Metode Pembentukan Karakter dalam
Pendidikan Islam
Kepercayaan akan adanya fitrah yang baik pada
diri manusia akan mempengaruhi implikasi-implikasi penerapan metode-metode yang
seharusnya diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Dalam pendidikan Islam banyak metode yang
diterapkan dan digunakan dalam pembentukan karakter. Menurut An-nahlawy metode
untuk pembentukan karakter dan menanamkan keimanan ialah
Metode hiwar (percakapan) quran dan
nabawi
Metode kisah quran dan nabawi
Metode perumpamaan
Metode keteladanan
Metode pembiasaan
Metode ibrah dan mau’izah
Metode targhib dan tarhib[1]
Ketujuh metode ini dapat diimplementasikan guru
pada saat melakukan proses belajar mengajar. Dengan demikian siswa dapat
belajar dengan tenang dan senang.
Pada tataran praktis siswa diajarkan untuk
membiasakan perbuatan baik dan menjauhi keburukan. Dengan melaksanakan salat
seseorang secara otomatis ia akan membiasan prilaku terpuji dengan cacatan
salat yang ia lakukan bermakna dalam kehidupan.
Untuk itu pihak penyelenggara sekolah sepantasnya
menyediakan ruangan dan waktu untuk siswa melaksanakan salat secara berjamaah.
Dengan melaksanakan salat berjama’ah minimal
Zuhur dan Ashar karena kedua waktu sholat ini masih dalam waktu pembelajaran,
atau shalat Duha, siswa siswi dididik beradaptasi dengan lingkungan sosialnya,
pada saat salat berjama’ah mereka dapat belajar bagaimana berkata yang baik,
bersikap sopan dan santun, menghargai saudaranya semuslim, dan terjalinnya tali
persaudaraaan.
Bila susasana seperti ini telah dibiasakan mereka
tidak akan gagap menghadapi kehidupan di masyarakat. Bahkan mereka dapat
menjadi tauladan bagi masyarakatnya.
Salat Sebagai Metode Pembentukan Karakter
Penulis telah kemukakan beberapa metode
pembentukan karakter dari an-nahlawy. Bila kita pahami metode-metode yang
dikemukakan oleh An-nahlawy erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah salat.
Seperti telah dijelaskan oleh Allah di dalam
surat Al-Ma’arij ayat 19-23, di dalam nya terkandung makna bahwa manusia
dibekali karakter positif dan negative. Bentuk karakter yang dimaksud dalam
ayat ini ialah yaitu berkeluh kesa saat susah, kikir saat mendapat nikmat.
Namun, orang yang sholatihim daaimun yaitu orang-orang yang
melaksanakan salat dan terus menerusmengamalkan makna salat dalam keseharian
mereka terhindar dari karakter negative sebagaimaa penjelasan dalam ayat 21 dan
22 surat Al-Ma’arij.
Bila kita tarik dalam sebuah analisis maka
terjadi keselarasan antara metode yang dikemukakan An-nahlawy dan salat dalam
pembentukan karakter positif.
Metode Hiwar Qurani
Hasbi Assidiqy seperti yang dikuti Wawan Susetya
mendefinisikan salat menjadi empat pengertian, pada definisi kedua ia memaknai
salat sebgai hakikat salat (dalam perspektif batin) yaitu berhadapan hati
(jiwa) kepada Allah secara yang mendatangkan takut padaNya, serta menumbuhkan
di dalam hati jiwa rasa keagungan kebesaranNya dan kesempurnan kekuasaanNya.
Makna lainya ialah: hakikat salat yaitu menzahirkan hajat dan keperluan kita
kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan perbuatan[2]
Bila kita pahami dalam proses solat terdapat
dialog antara Allah dan hambaNya, seperti dalam surat Fatihah terjadi dialaog
yang sangat dalam antar hamba dan Allah SWT. Di dalam surat ini manusia memohon
perlindugan kepada Allah dari godaan sayithan, menyatakan Allah itu yang Maha
Pengasih dan Penyayang, memuji Allah sebagi penguasa mutlak alam semesta,
menyatakan bahwasnya Allah penguasa mutlak hari kiamat, manusia mengakui
kelemahannya dengan penyataan kepadaMu kami menyembah, hanya kepadaMu kami
meminta pertolongan, manusia memohon petunjuk kepada Allah dalam menjalani
kehidupan sebagaimana orang-orang yang Allah telah beri nikmat, dan berlindung
dari kesesatan.
