|
A
|
da
sebagian orang yang menganggap bahwa rizki itu merupakan hasil usaha
manusia. Bila seseorang dinaikkan
gajinya, ia merasa bahwa semua itu adalah buah kerja kerasnya dan prestasi
kerjanya. Ia merasa rizki berupa kenaikkan gajinya itu berasal dari dirinya.
Demikian pula bila seorang pedagang beruntung, kadangkala ia menganggap bahwa
rizki yang berupa keuntungannya itu berasal dari dirinya. Padahal, dengan mendalami 'aqidah Islam akan
ditemukan bahwa pendapat tadi bertentangan dengan aqidah Islam.
Pengamatan secara mendalam terhadap
ayat-ayat Al Quran menyimpulkan bahwa rizki itu
ada di tangan Allah SWT dan berasal dari-Nya. Siapa yang dikehendaki
oleh Allah SWT diberi rizki, ia akan mendapatkannya, demikian pula sebaliknya. Firman Allah SWT :
"Kami (Allah) tidak meminta rizki kepada
engkau, Kamilah yang memberi engkau rizki.
Dan akibat (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertaqwa" (QS. Thaha [20] : 132)
"Dan makanlah dari apa yang Al ah rizkikan
kepada kamu yang halal dan baik, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu imani
itu " (QS. Al Maidah [5] : 88)
"Allah Maha Lembut kepada hamba-hamba-Nya,
Dia memberi rizki kepada siapa yang dia kehendaki" (QS. Asy Syura [42] : 19)
Ayat-ayat di atas, juga surat Al An'am
[6] : 142, 151; An Nahl [16] : 114, Al Baqarah [2] : 212, Ali Imran [3] : 27,
Ath Thalaq [65] : 3, Hud [11] : 6, menunjukkan dalam satu pengertian (qath'i dilalah) bahwa Allah SWT-lah
pemberi rizki (Ar Razaq), Dialah yang
memberikan rizki kepada siapa yang dikehendaki oleh-Nya dan menyempitkan rizki
bagi siapa yang Dia kehendaki. Ini adalah perintah Allah SWT untuk
diyakini.
Berdasarkan ayat-ayat tegas di atas
jelaslah bahwa Allah memberi rizki pada siapa saja yang dikehendaki, baik atas
usaha orang tersebut atau tanpa usahanya.
Seringkali ditemui seseorang mendapatkan rizki tanpa usaha dia. Contoh
kasus, seseorang yang sedang naik bus antar kota kemudian kondektur datang dan
orang tadi akan membayar ongkos, namun,
apa yang terjadi? "Ongkos bapak
sudah dibayar oleh bapak yang memakai baju batik,"ujar kondektur
sambil menunjuk orang dimaksud. Atau kadangkala ada istilah gaji ketiga belas
bagi pegawai negeri. Gaji tersebut diberikan bukan atas usaha ataupun kerja
dia, karena dalam setahun ia hanya bekerja dua belas bulan. Banyak
contoh-contoh yang menunjukkan bahwa tanpa usaha seseorang mendapat rizki,
misalnya orang yang mendapat harta melalui jalan warisan, mustahik yang berhak mendapatkan zakat, hadiah yang diberikan oleh
seseorang, anak yang menjadi tanggungan orang tua, atau dalam pemerintahan
Islam ada pemberian harta dari negara bagi orang yang tidak dapat berusaha.
Nah, rizki yang diperolehnya tanpa usaha tersebut bukan terjadi secara
kebetulan, bukan pula berasal dari atasan atau dirinya, melainkan rizki
tersebut berasal dari Allah SWT. Walaupun demikian, bukan berarti tidak perlu
berusaha, sebab juga sering terjadi tanpa melakukan usaha seseorang tidak
mendapatkan rizki apapun. Tanpa melakukan usaha, kadang-kadang seseorang
mendapat rizki, kadang-kadang tidak.
Dengan kata lain, tanpa-usaha/kerja merupakan keadaan atau jalan saat Allah SWT memberikan rizki
kepadanya.
