PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Rabu, 08 Juni 2011

PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU MADRASAH


Kompetensi Dasar
Setelah melakukan pembahasan ini diharapkan peserta mampu menjadikan nilai nilai profesionalitas sebagai bagian dari tugas profesi pendidik.

Profesi Pendidik
Profesi sebagai terminologi banyak memiliki arti atau makna, hanya saja jika disederhanakan profesi itu dapat dimaknai sebagai “pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran dan sebagainya). Profesonalisasi ialah proses memuat suatu badan organisasi agar menjadi profesional. Sedangkan profesional adalah:
(1)   bersangkutan dengan profesi
(2)   memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, dan
(3)   mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.
Mengacu kepada pemaknaan terminologI profesi tersebut, dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki keahlian tertentu melalui jalur pendidikan dan latihan, sehingga terampil dan jujur serta bisa membatasi pemahaman tentang kepatutan dan kepantasan yang melingkupi pekerjaan tertentu, dapat dikatakan sebagai seorang yang telah memiliki profesi tertentu.
Pada sisi yang lain, terdapat beberapa kriteria sebagai ciri suatu profesi, antara lain sebagai berikut:
1.    Ada standar untuk kerja yang baku dan bagus
2.    Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai dan yang betanggung jawab  tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu
3.    Ada organisasi mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eskistensi dan kesejahteraannya
4.    Ada etika dan kode etik yang mengatur perilaku para pelakunya dalam memperlakukan kliennya
5.    Ada system imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku, dan
6.    Ada pengakuan masyarakat (professional, penguasa, dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi.
Disamping  keenam kriteria dengan ciri-ciri tersebut di atas, pendapat yang lain memperkaya ciri  keprofesian yang lazim, yaitu:
1.    Profesi itu diakui oleh masyarakat dan pemerintah dengan adanya bidang layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi
2.    Pemilikan sekumpulan ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik serta prosedur kerja unik itu
3.    Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang melaksanakan pekerjaan professional. Dengan perkataan lain, masyarakat professional mmpersyaratkan pendidikan pra jabatan yang sistematis yang berlangsung relatif lama
4.    Adanya mekanisme untuk melakukan penyaringan secara efektif, sehingga hanya mereka yang di anggap kompeten yang dibolehkan bekerja memberikan layanan ahli yang di maksud
5.    Diperlukan organisasi profesi di samping untuk melindungi kepentingan anggotanya dari saingan yang datang dari luar kelompok, juga berfungsi untuk meyakinkan supaya anggotanya menyelenggarakan layanan ahli terbaik yang bisa diberikan demi kemaslahatan para pemakai layanan
Berbagai pandangan banyak dikemukan para ahli tentang keprofesian, melalui ringkasan pengertian di atas, dapat di lihat secara sekilas, bahwa keprofesian merupakan sesuatu yang mutlak dimiliki oleh seseorang atau sekumpulan orang yang melakukan bidang kerja tertentu untuk kemaslahatan masyarakat. Sebab, melalui keprofesian tertentu, seseorang lazimnya telah memiliki kompetensi dasar yang memungkinkan melaksanakan suatu pekerjaan dengan segala keunikan yang melekat dalam pekerjaan itu.
Salah satu profesi yang saat ini di gugat oleh masyarakat, terutama masyarakat sebagai pemangku kepentingannya (stakeholders), adalah profesi sebagai guru. Profesi ini di gugat bukan dalam pengertian untuk kasus perdata apalagi pidana, tetapi yang di gugat pemangku kepentingan adalah kemampuan profesionalnya dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, dan pelatih. Tugas dan fungsi guru pada dasarnya adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, dan pelatih, bagi peserta didik agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya secara professional.
Gugatan pemangku kepentingan inilah yang menjadi dasar pentingnya melakukan reformasi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, dan pelatih. Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya yang bersifat sistemik, terencana dan terkontrol dalam meningkatkan keprofesionalan para guru, sehingga proses dan pencapaiannya dapat dilakukan terukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Keprofesionalan guru (guru yang memiliki kompetensi) saat ini dapat di ukur dengan beberapa kompetensi dan berbagai indikator yang melengkapinya, tanpa adanya kompetensi dan indikator itu maka sulit untuk menentukan keprofesionalan guru. Kompetensi-kompetensi yang meliputi keprofesionalan guru (berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen) , dapat dilihat  dari empat kompetensi, yaitu:
1.    Kompetensi Pedagogik
2.    Kompetensi kepribadian
3.    Kompetensi professional, dan
4.    Kompetensi social
Keempat komptensi ini memiliki indikator-indikator tertentu yang memberikan jaminan bahwa keempatnya dapat dilaksanakan dan terukur secara kuantitatif dan kualitatif, baik melalui pendidikan pra jabatan, in serving training, diklat tertentu, dan lain sebagainya. Keempat kompetensi di atas, memiliki indikator-indikator, yaitu:
1.    Kompetensi pedagogik: Kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik, indikatornya:
a.    Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
b.    Pemahaman terhadap peserta didik
c.    Pengembangan kurikulum/silabus
d.    Pemahaman terhadap peserta didik
e.    Perancangan pembelajaran
f.     Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
g.    Pemanfaatan teknologi pembelajaran
h.    Evaluasi proses dan hasil elajar, dan
i.      Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2.    Kompetensi kepribadian; pemilikan sifat-sifat kepribadian, indikatornya:
a.    Berakhlak mulia
b.    Arif dan bijaksana
c.    Mantap
d.    Berwibawa
e.    Stabil
f.     Dewasa
g.    Jujur
h.    Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
i.      Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan
j.      Mau dan siap mengembangkan diri seara mandiri dan berkelanjutan.