Metode dialog ini begitu meyadarkan kita akan
akan kelemahan dan kekurangan. Dalam pendidikan seorang guru perlu melakukan
dialaog untuk menegtahui perkembangan siswa dan mengidentifikasi
masalah-masalah yang dapat menjadi factor penghambat belajar.
Untuk itu seorang guru harus memiliki sikap
bersahabat, kasih saying kepada peserta didik.
Nurcholis Majid menyatakan lebih jauh makna salat
dalam kehidupan sehari-hari ialah mengandung ajaran berbuat amal saleh kepada
manusia dan lingkungan, sesuai pesan-pesan salat sejak takbir hingga salam[3].
Dari pemaparan di atas dapat kita pahami bahwa
metode hiwar (dialog) sangat efektif untuk untuk menjalin komunikasi dan
hubungan social antara guru dan peserta didik, peserta didik dengan peserta
didik.
Bila komunikasi multi arah telah terbagun maka
siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan tujuan pendidikan dapat
terwujud.
Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan atau dalam istilah psikologi
pendidikan dikenal dengan istilah operan conditioning. Siswa diajarkan untuk
membiasakn prilaku terpuji, giat belajar, bekerja keras, berrtanggung jawab
atas setiap tugas yang telah diberikan.
Salat dilakukan 5 kali sehari semalam ialah
membiaskan umat manusia untuk hidup bersih dengan symbol wudhu, disiplin waktu
dengan ditandai azan disetiap waktu salat, bertanggung jawab dengan simbol
pengakuan di dalam bacaan doa iftitah “sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan
matiku untuk Allah”, doa ini memberikan isyarat berupa tanggung jawab atas
anugrah yang Allah telah berikan.
Pada saat ruku dan sujud umat muslim diajarkan
untuk bersikap rendah hati sikap rendah hati inilah merupakan awal kemulian
seseorang. Di dalam hadits Qudsi Allah berfirman:
“tidaklah aku menerima salat setiap orang,
Aku menerima slat dari orang yang merendah demi ketinggianku, berkhusyuk demi
keagunganku, mencegah nafsunya demi larangku, melewatkan siang dan malam dalam
mengingatku, tidak terus menerus dalam pembangkanagan terhadapku, tidak
bersikap angkuh terhadap mahlukku, dan selalu mengasihani yang lemah dan
menghibur orang miskin demi keridhoanku. Bila ia memanggilku, aku akan
memberinya. Bila ia bersumpah dengan namaku aku akan membuatnya mampu
memenuhinya. Akan aku jaga ia dengan kekuatanku dan kubanggakan dia diantara
malaikatku. Seandainya aku bagi-bagikan nurnya untuk seluruh penghuni bumi,
niscaya akan cukp bagi mereka. Perumpamaannya seperti surga firdaus,
bebuahannya tidak akan rusak dan kenikmatannya tidak akan sirna” (H.R.
Muslim)[4]
Dari matan hadis ini dapat penulis pahami bahwa,
pelaksanaan salat tidak hanya sekedar melaksanakan kewajiban pada waktu-waktu
salat, melainkan tetap memaknai salat sepanjang aktivitas sehari-hari.
Imam fachrurrazi menjelaskan kata shalatihim
daaimuun ialah orang-orang yang menjaga salat dengan menunaikannya
diwaktunya masing-masing dan memperhatikan hal-hal yang terkait dengan
kesempurnaan salat. Hal-hal tersebut baik yang dilakukan sebelum salat dan
setelah salat.