Seperti halnya tanpa usaha atau
kerja, orang yang bekerja dan berusaha pun kadang-kadang mendapatkan rizki,
kadang-kadang tidak. Misalkan, seorang
pedagang berusaha sekuat tenaga, namun hasilnya kadang kala beruntung tetapi
sekali-kali rugi pula. Contoh lain,
seorang pengusaha yang telah menginvestasikan kekayaannya, sekalipun telah
berusaha sekuat tenaga boleh jadi suatu saat mengalami kerugian bahkan sampai
bangkrut setelah sekian lama mendapatkan keuntungan. Atau seorang pekerja yang baru menerima upah,
tiba-tiba sesampainya di rumah merasa heran karena uang gajiannya ludes dengan dompetnya digasak copet,
atau mungkin saja tanpa disangka-sangka ia di-PHK. Demikian pula seorang sopir sekali-kali
mendapat uang banyak, namun di lain kali hanya sedikit, bahkan untuk membayar
setoran pun tidak cukup sekalipun sudah menarik mobil dari pagi hingga malam
hari. Ini semua menunjukkan bahwa boleh jadi bekerja mendatangkan rizki, boleh
jadi tidak. Dengan demikian bekerja
bukanlah 'sebab' datangnya rizki,
sebab bila bekerja merupakan 'sebab'
datangnya rizki pastilah setiap bekerja baik dengan cara berdagang,
berproduksi, menyopir, ataupun menjadi karyawan harus sudah pasti mendatangkan
rizki (termasuk keuntungan). Padahal, dalam realitanya tidak selalu
demikian. Oleh sebab itu, bekerja
bukanlah 'sebab' datangnya rizki,
melainkan hanyalah keadaan atau jalan
datangnya rizki yang diberikan oleh Allah SWT seperti halnya tidak bekerjapun
dapat merupakan keadaan atau jalan datangnya rizki. Oleh karena itu, seseorang yang mendapatkan
rizki melalui jalan bekerja tidak dapat
mengatakan "rizki ini berasal dari kerja saya". Sebenarnya, rizki tersebut berasal dari Allah
SWT yang Dia berikan melalui jalan bekerjanya orang tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut jelaslah bahwa rizki ada di tangan Allah SWT
dan Dia-lah yang memberi rizki kepada siapa saja yang dikehendakinya dan
menyempitkan rizki bagi siapa yang dikehendaki oleh-Nya. Seseorang mendapatkan
rizki sedikit ataupun banyak, seluruhnya sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Adapun jalan datangnya rizki yang diberikan oleh Allah SWT itu dapat melalui kerja seseorang (sebut saja jalan aktif) tapi dapat juga
tanpa-kerja seseorang (sebut saja jalan
pasif).
Islam Memerintahkan Bekerja
Sekalipun seorang mukmin mengimani
bahwa Allah SWT memberi rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkan
rizki siapa yang Dia kehendaki -- baik dengan kerja atau tanpa-kerja seseorang
-- namun seorang mukmin tidak akan memilih jalan berdiam diri dan menunggu
Allah SWT memberi rizki kepadanya.
Mengapa? Sebab, disamping dia
mengimani bahwa Rizki ada ditangan Allah SWT seperti tadi, dia juga memahami
bahwa Allah SWT memerintahkannya untuk bekerja sesuai dengan dimensi
manusiawinya dan hukum sebab akibat yang ada.
Si mukmin tadi, tidak hanya melaksanakan perintah Allah untuk mengimani
bahwa rizki di tangan Allah SWT saja.
Tapi, dia juga melaksanakan perintah Allah SWT yang lain untuk
senantiasa bekerja sebagai suatu keadaan atau jalan datangnya rizki tersebut.
Memang banyak ayat Al Quran yang
memerintahkan manusia untuk bekerja, diantaranya :
"Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi
kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari
rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan"
(QS. Al Mulk [67] : 15)
"Apabila telah ditunaikan sholat, maka
bertebaranlah di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung"
(QS. Al Jumu'ah [62] : 10).
Imam Ibnu Katsir dalam menjelaskan
makna ayat 10 surat Al Jumu'ah diatas menggambarkannya dengan mencari rizki
setelah selesai sholat jum'at. Sambil mengutip pendapat ulama salaf, beliau
menyebutkan siapa saja yang berjual beli setelah selesai sholat jum'at
mudah-mudahan Allah SWT memberkahinya tujuh puluh kali (Ibnu Katsir, Tafsirul Quranil 'Azhim, jilid IV).