3.    Kompetensi profesional; kemampuan dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang diampunya, indikatornya:
a.    Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata peajaran yang akan diampunya
b.    Konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

4.    Kompetensi sosial; indikatornya:
a.    Berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat
b.    Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c.    Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orangtua/wali peserta didik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta system nilai yang berlaku, dan
d.    Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Keempat kompetensi profesional yang seharusnya melekat dalam diri para guru itu, bukanlah sesuatu yang mudah untuk diterapkan jika tidak ada kemauan dari berbagai pihak, terutama guru itu sendiri. Namun, hal itu akan menjadi mudah diterapkan, jika kemauan dari  berbagai pihak, terutama guru itu sendiri memiliki komitmen untuk mencapai keprofesionalan, sebagai bagian dari tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada peserta didik, kepada pemangku kepentingan, dan yang tak kalah pentingnya, adalah tanggung jawab kepada Allah SWT, yang telah memberikan amanah kepada setiap guru untuk dapat melaksankan tugas dan fungsi sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, dan pelatih.
Guru sebagai tenaga kependidikan yang berhadapan langsung dengan anak didik, berkewajiban melakukan tugas pembelajaran agar terjadi transfer pengetahuan dan transfomasi nilai-nilai dalam kehidupan peserta didik. Pada saat yang bersamaan guru melakukan tindakan pendidikan, bimbingan dan pelatihan. Seluruh aktivitas pengajaran, pendidikan, bimbingan dan pelatihan itu secara langsung melibatkan potensi yang dimiliki guru sehingga kurikulum yang harus disampaikan dapat direalisir dengan semaksimal dan seoptimal mungkin.
Betapapun berat pergumulan untuk memperjuangkan tingkat kesejahteraan, yang membedakan guru sejati dari yang tidak adalah bagaimana mereka masing-masing memaknai profesi keguruannya. Yang satu menjalaninya sebagai panggilan hidup, yang lainnya hanya untuk mencari nafkah. “Guru bukan tukang”.
Agar keprofesionalan guru itu tidak sebagai “tukang”, khususnya dikalangan guru Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah, perlu dikemukakan kompetensi yang harus dimilikinya, yaitu:

A.   KOMPETENSI GURU MADRASAH
1.    Kompetensi Utama
a.    Kemampuan Akademik
Pengetahuan yang dimliki oleh guru Madrasah harus mendalam terutama meliputi hal-hal berikut:
(1)  Memahami dengan baik dasar-dasar sosiologi dan psikologi pendidikan Islam dan umum
(2)  Memahami karakter dan perkembangan psikologis, sosiologis dan akademik setiap pelajar
(3)  Memahami cara mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual anak didik
(4)  Memahami kurikulum yang berlaku secara utuh, terutama menyangkut mata pelajaran yang menjadi bidang tugasnya
(5)  Memahami relevansi bidang studi yang diajarkan dengan ajaran-ajaran keislaman, atau sebaliknya
(6)  Memahami metode pembelajaran yang paling tepat dan mutakhir
(7)  Memahami perencanaan, proses, dan evaluasi belajar yang tepat
(8)  Memahami cara memanfaatkan jam belajar yang terbatas secara efektif
(9)  Memahami ara menggunakan alat bantu (teknologi) dan sumber belajar secara tepat
(10)    Memahami tujuan pendidikan dan pengajaran di Madrasah (sesuai dengan tingkatannya)
(11)    Memahami tujuan pendidikan nasional
b.    Kemampuan Menciptakan Suasana Belajar yang Kondusif
Kemampuan ini meliputi hal-hal berikut:
(1)  Menciptakan lingkungan Madrasah yang saling menghormati dan memahami
(2)  Menanamkan agar siswa memberi penghargaan yang tinggi terhadap ilmu dan belajar
(3)  Menanamkan kepada siswa agar merasa bangga dan percaya diri menjadi siswa di Madrasah
(4)  Membiasakan perilaku dan sikap yang sopan kepada yang lain
(5)  Menumbuhkan sikap positif seperti tekun (sabar), menghargai dan menerima diri dan tegar terhadap kenyataan yang dialami (tawakkal) dan berpikir positif (husnuzzon)
(6)  Membiasakan anak didik menjaga kebersihan dan merawat kepentingan umum
(7)  Mengembangkan perilaku tepat waktu dan memenuhi janji
(8)  Membangun hubungan emosional yang erat antara siswa dan Madrasah
(9)  Berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik, jelas, dan tepat
(10)    Menggunakan berbagai pendekatan dalam pengajaran
(11)    Melibatkan siswa secara maksimal dalam proses pembelajaran
(12)    Memberi perhatian kepada setiap siswa dengan baik, serta mengevaluasi proses dan pekembangan belajar mereka
(13)    Menunjukkan sikap mudah dihubungi, tidak kaku (fleksibel), dan bertanggungjawab.

2.    Kompetensi Pendukung
a.    Kemampuan Membangun Hubungan/Komunikasi
Kemampuan ini meliputi:
(1)  Mengutamakan kerja kolaboratif dan kolektif sesame guru dan warga Madrasah lainnya
(2)  Membangun lingkungan kerja yang bersahabat (healty relationship)
(3)  Membantu jalannya program dan kebijakan Madrasah serta berpartisipasi di dalamnya
(4)  Menjaga komunikasi dengan orang tua siswa dan masyarakat
(5)  Berpatisipasi dalam kegiatan masyarakat sekitar Madrasah
(6)  Menjaga kepercayaan warga Madrasah
(7)  Mengikuti peraturan dan prosedur yang belaku dalam Madrasah
(8)  Menerima dan melaksanakan tanggung jawab yang diberikan
(9)  Menjamin bahwa setiap siswa mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama untuk belajar
(10)    Menempatkan kesuksesan setiap siswa sebagai tujuan dari setiap langkah yang di ambil.

b.    Kemampuan Kepemimpinan (Leadership)
Aspek kepemimpinan yang perlu dimiliki oleh uru meliputi:
(1)  Memiliki dedikasi yang tingi untuk meningkatkan prestasi siswa
(2)  Mendorong anak didik untuk tidak tergantung pada orang lain dalam belajar
(3)  Menunjukkan kemampuan beradaptasi dan fleksibel
(4)  Fokus pada pengajaran dan pembelajaran
(5)  Menunjukkansikap adil, tidak memihak atau mengistimewakan seorang anak lebih dari anak yang lain
(6)  Memberi dukungan dan bantuan kepada sesame guru atau tenaga kependidikan lain yang menghadapi masalah
(7)  Menunjukkan perilaku yang sopan dan betanggungjawab
(8)  Mengakui, menghargai dan member dukungan terhadap perbedaan pandangan
(9)  Berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan keahlian dan mendorong guru-guru lain untuk juga berpartisipasi
(10)    Mengelola sumber-sumber yang ada seara efektif dan benar
(11)    Mendorong dan sebisa mungkin memfasilitasi guru lain untuk mengembangkan diri.