Metode pembiasaan ini perlu diterapkan oleh guru
dalam proses pembentukan karakter, bila seorang anak telah terbiasa dengan sifat-sifat
terpuji, impuls-impuls positif menuju neokortek lalu tersimpan dalam system
limbic otak sehingga aktivitas yang dilakuakn oleh siswa tercover secara
positif.
Metode Targib dan Tarhib
Metode ini dalam teori metode belajar modern
dikenal dengan reward dan funisment. Yaitu suatu metode dimana hadiah dan
hukuman menjadi konsekuensi dari aktivitas belajar siswa, bila siswa dapat
mencerminkan sikap yang baik maka iaberhak mendapatkan hadiah dan sebaliknya
mendapatkan hokum ketika ia tidak dapat dengan baik menjalankan tugasnya sebgai
siswa.
Begitupun halnya salat, saat seorang melakukan
salat dengan baik dan mampu ia implementasikan dalam kehidupan sehari-hari maka
ia mendapatkan kebaiakn baik dari Allah dan masyarakat sebagaimana yang telah
dijelaskan dimuka hadis riwayat Muslim “surga firdaus untuk orang-orang yang
dapat mengamalkan salat dengan baik dan benar”. Sebaliknya bagi mereka yang
melalaikan dan tidak melakasanakan salat neraka weil dan Saqor baginya[5]
Metode reward dan funishment ini menjadi motivasi
eksternal bagi siswa dalam proses belajar. Sebab, khususnya anak-anak dan
remaja awal ketika disuguhkan hadiah untuk yang dapat belajar dengan baik dan
ancaman bagi mereka yang tidak disiplin, mayoritas siswa termotivasi belajar
dan bersikap disiplin.
Hal ini bisa terjadi karena secara psikologi
manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan mendapatkan balasan dari
perbuatan baiknya.
Kesimpulan
Secara filoshopi melalui kajian terhadap metode
salat dan pendidikan memiliki kesamaan metode dalam hal pembentukan karakter.
Proses pengulanagan salat sebanyak lima kali
sehari semalam bila kita terjemahka kedalam bahasa psikologi dikenal dengan
Operan conditioning, dimana siswa dikondisikan, dibiaskan untuk belajar dan
berbuat baik.
Proses belajar mengajar yang baik apabila
terjalin dialog, komunikasi yang baik anatara siswa dan siswa, siswa dan guru,
metode dialog hiwar ini terkandung didalam salat. Ketika salat seorang hambah
sesungguhnya sedang berdialog dengan Allah.
Komunikasi yang baik ini memberi kontribusi dari
dalam diri siswa dan orang yang melaksanakan salat untuk berbuat yang terbaik, ekspositori
terhadap permasalah-permasalahan yang tidak dapat dipecahkan.
Berikutnya ialah metode hadiah dan ancaman. sudah
menjadi karakter bagi manusia senang menerima hadiah atas kerjanya dan merasa
takut hukuman atas perbuatan salah.dalam salat dan pendidikan kedua metode ini
dominant untuk membangkitkan motivasi, sehingga proses pembelajaran menjadi
menarik dan aktif.
Daftar Bacaan
Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Bandung : Rosda Karya,
A.N, Firdaus 325 Hadis Qudsi Pilihan, Jakarta :
CV. Pedoman Ilmu, 1990
Madjid Nurcholish, 30 Sajian Ruhani,
bandung: Mizan 2001
Wawan Susetya, Sebuah Kerinduan Salat
Khusyuk,Yogyakarta : Tugu Publisher 2007.
www.google.com
“salat”
[1]
An-nahlawy dalam Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
Bandung : Rosda Karya, hlm.137
[2]
Hasbi Assidiqy, dalam Wawan Susetya, Sebuah Kerinduan Salat Khusyuk,Yogyakarta
: Tugu Publisher, h.69
[3]
Nurcholish Madjid, 30 Sajian Ruhani, bandung: Mizan, 2001, h.131
[4]
Firdaus A.n. 325 Hadis Qudsi Pilihan, Jakarta : CV. Pedoman Ilmu, 1990, h.23
[5]
Q.S Al-maa’un : 4 dan Al-mudatsir : 43