Dari kedua ayat itu, jelas sekali
bahwa Allah SWT memerintahkan kaum muslimin untuk bekerja dan berupaya mencari
rizki yang akan diberikan oleh-Nya sampai ke ujung penjuru dunia. Oleh
karenanya, bekerja mencari rizki sebagai karunia dari Allah SWT merupakan suatu
bentuk ibadah seorang ukmin kepada Sang Pemberi Rizki. Bahkan Rasulullah SAW memuji pedagang dalam
hadits riwayat At Tirmidzi : "Pedagang
yang jujur lagi terpercaya, kelak akan bersama-sama para Nabi dan orang-orang
yang jujur, serta para syuhada."
Kesungguhan dalam bekerja mencari
rizki seperti ini dipahami betul oleh Umar bin Khaththab. Suatu waktu ada seseorang yang aktivitasnya
hanya sekedar beribadah di masjid. Lalu, umar menanyainya dari mana ia makan. Orang itu menjawab: "Dari
tetangga." Saat itu pula beliau marah kepada orang tersebut kemudian
memberinya bibit dan peralatan pertanian untuk bekerja.
Gambaran di atas menegaskan bahwa
Islam tidak menghendaki umatnya semata berdiam diri menunggu diberi rizki oleh
Allah SWT, bahkan Islam sangat membenci orang yang demikian. Allah SWT
mewahyukan dalam agama Islam ini agar manusia betul-betul giat berusaha dan
bekerja, senantiasa berpikir mencari cara yang halal dan terbaik berdasarkan
hukum sebab akibat ilmu ekonomi untuk mendapatkan rizki yang halal dan baik
tersebut. Tak lupa senantiasa berdoa
kepada Allah SWT agar ia diberi rizki oleh-Nya.
Tawakkal
Seorang mukmin memahami betul bahwa kerja keras adalah
ibadah dan satu keharusan. Di samping
itu, dia pun yakin bahwa kerja keras bukanlah sebab datangnya rizki. Rizki
adalah di tangan Allah yang akan diberikan kepada orang yang
dikehendaki-Nya. Oleh karena itu,
sebelum ia melakukan aktivitas apapun, termasuk bekerja untuk mencari rizki,
segala sesuatunya ia serahkan kepada Allah SWT.
Mau begitu, mau begini, apapun yang terjadi diserahkan kepada Allah
SWT. "Yang
penting, telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan perintah Allah
SWT," pikirnya. Nah, sikap hati menyerahkan segala macam urusan kepada
Allah SWT itulah yang disebut tawakkul (yang dalam bahasa Indonesia berubah
menjadi tawakkal). Tawakkal ini banyak
diperintahkan oleh Allah seperti firman-Nya : "Dan siapa saja yang bertawakkal kepada Allah maka Dia yang akan
mencukupkan keperluannya" (Ath
Thalaq [65] : 2).
Didasarkan pada itu pula, maka
seorang mukmin ketika mendapatkan rizki melalui jalan dia bekerja, ia semakin
bersyukur kepada Allah. Demikian pula,
bila suatu saat ia hanya mendapatkan rizki sedikit, iapun bersabar tanpa keluh
kesah karena yakin segitulah pemberian Allah.
Namun, hal ini tidak menyurutkan semangatnya untuk senantiasa berupaya
bekerja giat dan mencari cara-cara yang lebih jitu sebagai jalan diberikannya
rizki oleh Allah SWT. Semuanya ini
didorong oleh sikap tawakkal yang kuat kepada Allah SWT. Demikian pula kalau
suatu waktu keadaan demikian sulit, ia tidak takut tidak mendapat rizki. Allah SWT Maha Pengasih, insya Allah akan memberikan rizkinya lewat jalan yang dia
kehendaki. Bila sikap demikian melekat dalam diri seorang muslim, maka ia akan
menjadi orang yang profesional dalam bekerja, sekaligus pasrah menerima
berapapun rizki yang akan diperolehnya, serta tanpa punya rasa khawatir tidak
mendapat rizki. l
Tidak ada komentar:
Posting Komentar