c.    Kemampuan dalam Mengembangkan Diri
Guru yang baik adalah guru yang mampu mengembangkan kemampuan profesionalnya secara terus menerus (ongoing self-development). Kemampuan mengembangkan diri meliputi:
(1)  Mengambil inisiatif dalam mengembangkan kemampuan diri tanpa perlu menunggu instruksi atasan
(2)  Menyediakan waktu untuk membaca dan mempelajari metode mengajar terkini
(3)  Melakukan refleksi dan riset sederhana terhadap pengajaran mereka sendiri secara berkala
(4)  Mengikuti pelatihan-pelatihan atau pertemuan-pertemuan nonformal tentang pendidikan
(5)  Melakukan dialog-dialog informal untuk berbagi pengalaman dengan sesame guru
(6)  Memberi bantuan baik secara langsung maupun tertulis kepada guru-guru lain
(7)  Mendorong sesama guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk melakukan kerja kolektif dalam member masukan bagi perbaikan praktek pengajaran

B.   KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH UMUM
1.    Kompetensi Utama
a.    Kemampuan Akademik
Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru agama Islam pada sekolah umum harus mendalam terutama meliputi hal-hal berikut:
(1)  Memahami dengan baik tujuan agama Islam (maqashid al-syari’ah)
(2)  Memahami dengan baik dasar-dasar sosiologi dan psikologi pendidikan Islam dan umum
(3)  Memahami karakter dan perkembangan psikologis, sosiologis dan akademik setiap pelajar
(4)  Memahami cara mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual anak didik
(5)  Memahami kurikulum yang berlaku secara utuh, terutama menyangkut mata pelajaran yang menjadi bidang tugasnya
(6)  Memahami relevansi bidang studi yang diajarkan dengan ajaran-ajaran keislaman, atau sebaliknya
(7)  Memahami metode pembelajaran yang paling tepat dan mutakhir
(8)  Memahami perencanaan, proses, dan evaluasi belajar yang tepat
(9)  Memahami cara memanfaatkan jam belajar yang terbatas, memilah bahan ajar yang membutuhkan pertemuan langsung atau cukup dengan penugasan, secara efektif
(10)           Memahami ara menggunakan alat bantu (teknologi) dan sumber belajar secara
tepat
(11)           Memahami tujuan pendidikan dan pengajaran
(12)           Memahami tujuan pendidikan nasional
(13)           Memahami tujuan khusus pendidikan Agama pada sekolah umum untuk setiap
jenjang (SD, SLTP, dan SMU).

b.    Kemampuan Profesional
Beberapa jenis kemampuan yang perlu dimiliki oleh uru PAI pada sekolah umum di atas bukan hanya dalam tataran teori tapi juga praktek. Dalam hal ini secara rinci guru-guru diharapkan mampu mempraktekkan hal-hal berikut:
(1)  Menciptakan lingkungan sekolah yang saling menghormati dan memahami juga dengan penganut agama lain
(2)  Menanamkan agar siswa memberi penghargaan yang tinggi terhadap ilmu dan belajar termasuk pelajaran agama
(3)  Membiasakan perilaku dan sikap yang sopan kepada yang lain
(4)  Menumbuhkan sikap positif seperti tekun (sabar), menghargai dan menerima diri dan tegar terhadap kenyataan yang dialami (tawakkal) dan berpikir positif (husnuzzon)
(5)  Membiasakan anak didik menjaga kebersihan dan merawat kepentingan umum
(6)  Mengembangkan perilaku tepat waktu dan memenuhi janji
(7)  Membangun hubungan emosional yang erat antara siswa dan sekolah
(8)  Menciptakan suasana sekolah agar menjadi tempat yang nyaman bagi siswa
(9)  Berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik, jelas, dan tepat
(10)       Menggunakan berbagai pendekatan dalam pengajaran
(11)       Melibatkan siswa secara maksimal dalam proses pembelajaran
(12)       Memberi perhatian kepada setiap siswa dengan baik, serta mengevaluasi
proses dan pekembangan belajar mereka
(13)       Menunjukkan sikap mudah dihubungi, tidak kaku (fleksibel), dan
bertanggungjawab.

2.    Kompetensi Pendukung
a.    Kemampuan Membangun Hubungan/Komunikasi
Pengetahuan teori dan praktek tersebut ditunjukkan dalam suatu cara yang baik, yang meliputi:
(1)  Mengutamakan kerja dan kolektif sesama guru dan warga sekolah lainnya dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan
(2)  Membangun lingkungan kerja yang bersahabat (healty relationship)
(3)  Membantu jalannya program dan kebijakansekolah serta berpartisipasi di dalamnya
(4)  Menjaga komunikasi dengan orang tua siswa dan masyarakat
(5)  Berpatisipasi dalam kegiatan masyarakat sekitar sekolah
(6)  Menjaga kerahasisaan dan kepercayaan
(7)  Mengikuti peraturan dan prosedur yang belaku dalam sekolah
(8)  Menerima tanggung jawab yang diberikan
(9)  Menjamin bahwa setiap siswa mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama untuk belajar
(10)   Jangan pernah mengorbankan siswa dalam mengambil suatu kebijakan.

b.    Kemampuan dalam Kepemimpinan (Leadership)
Aspek kemampuan dalam kepemimpinan yang perlu dimiliki oleh guru PAI di sekolah umum meliputi:
(1)  Mendorong anak didik untuk tidak tergantung pada orang lain dalam belajar
(2)  Menunjukkan kemampuan beradaptasi dan fleksibel
(3)  Fokus pada pengajaran dan pembelajaran
(4)  Menunjukkansikap adil, tidak memihak atau mengistimewakan seorang anak lebih dari anak yang lain
(5)  Memberi dukungan dan bantuan kepada sesame guru yang menghadapi masalah
(6)  Menunjukkan perilaku yang sopan dan betanggungjawab
(7)  Mengakui, menghargai dan member dukungan terhadap perbedaan pandangan
(8)  Berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan keahlian dan mendorong guru-guru lain untuk juga berpartisipasi
(9)  Mengelola sumber-sumber yang ada seara efektif dan benar
(10)    Mendorong dan sebisa mungkin memfasilitasi warga madrasah untuk mengembangkan diri.

c.    Kemampuan dalam Mengembangkan Diri
Guru PAI yang baik adalah guru yang mampu mengembangkan kemampuan profesionalnya secara terus menerus (ongoing self-development). Kemampuan mengembangkan diri meliputi:
(1)  Mengambil inisiatif dalam mengembangkan kemampuan diri tanpa perlu menunggu instruksi atasan
(2)  Menyediakan waktu untuk membaca dan mempelajari metode mengajar terkini
(3)  Melakukan refleksi dan riset sederhana terhadap pengajaran mereka sendiri secara berkala
(4)  Mengikuti pelatihan-pelatihan atau pertemuan-pertemuan nonformal tentang pendidikan
(5)  Melakukan dialog-dialog informal untuk berbagi pengalaman dengan sesame guru
(6)  Memberi bantuan baik secara langsung maupun tertulis kepada guru-guru lain
(7)  Mendorong sesama guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk melakukan kerja kolektif dalam memberi masukan bagi perbaikan pengajaran dan praktek keagamaan di seolah.
Selama ini persekolahan (pendidikan yang dilembagakan), hanya dipandang sebagai tempat untuk memberi orang tahu dari tidak tahu. Padahal lebih dari itu, persekolahan merupakan proses terjadinya pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pelatihan yang berlangsung secara simultan. Keempat proses itu (pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pelatihan) berlangsung ketika anak berinteraksi dengan personil sekolah (terutama guru), karena gurulah yang memiliki otoritas dalam melaksanakan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan di sekolah.

Bahan Bacaan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen.
Kompas, Senin, 18 Februari 2008, hal. 12, kolom 1-2.
Departemen Agama RI, 2004, Standar Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usman, 2002, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, Jakarta, Ciputat Pers.
Amiruddin Siahaan., Khairuddin W., dan Irwan Nasution, 2006, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Jakarta, Quantum Teaching.
Amiruddin Siahaan., Asli Rambe., dan Mahidin, 2006, Manajemen Pengawas Pendidikan, Jakarta, Quantum Teaching.

ARTIKEL PENDIDIKAN


PROFESI PENDIDIK

Membangun Kemandirian

dalam Pengembangan Profesi Pendidik

 

Kompetensi Dasar

Setelah mempelajari bacaan ini diharapkan peserta mampu mengidentifikasi dan melaksanakan profesionalitas guru

 

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas manusia dalam bentuk meningkatnya kompetensi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Masalah yang dihadapi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan sangat kompleks, banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena pengaruhnya pada kehidupan manusia tidak dapat diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas Sumberdaya manusia suatu bangsa. Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat penting, dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, dengan pendidikan manusia juga akan mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Oleh karena itu membangun pendidikan menjadi suatu keharusan, baik dilihat dari perspektif internal (kehidupan intern bangsa) maupun dalam perspektif eksternal (kaitannya dengan kehidupan bangsa-bangsa lain)
Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian tersebut dapatlah dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, trampil serta berkepribadian dan dapat berprilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat.
Pengertian tersebut menggambarkan bahwa pendidikan merupakan pengkondisian situasi pembelajaran bagi peserta didik guna memungkinkan mereka mempunyai kompetensi-kompetensi yang dapat bermanfaat bagi kehidupan dirinya sendiri maupun masyarakat. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 3).
Salah satu faktor yang amat menentukan dalam upaya meningkatkan kualitas SDM melalui Pendidikan adalah tenaga Pendidik (Guru/Dosen), melalui mereka pendidikan diimplementasikan dalam tataran mikro, ini berarti bahwa bagaimana kualitas pendidikan dan hasil pembelajaran akan terletak pada bagaimana pendidik melaksanakan tugasnya secara profesional serta dilandasi oleh nilai-nilai dasar kehidupan yang tidak sekedar nilai materil namun juga nilai-nilai transenden ysng dapat mengilhami pada proses pendidikan ke arah suatu kondisi ideal dan bermakna bagi kebahagiaan hidup peserta didik, pendidik serta masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, nampak bahwa Pendidik diharapkan mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan sumberdaya manusia (human capital) dalam aspek kognitif, afektif maupun keterampilan, baik dalam aspek fisik, mental maupun spiritual. Hal ini jelas menuntut kualitas penyelenggaraan pendidikan yang baik serta pendidik yang profesional, agar kualitas hasil pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pendidik dituntut untuk selalu memperbaiki, mengembangkan diri dalam membangun dunia pendidikan.
Dengan mengingat berat dan kompleksnya membangun pendidikan, adalah sangat penting untuk melakukan upaya-upaya guna mendorong dan memberdayakan tenaga pendidik untuk makin profesional serta mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam memberikan ruang bagi pendidik untuk mengaktualisasikan dirinya dalam rangka membangun pendidikan, hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, serta mampu untuk terus mensrus melakukan perbaikan kearah yang lebih berkualitas.

