qobul
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan
orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah)
Ku dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS. al-Baqarah [2]: 186)
Dialah yang akan mengurusi semua
permintaan hamba-Nya. Dan Dia pulalah tempat meminta dan memohon. Tegas sekali
firman Allah U:
اللَّهُ الصَّمَدُ
“Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu.“ (QS. al-Ikhlas [112]: 2)
Dengan demikian tidak ada pilihan lain bagi
seorang mukmin yang betul-betul mengimani Allah U kecuali
menyerahkan segala urusannya (tawakkal) kepada Allah dengan tetap berusaha
sesuai dengan kemampuan manusiawinya. Kaum mukmin yakin betul Allah U memiliki
segala sesuatu dan mampu melakukan segala sesuatu. Apapun kesulitan hidup dan
tantangan yang dihadapinya yakin akan dapat diselesaikan dengan bantuan Allah
Dzat al-Wakîl.
Merujuk pada kajian tadi,
nampaklah, seorang mukmin yang beriman kepada Allah U
beserta berbagai sifatnya itu akan memiliki daya hidup yang tinggi, penuh
harapan, optimistis, serta memandang kedepan dengan penuh kepastian. Bukan
sekedar daya hidup di dunia, namun pula daya hidup di akhirat kelak.
Ringkasan Materi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar