PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Senin, 30 Maret 2015

Sejarah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sejarah merupakan perjalanan dari masa lalu, ke masa kini, dan melanjutkan perjalanannya ke masa depan. Dalam perjalanan suatu sejarah selalu mengalami pasang naik dan pasang surut yang berbeda-beda tidak terkecuali dengan peradaban Islam. Peradaban Islam merupakan manifestasi kemajuan mekanis dan tekhnologis. Dalam pengertian itulah peradaban Islam akan dibahas. Pembahasan ini akan lebih menekankan pada peradaban Islam pada periode Makkah.
Pada periode Makkah ini khususnya mekkah sebelum Islam keadaan bangsa Arab diketahui bahwa pada saat itu masih menyembah berhala, berjudi, mabuk-mabukan, membunuh, dan masih banyak lagi perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Dalam kondisi inilah Islam pertama kali lahir di Makkah perjuangan Nabi Muhammad Saw diutus untuk mengubah masyarakat Makkah yang mempunyai akhlak dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Untuk itu pembahasan lebih mendalam akan dipaparkan dalam makalah yang sederhana ini.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana  Makkah Sebelum Islam
2.      Bagaimana Perjuangan Nabi Muhammad Sebelum dan Sesudah Menerima Wahyu
3.      Bagaimana Perkembangan Makkah Setelah Masuknya Islam