B. Membangun Kemandirian dalam Pengembangan Profesi Pendidik
Profesi pendidik merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, hal ini tidak lain karena posisi pendidikan yang sangat penting dalam konteks kehidupan bangsa. Pendidik merupakan unsur dominan dalam suatu proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat
Dengan mengingat hal tersebut, maka jelas bahwa upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi pendidik (Guru) menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnya kualitas pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik proses maupun hasilnya.
1. Pengembangan profesi Pendidik/Guru
Dalam konteks Indonesia dewasa ini, nampak kecenderungan makin menguatnya upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai profesi yang kuat dan dihormati sejajar dengan profesi lainnya yang sudah lama berkembang, hal ini terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini jelas menggambarkan bagaimana pemerintah mencoba mengembangkan profesi pendidik melalui perlindungan hukum dengan standard tertentu yang diharapkan dapat mendorong pengembangan profesi pendidik.
Perlindungan hukum memang diperlukan terutama secara sosial agar civil effect dari profesi pendidik mendapat pengakuan yang memadai, namun hal itu tidak serta-merta menjamin berkembangnya profesi pendidik secara individu, sebab dalam konteks individu justru kemampuan untuk mengembangkan diri sendiri menjadi hal yang paling utama yang dapat memperkuat profesi pendidik. Oleh karena itu upaya untuk terus memberdayakannya merupakan suatu keharusan agar kemampuan pengembangan diri para pendidik makin meningkat.
Dengan demikian, dapatlah difahami bahwa meskipun perlindungan hukum itu penting, namun pengembangan diri sendiri lebih penting dan strategis dalam upaya pengembangan profesi, ini didasarkan beberapa alasan yaitu :
Perlindungan hukum penting dalam menciptakan kondisi dasar bagi penguatan profesi pendidik, namun tidak dapat menjadikan substansi pengembangan profesi pendidik otomatis terjadi
Perlindungan hukum dapat memberikan kekuasan legal (legal power) pada pendidik, namun akan sulit menumbuhkan profesi pendidik dalam pelaksanaan peran dan tugasnya di bidang pendidikan
Pengembangan diri sendiri dapat menjadikan profesi pendidik sadar dan terus memberdayakan diri sendiri dalam meningkatkan kemampuan berkaitan dengan peran dan tugasnya di bidang pendidikan
Pengembangan diri sendiri dapat memberikan kekuasaan keahlian (expert power) pada pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik sebagai profesi yang kuat dan penting dalam proses pendidikan bangsa.
Oleh karena itu, pendidik mesti terus berupaya untuk mengembangkan diri sendiri agar dalam menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi kepentingan pembangunan bangsa yang maju dan bermoral sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
2. Strategi Pengembangan profesi Pendidik/Guru
Mengemengembangan profesi tenaga pendidik bukan sesuatu yang mudah, hal ini disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya, untuk itu pencermatan lingkungan dimana pengembangan itu dilakukan menjadi penting, terutama bila faktor tersebut dapat menghalangi upaya pengembangan tenaga pendidik. Dalam hubungan ini, faktor birokrasi, khususnya birokrasi pendidikan sering kurang/tidak mendukung bagi terciptanya suasana yang kondusif untuk pengembangan profesi tenaga pendidik.
Sebenarnya, jika mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendidikan, birokrasi harus memberikan ruang dan mendukung proses pengembangan profesi tenaga pendidik, namun sistem birokrasi kita yang cenderung minta dilayani telah cukup berakar, sehingga peran ideal sebagaimana dituntun oleh peraturan perundang-undangan masih jauh dari terwujud.
Dengan mengingat hal tersebut, maka diperlukan strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan profesi tenaga pendidik, situasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan diri sendiri kearah profesionilisme pendidik. Dalam hal ini, terdapat beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan profesi pendidik, yaitu :
Strategi perubahan paradigma. Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar menjadi mampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang berorientasi pelayanan, bukan dilayani.
<!--[if !supportLists]-->· <!--[endif]-->Strategi debirokratisasi. Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi yang dapat menghambat pada pengembangan diri pendidik
Strategi tersebut di atas memerlukan metode operasional agar dapat dilaksanakan, strategi perubahan paradigma dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran akan peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat, sementara strategi debirokratisasi dapa dilakukan dengan cara mengurang dan menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi pengembangan diri tenaga pendidik serta menyulitkan pelayanan bagi masyarakat.
3. Pengembangan profesi tenaga pendidik dan arah perkembangan pendidikan di Indonesia
Banyak pakar yang menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih rendah dan ketinggalan, banyak faktor penyebabnya, dari mulai masalah anggara pendidikan yang kecil, sistem pendidikan yang masih perlu diperbaiki, sosial budaya masyarakat serta hambatan dalam implementasi kebijakan, namun yang jelas ini menunjukan bahwa masih diperlukannya kerja keras dalam membangun pendidikan di Indonesia guna mengejar ketertinggalannya dari negara lain.
Pada tataran makro, ketertinggalan dalam bidang pendidikan merupakan cerminan dari kebijakan nasional pendidikan, meskipun dalam tingkat praktisnya aspek kelemahan terjadi juga dalam implementasi kebijakan, sehingga meskipun kebijakan secara ideal mengarah pada upaya peningkatan kualitas pendidikan, namun implementasi dilapangan sering terjadi distorsi yang dapat mengurangi efektivitas pencapaian tujuan kebijakan itu sendiri.
Selain itu pandangan masyarakat yang mencerminkan nilai sosial budaya yang ada menunjukan arah yang kurang kondusif bagi peningkatan kualitas pendidikan, seperti pandangan bahwa mengikuti pendidikan hanya untuk jadi pegawai, pandangan ini akan mendorong pada pendekatan pragmatis dalam melihat pendidikan, dan ini tentu saja memerlukan kesadaran sosial dan kesadaran budaya yang berbeda dalam melihat outcome pendidikan. Pendidikan harus dipandang sebagai upaya peningkatan kualitas manusia untuk berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan, menjadi pegawai harus dipandang sebagai salah satu alternatif pilihan yang setara dengan pilihan untuk bidang-bidang pekerjaan lainnya, sehingga keterlibatan manusia terdidik dalam berbagai bidang kehidupan dan pekerjaan akan mendorong keseimbangan dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik dan berkualitas.
Berbagai bidang kehidupan di Indonesia ini banyak sekali, wilayah lautan, kesuburan tanah jelas dapat menjada dasar bagi pemilihan bidang pekerjaan yang dapat diambil oleh manusia terdidik, sehingga fokus untuk menjadi pegawai (lebih sempit lagi pegawai negeri) jelas merupakan sikap yang mempersempit bidang kehidupan, padahal bidang kehidupan itu sendiri sangat beragam, dan bagi bangsa Indonesia, potensi yang ada jelas memungkinkan manusia terdidik untuk berperan di dalamnya.
Dengan melihat hal tersebut, jelas bahwa peran pemerintah sangat besar dalam terbentuknya kondisi yang demikian, pengembangan sekolah yang kurang/tidak mengacu pada potensi yang dimiliki bangsa jelas berakibat pada timpangnya pemilihan peserta didik dalam memilih bidang pekerjaan/kehidupan, sehingga menjadi pegawai dianggap sebagai suatu pilihan yang paling tepat, meskipun bidang lain sebenarnya banyak menjanjikan bagi peningkatan kualitas kehidupan. Kondisi ini memang punya kaitan dengan kultur yang diciptakan penjajah Belanda, dimana mereka membuka sekolah untuk mendidik manusia menjadi pegawai (ambtenaar) rendahan yang diperlukan oleh Penjajah. Namun demikian upaya pembangunan pendidikan nasional sejak jaman kemerdekaan jelas mestinya telah mampu merubah cara berfikir demikian, hal ini tentu saja dapat terjadi jika pembangunan pendidikan nasional selalu mengacu pada potensi luhur yang dimiliki bangsa Indonesia.
Dalam kondisi ketertinggalan serta arah pendidikan yang tidak/kurang mempertimbangkan potensi luhur bangsa, peran tenaga pendidik menjadi sangat penting dan menentukan dalam tataran mikro pendidikan (Sekolah, Kelas). Untuk itu pengembangan diri sendiri tenaga pendidik akan menjadi landasan bagi penumbuhan kesadaran pada peserta didik tentang perlunya berusaha terus meningkatkan kualitas pendidikan diri serta mengarahkan nya pada kesadaran untuk melihat dan memanfaatkan potensi luhur bangsa dalam mengisi kehidupan kelak sesudah selesai mengikuti pendidikan.
Oleh karena itu pengembangan profesi pendidik akan memberi dampak besar bagi peningkatan kualita pendidikan yang sekarang masih tertinggal, serta memberi arah yang tepat pada peserta didik dalam berperan di masyarakat untuk ikut bersama masyarakat dalam membangun bangsa

4. Pengembangan profesi tenaga pendidik berbasis kemandirian dan marketing
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan profesi tenaga pendidik merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan serta arah pendidikan agar sesuai dengan potensi luhur yang dimiliki bangsa. Untuk itu pengembangannya perlu didasarkan pada kemandirian dan marketing. Kemandirian dimaksudkan agar dapat tumbuh kepercayaan diri pada tenaga pendidik atas kemampuan serta peranannya yang penting dalam pembangunan bangsa, sedangkan marketing dimaksudkan agar tenaga pendidik dapat menawarkan ide-idenya dengan epat sehingga dapat diterima oleh masyarakat, khususnya peserta didik.
Kemandirian pada dasarnya merupakan kemampuan untuk berani dalam mewujudkan apa yang menjadi keyakinannya dengan dasar keakhlian, kemandirian akan menjadi dasar yang memungkinkan seseorang mampu mengaktualisasikan dirinya. Oleh karena itu kemandirianmenjadi amat penting dalam konteks pengembangan profesi tenaga pendidik. Dengan kemandirian tenaga pendidik dapat lebih berani melakukan hal-hal yang inovatif dan kreatif sehingga proses pendidikan/pembelajaran akan lebih mendorong siswa untuk makin menyukai dan rajin belajar sehingga hal ini akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan.
Selain basis budaya kemandirian, basis marketing juga perlu mendapat perhatian, ini dimaksudkan agar upaya-upaya pembangunan pendidikan tidak dilakukan asal saja, tetapi tetap memperhatikan aspek marketing, dimana salah satu hal yang penting di dalamnya adalah kualitas. Pengembanganprofesi tenaga pendidik jelas perlu memperhatikanaspek kualitas mengingat perkembangan persaingan dewasa ini menuntut upaya untuk terus menerus meningkatkan kualitas pendidikan baik dalam proses maupun hasilnya.

5. Pengembangan profesi tenaga pendidik dan pendorong inovasi
Pengembangan profesi tenaga pendidik pada dasarnya hanya akan berhasil dengan baik apabila dampaknya dapat menumbuhkan sikap inovatif. Sikap inovatif ini kan makin memperkuat kemampuan profesional tenaga pendidik, untuk itu menurut Prof Idochi diperlukan tujuh pelajar guna mendorong tenaga pendidik bersikaf inovatif serta dapat dan mau melakukan inovasi, ketujuh pelajaran itu adalah sebagai berikut :
->Belajar kreatif
->Belajar seperti kupu-kupu
->Belajar keindahan dunia dan indahnya jadi pendidik
->Belajar mulai dari yang sederhana dan konkrit
->Belajar rotasi kehidupan
->Belajar koordinasi dengan orang profesional
->Belajar ke luar dengan kesatuan fikiran
Tujuh pelajaran sebagaimana dikemukakan di atas merupakan pelajaran penting bagi tenaga pendidik dalam upaya mengembangkan diri sendiri menjadi orang profesional. Dalam kaitan ini, ketujuh pelajaran tersebut membentuk suatu keterpaduan dan saling terkait dalam membentuk tenaga pendidik yang profesional dan inovatif.
Belajar kreatif adalah belajar dengan berbagai cara baru untuk mendapatkan pengetahuan baru, belajar kreatif menuntut upaya-upaya untuk terus mencari, dan dalam hal ini bercermin pada kupu-kupu amat penting, mengingat kupu-kupu selalu peka dengan sari yang ada pada bunga serta selalu berupaya untuk mencari dan menjangkaunya. Dengan belajar yang demikian, maka sekaligus juga belajar tentang keindahan dunia, dan bagian dari keindahan dunia ini adalah keindahaan indahnya jadi pendidik. Pendidik adalah perancang masa depan siswa, dan sebagai perancang yang profesional, maka tenaga pendidik menginginkan dan berusaha untuk membentuk peserta didik lebih baik dan lebih berkualitas dalam mengisi kehidupannya di masa depan.
Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, maka tenaga pendidik perlu memulainya dariyang kecil dan konkrit, dengan tetap berfikir besar. Mulai dari yang kecil pada tataran mikro melalui pembelajaran di kelas, maka guru sebagai tenaga pendidik sebenarnya sedang mengukir mas depan manusia, masa depan bangsa, dan ini jelas akan menentukan kualitas kehidupan manusia di masa yang akan datang. Dalam upaya tersebut pendidik juga perlu menyadari bahwa dalam kehidupan selalu ada perputaran atau rotasi, kesadaran ini dapat menumbuhkan semangat untuk terus berupaya mencari berbagai kemungkanan untuk menjadikan rotasi kehidupan itu sebagai suatu hikmah yang perlu disikapi dengan upaya yang ebih baik dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik.
Dalam upaya untuk memperkuat ke profesionalan sebagai tenaga pendidik, maka diperlukan upaya untuk selalu berhubungan dan berkoordinasi dengan orang profesioanal dalam berbagai bidang, khususnya profesional bidang pendidikan. Dengan cara ini maka pembaharuan pengetahuan berkaitan dengan profesi pendidik akan terus terjaga melalui komunikasi dengan orang profesional, belajar koordinasi ini juga akan membawa pada tumbuhnya kesatuan fikiran dalam upaya untuk membengun pendidikan guna mengejar ketinggalan serta meluruskan arah pendidikan yang sesuai dengan nilai luhur bangsa.