BAB II
PEMBAHASAN

A. Makkah Sebelum Islam
            Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang yang cukup strategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah menjadi cepat disebarluaskan ke berbagai wilayah. Di samping juga didorong oleh faktor cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan umat Islam.[1] dan bahkan bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan di antaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar yang semuanya berasa di wilayah Yaman.[2]
            Sebelum Islam penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam, dan Jazirah Arab telah dihuni oleh beberapa ideolgi, keyakinan keagamaan.  Bangsa Arab sebelum Islam telah menganut agama yang mengakui Allah sebagai tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi turun temurun sejak nabi Ibrahim as dan Ismail as. al-Qur’an menyebut agama itu dengan Hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang memberi rezeki dan sebagainya. Kepercayaan yang menyimpang dari agama yang hanif disebut dengan Watsniyah, yaitu agama yang mempersyarikatkan Allah dengan mengadakan penyembahan kepada :
a.       Anshab, batu yang memiliki bentuk
b.      Autsa, patung yang terbuat dari batu
c.       Ashnam, patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan semua patung yang tidak terbuat dari batu.
            Berhala atau patung yang pertama yang mereka sembah adalah : Hubal. Dan kemudian mereka membuat patung-patung seperti Lata, Uzza, Manata, dll. Tidak semua orang arab Jahiliyah menyembah Watsaniyah ada beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi dan Masehi. Agama Yahudi dianut oleh bangsa Yahudi yang termaksud rumpun bangsa Samiah (semid). Asal usul Yahudi berasal dari Yahuda salah seorang dari dua belas putra nabi Yakub.
            Agama Yahudi sampai ke Jazirah Arab oleh bangsa Israel dari negeri Asyur. Mereka diusir oleh kerajaan Romawi yang beragama Masehi dan bangsa Asyur ini berangsur-angsur mendiami Yastrib (Madinah) dan sekitarnya dan mereka menyebarkan agama Yahudi tersebut.[3] Agama Masehi yang berkembang adalah : Sekte Yaqubiah yang mengatakan bahwa perbuatan dan iradat al – Masih adalah tabiat ketuhanan. Kaum Yaqubiah berkata bahwa persatuan ketuhanan dengan kemanusiaan pada diri al-Masih ialah sebagaimana air dimasukan ke dalam tuak, lalu menjadi jenis yang satu.
 Ketika Nabi Muhammad SAW lahir, Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di Negeri Arab , baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman dan Syria. Dengan adanya Ka’bah ditengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah yang di situ terdapat 360 berhala.[4]
Bangsa Arab penduduk Gurun Pasir hampir tidak dikenal orang.  Penduduk bangsa Arab terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang selalu berperang. Peperangan itu ditimbulkan karena keinginan memelihara hidup, karena hanya siapa yang kuat sajalah yang berhak memiliki tempat kekuasaan, adapun yang lemah hanya berhak mati atau menjadi budak. Keistimewaan penduduk Gurun ialah mereka mempunyai Nasab murni disebabkan tidak pernah dimasuki orang-orang asing, bahasa mereka terpelihara, disebabkan juga karena tidak pernah tercampur oleh bahasa asing.[5]
Bila dilihat dari segi sosiologis Bangsa Arab mempunyai tingkat solidaritas dan budaya yang tinggi yang dapat dilihat dari kehidupan mereka yang mempunyai perasaan kesukuan yang tinggi karena sukuisme itulah yang akan melindungi keluarga dan warga suatu suku. Hal ini disebabkan karena belum ada pemerintahan atau suatu badan resmi yang dapat melindungi rakyat dari penganiayaan dan tindakan sewenang-wenang.[6]
Dalam kehidupan politik kota Makkah terdapat dua suku yang paling berkuasa yaitu: Suku Jurhum, sebagai pemegang politik, dan Suku Ismail (keturunan Nabi Ibrahim), sebagai pemegang kekuasaan atas Ka’bah. Kekuasaan politik kemudian berpindah ke Suku Khuza’fah dan akhirnya ke Suku Quraisy dibawah pimpinan Qushai.  Suku terakhir inilah yang kemudian mengatur urusan politik dan urusan yang  berhubungan dengan Ka’bah.
Ada sepuluh jabatan tinggi yang dibagikan kepada kabilah asal Suku Quraisy yaitu: Hijabah, penjaga kunci-kunci Ka’bah; Siqoyah, penjaga mata air zam-zam; Diyat, kekuasaan hakim sipil dan kriminal; Sifarah, kuasa usaha Negara atau duta; Liwa’, jabatan ketentraman; Rifadah, pengurus pajak; Nadwah, jabatan ketua dewan ; Khaimmah, pengurus balai musyawarah; Hazimah, jabatan administrasi keuangan; dan Azlam, penjaga panah peramal untuk mengetahui pendapat dewa-dewa.
Dalam kehidupan ekonomi mereka menekuni bidang perniagaan. Adapun faktor yang menolong Makkah dapat memegang peranan dalam perniagaan yaitu orang-orang Yaman berpindah ke Makkah karena mereka mempunyai pengalaman yang luas dalam bidang perniagaan. Penduduk Arab suka merantau untuk berniaga, sebagai suatu usaha yang utama dan sumber yang terpenting bagi penghidupan.[7]
Di Mekkah Nabi telah memperoleh sekelompok pengikut yang kecil jumlahnya, tapi bersemangat kuat. Namun setelah tiga belas tahun berdakwah dan berjuang terus menerus, tampak jelas bahwa gerakannya menemui jalan buntu. Dan tampaknya kecil sekali harapan untuk cepat-cepat memperoleh keberhasilan menghadapi perlawanan warga Mekkah yang keras kepala itu.