C. Kesimpulan
Setelah mengikuti uraian terdahulu, berikut ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Pembangunan untuk meningkatkan kualitas pendidikan memerlukan dukungan banyak faktor, salah satu faktor penting, bahkan terpenting, adalah peran tenaga pendidik yang sangat menentukan dalam peningkatan kualitas pendidikan tersebut.
leh karena itu diperlukan upaya untuk mengembangkan profesi tenaga pendidik agar semakin berkualitas sehingga dapat berperan lebih produktif dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.
Dalam pengembangan profesi tenaga pendidik sebagai perancang masa depan, hal yang penting adalah membangun kemandirian di kalangan tenaga pendidik sehingga dapat lebih mampu untuk mengaktualisasikan dirinya guna mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Dalam hubungan ini tujuh pelajaran seperti yang diikemukakan oleh Prof Idochi dapat menjadi dasar pengembangan tersebut, sehingga dapat tumbuh sikap inovatif tenaga pendidik/pendidikan dalam melaksanakan peran dan tugasnya mendidik masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik dan berkualitas.

PENERIMAAN PENDAFTARAN SISWA BARU
SMA NEGERI 1 MODEL PBKL PEUKAN BADA
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
PENDAFTARAN MULAI DIBUKA:
TANGGAL 20 JUNI – 1 JULI 2011
PUKUL: 09.00 – 12.00 WIB

PRESTASI SEKOLAH & SISWA
  • Juara I UKS Tingkat Kabupaten dan Provinsi Juara Umum OLIMPIADE PAI Antar SMA Se Acah Besar Pada Tahun 2011
  • Juara III Olimpiade Bahasa Jepang Tingkat Provinsi, Tahun 2011 OSN Tingkat Kab. Aceh Besar
  • Juara 1 Salam Nusantara Pada Kegiatan Gebyar Aksi Kreativitas Siswa Indonesia “G-AKSI – I” Tingkat Nasional, Jakarta Tahun 2010
  • Juara Umum Pada Kegiatan Gebyar Aksi Kreativitas Siswa Indonesia “G-AKSI – II” Tingkat Nasional, Jakarta Tahun 2011 
  • Juara I Turnamen Bola Kaki “IPELMONT” Antar SMA Se Kabupaten Aceh Besar, Tahun 2011 Selama Tahun Ajaran 2010/2011 Sebanyak 4 (Empat) Orang Siswa/i Telah Dapat Mengikuti Kegiatan Ajang Siswa di Tingkat Nasional 
  • DLL

Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi



BAB I

PENDAHULUAN


            Pendidikan merupakan faktor penting yang mempunyai andil besar dalam memajukan suatu bangsa, bahkan peradaban manusia. Tujuan pendidikan itu merupakan tujuan dari negara itu sendiri. Pendidikan yang rendah dan berkualitas akan terus mengundang  para penjajah, baik penjajahan secara fisik maupun non fisik, seperti penjajahan intelektual, pemikiran, ekonomi, sosial, politik dan agama. Hal ini senada dengan ungkapan “kebodohan bukanlah karena penjajahan tetapi kebodohanlah yang mengundang penjajah”.

            Bangsa Indonesia merdeka setelah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan ialah terbebasnya suatu bangsa dari belenggu penjajahan. Bangsa yang sudah merdeka dapat leluasa mengatur laju bangsa dan pemerintahan untuk mencapai tujuannya. Benarkah demikian?

            Kemerdekaan tidak sepenuhnya menyelesaikan  berbagai persoalan negara. Kemerdekaan politik sesudah masa penjajahan oleh pemerintah Jepang dan Belanda itu lebih mudah dicapai dibandingkan dengan rekonstruksi kultural masyarakat  dan renovasi  system pendidikan kita,  khususnya pendidikan Islam.

            Mengamati perjalanan sejarah pendidikan Islam  pada masa penjajahan Belanda dan Jepang sungguh menarik  dan memiliki proses yang amat panjang. Belanda yang menduduki Indonesia selama 3 ½ abad dan Jepang selama 3 1/ 2 tahun meninggalkan kesengsaraan, mental dan kondisi psikologis yang lemah. Dengan misi gold, glory dan gospelnya mereka mempengaruhi pemikiran dan iedeologi dengan doktrin-doktrin Barat. Akan tetapi kita sepatutnya bangga dengan perjuangan para tokoh Muslim pada masa itu yang berupaya sekuat tenaga untuk  mengajarkan Islam dengan cara mendirikan lembaga – lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren, majlis taklim dan sebagainya. Dari lembaga inilah kemudian lahir tokoh-tokoh muslim yang berperan besar dalam mewujudkan kemerdekaan dan membela risalah Islam. Materi yang dipelajari menggunakan referensi dan kitab-kitab kuning berbahasa Arab  seperti safinah, Bulughul Marom, dan sebagainya selain itu ilmu jiwa, ilmu hitung pun dipelajari. Pada saat itu  disamping menuntut ilmu mereka harus  berjuang melawan penjajah.

Itulah sekilas tentang pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang.  Setelah merdeka, bangsa Indonesia merasa mampu menghirup  angin segar  di negerinya sendiri karena telah  terlepas dari penjajahan. Akan tetapi,  sikap, watak dan mental bangsa yang terjajah akan menjadi kendala tersendiri bagi perkembangan  negara, khususnya pendidikan Islam  di Indonesia.

BAB  II
PEMBAHASAN

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
      Program peningkatan mutu pendidikan yang ditargetkan oleh pemerintah Orde Baru akan mulai berlangsung pada Pelita VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang berlangsung sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
      Dalam bidang pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis. Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.

      Dalam bidang ekonomi, terjadi krisis yang berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat berat.   Sehingga terpaksa harus memangkas program termasuk didalamnya program penyetaraan guru-guru dan mentolerir terjadinya kemunduran penyelesaian program wajib belajar 9 tahun. Sekolah sendiri mengalami masalah berat sehubungan dengan naiknya biaya operasional di suatu pihak dan makin menurunnya jumlah masukan dari siswa.  Pembangunan di bidang pendidikan pun mengalami kemunduran. Beberapa hal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan terpenuhi secara maksimal.
1.      Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2.      Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3.      Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4.      Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib, bahkan terkadang eksklusif dalam dialektik pembangunan sebagaimana tersebut di atas.