B. Perjuangan Nabi Muhammad Sebelum dan Sesudah Menerima Wahyu
1. Sebelum Menerima Wahyu
Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim yaitu suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam Suku Quraisy Nabi Muhammad dari keluarga yang relatif miskin. Muhammad lahir dalam keadaan yatim, beliau diasuh oleh dua ibu asuhnya yang bernama Suwaibah dan Halimatussa’diyah selama 4 tahun, kemudian diasuh oleh ibu kandungnya selama 2 tahun.[8]
Pergaulan Muhammad dengan penduduk Makkah tidak terputus, juga partisipasinya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada saat itu masyarakat sedang sibuk karena banjir besar yang turun dari gunung, pernah menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah rapuh dan perombakan Ka’bah pun segera dilakukan. Sudut-sudut Ka’bah oleh Quraisy dibagi empat bagian, tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali.
Setelah mereka berusaha membongkar batu hijau yang terdapat disitu tetapi tidak berhasil, dibiarkannya batu itu sebagai pondasi bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan ditempatnya semula di sudut timur, timbullah perselisihan dikalangan Quraisy siapa yang harus mendapat kehormatan meletakkan batu itu.
Demikian memuncaknya perselisihan sehingga hampir saja  timbul perang saudara. Banu ‘Abduddar dan Banu Ádi bersepakat tak akan membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar ini. Orang tertua diantara mereka bersepakat bahwa orang yang pertama kali memasuki pintu Safa berhak meletakkan Hajar Aswad. Tatkala mereka melihat Muhammad ternyata orang yang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru : “ Ini Al-Amin; kami dapat menerima.” Kemudian kain dibawakan, dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya  sendiri kemudian katanya : “Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini.” Dengan demikian perselisihan berakhir.[9]
Demikianlah salah satu peristiwa yang dapat mengetahui bahwa itu merupakan perjuangan Muhammad dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi pada kaum Quraisy sebelum Muhammad Saw mendapat wahyu.
2.      Sesudah Menerima Wahyu
Sudah menjadi kebiasaan masyarakat saat itu bahwa dalam setiap tahun mereka menjauhkan diri dari keramaian orang, berkholwat dan mendekatkan diri kepada Tuhan untuk mendapatkan petunjuk. Pengasingan semacam ini mereka namakan Tahannuf  atau Tahannus.
Nabi Muhammad melakukan pengasingan tersebut di Gua Hira’ sepanjang bulan Ramadhan. Setelah beberapa hari termenung, sedikit demi sedikit ia sadar bahwa masyarakat Makkah telah sesat dari jalan yang sesat dan hidup keruhanian mereka telah rusak karena tunduk kepada berhala serta kepercayan sebelumnya. Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur dalam gua itu, datang malaikat membawa wahyu yang pertama yaitu surat Al-‘Alaq 1-5, yang berbunyi:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,  Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,  yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak  diketahuinya. (Q.S Al-‘Aaq: 1 -5 ).
Setelah mendapatkan wahyu yang pertama beliau segera kembali ke rumahnya dan memberitahukan berita ini kepada istrinya. Pada periode ini tiga tahun pertama dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah Islam dilingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri yaitu Khatidjah, yang menerima dakwah beliau,  kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Ashidiq sahabat beliau, Zaid bin Tsabit bekas budak beliau.
 Disamping itu juga banyak orang yang masuk Islam dengan perantaraan Abu bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunql Awwalun (orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam), mereka adalah Utsman bin Affan , Zubair bin Awwan, Saat bin Abi Waqqas, Abdur Rohman bin ‘Auf, Thalhah bin Úbaidillah, Abu Úbaidah bin Jarrah, dan Al Arqam bin Abil Arqam.
Kemudian setelah dakwah secara sembunyi-sembunyi berjalan lancar turun surat Al-hijr ayat 94 yang berbunyi:
÷íyô¹$$sù $yJÎ/ ãtB÷sè? óÚ̍ôãr&ur Ç`tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÒÍÈ  
Artinya: “ Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”(Q.S.Al-hijir: 94).
Namun dakwah yang dilakukan beliau tidak mudah karena mendapat tantangan dari kaum kafir Quraisy. Hal tersebut timbul karena babarapa faktor, yaitu:
1)      Mereka tidak dapat mambedakan antara kenabian dan kekuasaan.
2)      Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
3)      Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya serta tidak mau menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
4)      Taqlid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat Pamahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rizki.[10]

C. Perkembangan Makkah Setelah Masuknya Islam
Pada awalnya, metode dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW bersifat sirriyah (sembunyi-sembunyi), berlangsung selama tiga tahun pertama dakwahnya. Hal tersebut mengingat kedudukan Rasulullah SAW yang masih lemah, ditambah kandungan dakwah beliau yang sangat bertolak belakang dengan keyakinan  prinsip masyarakatnya yang penuh dengan nilai-nilai kesyirikan. Lapisan masyarakat yang paling pertama beliau serukan ajaran Islam tentu saja adalah keluarga dan kenalah dekatnya, itupun beliau pilih hanya kepada mereka yang ada tanda-tanda kebaikan pada dirinya.
Perjuangan Nabi Muhammad mendapatkan titik terang yang menyebabkan berkembangnya Islam di Makkah diantaranya dalam pendidikan taukhid. Pendidikan taukhid merupakan perhatian utama Rasulullah ketika di Makkah. Pada saat itu masyarakat jahiliyah sudah banyak yang menyimpang dari ajaran taukhid yang telah dibawa oleh Nabi Ibrahim. Karena taukhid merupakan pondasi yang paling dasar, maka harus ditata terlebih dahulu dengan kuat.
Pokok-pokok ajaran taukhid ini sebagai mana tercermin dalam surat Al-Fatikhah yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1)      Bahwa Allah adalah pencipta alam semesta yang sebenarnya.
2)      Bahwa Allah telah memberikan nikmat, memberikan segala keperluan bagi semua makhluknya dan khusus kepada ,manusia ditambah dengan petunjuk dan bimbingan agar mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
3)      Bahwa Allah adalah raja hari kemudian yang akan memperhitungkan segala amal perbuatan manusia di dunia ini.
4)      Bahwa Allah adalah sesembahan yang sebenarnya dan yang satu-satunya. Hanya kepada Allah segala bentuk pengabdian ditujukan.
5)      Bahwa Allah adalah penolong yang sebenarnya dan  oleh karena itu hanya kepadanya lah manusia meminta pertolongan.
6)      Bahwa Allah sebenarnya yang membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia dalam mengarungi kehidupan dunia yang penuh rintangan, tantangan dan godaan.
Disamping mengajarkan taukhid Nabi juga mengajarkan Al Qur’an kepada umatnya secara utuh dan sempurna menjadi milik umatnya yang selanjtnya akan menjadi warisan secara turun temurun, dan menjadi pegangan dan pedoman hidup bagi kaum muslimin sepanjang zaman.[11]
Islam semakin berkembang setelah Umar bin khatab masuk Islam dan melindungi Islam dari kaum Quraisy. Dengan masuknya Umar kedalam Islam membuat kedudukan Quraisy menjadi lemah, perkembangan dakwah Nabi Muhammad pun semakin bebas dan leluasa. Akan tetapi tetap saja kerasnya hati suku Quraisy di Mekkah membuat Nabi memutuskan untuk hijrah.
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Islam membawa perubahan di Makkah setelah Muhammad membawa ajaran-ajaran Islam yang memperbaiki moral mereka dalam beragama. Pada periode Makkah Muhammad berkonsentrasi terlebih dahulu untuk memperbaiki tauhid penduduk Makkah yang pada saat itu masih menyembah berhala dan masih setia pada ajaran nenek moyang mereka. Walaupun demikian  usaha Muhammad Saw menyebarkan Islam  tidak mudah dibandingkan ketika Muhammad menyebarkan Islam ke Madinah.

B. Saran-Saran
Makalah yang dapat kami buat, sebgai manusia biasa kita menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Jakarta:  Alhusna Zikra, 2000.

Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta : Logos, 1997.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Fadhil Sj,  Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Malang : Sukses Offset, 2008.
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.

Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam , Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004.
Muhammad Husain Haekal, Hayat Muhammad, Terj. Ali Audah, Jakarta: Tintamas Indonesia, 1965.

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009.







                [1] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam , (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004). hal 13.
                [2] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta : Logos, 1997). hal.  6.
                [3] Fadhil Sj,  Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang : Sukses Offset, 2008), hal 62.

[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), Cet.14, hal. 9.

[5] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, (Jakarta:  Alhusna Zikra, 2000), Cet.4 hal. 29-33

[6] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), Cet. 1 hal. 22

[7] Fatah Syukur, Sejarah ...,  hal.25.

[8] Badri Yatim, Sejarah ..., hal. 16.
[9] Muhammad Husain Haekal, Hayat Muhammad, Terj. Ali Audah, (Jakarta: Tintamas Indonesia, 1965), Cet. 9, hal. 70-71

[10] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. 1, hal. 65-66

[11] Fatah Syukur, Sejarah ...,  hal. 26.

Tidak ada komentar:

Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