Semua hal diatas adalah faktor penyebab dari tidak terpenuhinya beberapa maksud pemerintah dalam menjalankan pembangunan dalam sektor pendidikan agama khususnya bagi Islam. Semua itu sangat memprihatinkan apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya retrospeksi atas kegagalan tersebut.

Yang harus disadari adalah lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki potensi  yang sangat besar bagi jalannya pembagunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera puteri bangsa yang berkualitas. 

      HM. Yusuf Hasyim mengungkapkan betapa besarnya pendidikan Islam di Indonesia hanya dengan menunjukkan salah satu sampelnya yaitu pesantren. sebagai lembaga pendidikan Islam pesantren dan madrasah-madrasah bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara keseluruhan. Sedangkan secara khusus pendidikan  Islam bertanggungjawab terhadap kelangsungan tradisi keislaman dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik pandang ini pendidikan Islam, baik secara kelembagaan maupun inspiratif, memilih model yang dirasakan mendukung secara penuh tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin yang sejati, mempunyai kualitas moral dan intelektual.

      Selama ini banyak dijumpai pesantren-pesantren yang tersebar dipelosok tanah air, terlalu kuat mempertahankan  model tradisi yang dirasakan klasik, sebagai awal dari system pendidikan itu sendiri.  Tapi, pada saat ini sudah banyak pesantren dan madrasah yang modern dengan mengacu kepada tujuan muslim dan memperhatikan tujuan makro dan mikro pendidikan nasional Indonesia, maka penndidikan pesantren akan memadukan produk santri untuk memiliki outputnya (lulusan) agar memiliki 3 tipe lulusan yang terdiri dari:
a.       Religius skillfull people yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas, mandiri, iman yang tangguh sehingga religius dalam tingkah dan prilaku, yang akan  mengisi kehidupan tenaga kerja didalam berbagai sector pembangunan.
b.      Religius Community leader, yaitu  insane Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri akan menjadi penggerak  yang dinamis dalam transformasi  sosial dan budaya dan mampu melakukan pengendalian sosial (sosial control)
c.       Religius intelektual, yaitu mempunyai integritas  kukuh serta cakap melakukan analisa ilmiah dan concern terhadap masalah-masalah ilmiah.

Pendidikan Islam Masa Depan
Prospek pendidikan  Islam  pada masa mendatang, harus pula dikaji dan diteropong melalui lensa realitas pendidikan islam di Indonesia yang ada pada hari ini. Melihat kendala yang dihadapi oleh pendidikan nasional, minimal telah terpantul sinar yang juga menggambarkan tentang kondisi pendidikan  Islam di Indonesia pada masa kini. Adapun kendala tersebut berupa:
a.      Kurikulum yang belum mantap, terlihat dari beragamnya jumlah presentasi untuk pelajaran umum dan agama pada berbagai sekolah yang berlogo Islam.
b.     Kurang berkualitasnya guru, yang dimaksud disini adalah kurang kesadaran professional, kurang inofatif, kurang berperan dalam pengembangan pendidikan, kurang terpantau.
c.      Belum adanya sentralisasi dan disentralisasi.
d.     Dualisme pengelolaan pendidikan yaitu antara Depag dan Depdikbud.
e.      Sisa-sisa pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti penjurusan dan pemberian gelar.
f.       Kendali yang terlalu ketat pada pendidikan tinggi.
g.      Minimnya persamaan hak dengan pendidikan umum
h.      Minimnya peminat sekolah agama karena dipandang prospeknya tidak jelas.
Beberapa strategi yang perlu dicanangkan untuk memprediksi pendidikan Islam masa depan adalah sebagai berikut.

1.      Strategi sosial politik
Menekankan  diperlukannya merinci butir-butir pokok formalisasi ajaran Islam di lembaga-lembaga negara melalui upaya legal formalitas yang terus menerus oleh gerakan Islam terutama melalui sebuah partai secara eklusif khusus bagi umat Islam termasuk kontrol terhadap aparatur pemerintah. Umat Islam sendiri harus mendidik dengan moralitas Islam yang benar dan menjalankan kehidupan islami baik secara individu maupun masyarakat.
2.      Strategi Kultural
Dirancang untuk kematangan kepribadian kaum muslimin dengan memperluas cakrawala pemikiran, cakupan komitmen dan kesadaran mereka tentang kompleksnya lingkungan manusia.
3.      Strategi Sosio cultural
Diperlukan upaya untuk mengembangkan kerangka kemasyarakatan yang menggunakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.
    
Tujuan Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Jenjang Pendidikan
a.       Tujuan untuk jenjang pendidikan MI /SD dan MTS / SLTP meliputi;
1.      Tumbuhnya keimanan dan ketaqwaan dengan mulai belajar Al-Qur’an dan praktek-praktek ibadah secara verbalistik dalam rangka pembiasaan dan upaya penerapannya.
2.      Tumbuhnya sikap beretika melalui keteladanan dan penanaman motifasi.
3.      Tumbuhnya penalaran (mau belajar, ingin tahu senang membaca, memiliki inofasi, dan berinisiatif dan bertanggung jawab).
4.      Tumbuhnya kemampun berkomunikasi sosial.
5.      Tumbuh kesadaran untuk menjaga kesehatan. 

b.      Tujuan pendidikan pada jenjang MA/SLTA meliputi:
1.      Tumbuhnya keimanaan dan ketaqwaan dengan  memiliki kemampuan baca tulis Al-qur’an  dan praktek-praktek ibadah dengan kesadaran dan keikhasan sendiri.
2.      Memiliki etika.
3.      Memiliki penalaran yang baik.
4.      Memiliki  kemampuan berkomunikasi sosial.
5.      Dapat mengurus dirinya sendiri.
Tujuan Pendidikan Tingkat Tinggi didalam penguasaan ilmu pendidikan dan kehidupan praktek ibadahnya bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi telah memiliki kemampuan untuk menyebarkan kepada masyarakat dan menjadi teladan bagi mereka

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

A.   PENDAHULUAN
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. (A.Mustofa,Abdullah,1999: 23). Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.(Taufik Abdullah:1983)
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia. 
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh.
Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