PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Rabu, 05 Oktober 2011

MUBES MGMP PAI SMA&SMK


MUBES MGMP PAI SMA & SMK KAB. ACEH BESAR
                Dalam rangka melaksanakan reorganisasi manajemen kepengurusan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (MGMP-PAI) Tingkat SMA dan SMK Kabupaten Aceh Besar Propinsi Aceh, InsyaALLAH pada hari Rabu tanggal 12 Oktober 2011 akan dilaksanakannya Musyawarah Besar (MUBES) pergantian pengurus untuk periode 2011 - 2014 yang rencananya akan dilaksanakan di WISMA HIJRAH LAMBARO Kab. Aceh Besar..Acara ini terlaksana berkat dukungan Kantor Kemenag Kabupaten Aceh Besar melalui KASI. MAPENDA Drs. Ujair, yang memberikan dukungan sepenuhnya dan turut hadir dalam rapat2 persiapan kepanitiaan serta dukungan moril dan materil dari semua guru pendidikan agama islam pada SMA dan SMK di Kabupaten Aceh Besar.
                 Kegiatan ini direncanakan akan dibuka oleh KABID MAPENDA KANKEMENAG Propinsi Aceh dengan turut mengundang KADIS Pendidikan Kab. Aceh Besar, Kabid. Menengah, Kepala UPTD-Pendidikan, seluruh kepala sekolah SMA dan SMK dan khususnya GPAI pada SMA dan SMK selaku anggota MGMP PAI.
Kehadiran pengurus baru nantinya kita harapkan dapat memberikan nuansa baru dalam kepenguruan MGMP PAI pada SMA dan SMK dikemudian hari dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan agama Islam serta dapat mempererat silaturahim antara sesama guru PAI pada khususnya baik dalam rangka  saling membagi  pengalaman dan informasi dalam pengembangan pembelajaran PAI pada SMA dan SMK, hal ini sebagaimana disampaikan oleh Drs. Ali Nurdin selaku ketua panitia yang didampingi oleh Muhammad Yani, M.Ag selaku sekretaris panitia serta Syarifah Musanna, S.Ag selaku bendahara, dalam setiap sambutan rapat persiapan pelaksanaan MUBES di Koperasi Al-Ishlah Lambaro Milik KANKEMENAG ACEH BESAR.
                Hal yang sama juga diharapkan oleh KASI MAPENDA Drs. Ujair agar MGMP PAI ini dapat menjadi pusat informasi bagi GPAI pada SMA dan SMK yang ada di Kabupaten Aceh Besar pada khususnya, mengutip pesan Drs. Ujair di akhir arahannya GPAI harus memiliki leadership pada setiap sekolah, maksudnya dapat menjadi penggerak dalam setiap moment kegiatan keagamaan dan sosial pada lingkungan pendidikan, demikian imbuhnya,.Untuk sementara sekretariat MGMP PAI SMA & SMK Kabupaten Aceh Besar berada pada SMAN 1 Peukan Bada.
Pantia Pelaksana MUBES MGMP PAI SMA & SMK
Kabupaten Aceh Besar
Ketua Panitia
Dto
Drs. Ali Nurdin

Sekretaris Panitia
Dto
Muhammad Yani, M. Ag

Mengetahui,
Kasi. Mapenda Islam
Kantor Kementrian Agama Kab. Aceh Besar
Dto
Drs. Ujair


Senin, 26 September 2011

Bukan Kesalahan Pendidikan Agama


BUKAN KESALAHAN PENDIDIKAN AGAMA
(Tanggapan Untuk Ahmad Arief)
Oleh: Muhammad Yani*

            Saya sebagai salah seorang Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI)  yang saat ini masih aktif mengajar di salah satu SMA, mencoba menanggapi tulisan dari saudara kami Ahmad Arief yang berjudul “Sekolah Tanpa Pendidikan Agama” pada harian Serambi Indonesia, Sabtu (23 April 2011) pada kolom opini. Apa yang ditulis oleh beliau dapat dipahami mungkin sebagai sebuah bentuk kekecawannya terhadap out-put yang dihasilkan dari lembaga pendidikan itu sendiri atau realita pergaulan remaja selama ini. Bahwa pendidikan agama yang berlangsung di Sekolah (di bawah naungan Dinas Pendidikan) memang berbeda dengan kurikulum yang diajarkan di Madrasah (KANKEMENAG) di masing-masing Kabupaten/Kota. Begitu juga halnya dengan pendidikan agama yang di ajarkan  diperguruan tinggi seperti di IAIN dan UNSYIAH atau Fakultas Umum lainnya, Sebagaimana diketahui perbedaannya terletak pada keluasan dan kadalaman kajian terhadap setiap persoalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan.

Pelajaran Agama di Madrasah dan PAI di Sekolah
            Secara subtansi tidak berbeda, artinya di Madrasah mereka tidak mengenal pelajaran agama akan tetapi terhadap rumpun pelajaran ini dikasifikasikan ke dalam pelajaran khusus, sehingga yang ada adalah pelajaran Aqidah, Aqidah Akhlak, Fiqh, Qur’an dan Hadist, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Sedangkan pada Sekolah yang ada hanya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sebagaimana dalam Pedoman Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dijelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah memuat materi al-Quran dan Hadis, Aqidah/Tauhid, Akhlak, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Ruang lingkup tersebut menggambarkan materi pendidikan agama yang mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya (hablum minallah, hablum minannas wahablum minal ’alam).
Melihat Secara Menyeluruh
            Saya sangat menyayangkan terhadap asumsi saudara kami Ahmad Arief yang mengeneralisasikan bahwa Selama ini, pendidikan banyak menghasilkan “sampah”. Pendidikan persekolahan menghasilkan orang-orang cerdas yang tidak bisa berfikir. Kalau memang begitu adanya, maka pemerintah wajib melakukan kajian atau penelitian ilmiah terhadap memaknai hasil pendidikan yang luar biasa hancurnya menjadi “sampah”. Pendidikan agama baik yang berlangsung di sekolah maupun diperguruan Tinggi memang perlu dibenahi, minimal adanya sebuah perhatian yang menyeluruh dari semua pihak dalam menggerakan aktifitas beragama di sekolah ataupun perguruan tinggi.
            Saat ini  PAI di sekolah hanya menjadi tugas dan tanggungjawab mutlak Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) saja, sehingga wajar PAI saat ini sulit untuk mencapai tujuannya. Selain itu, PAI bukan sebagai mata pelajaran yang UAN-UN kan sebagaimana pelajaran eksakta lainya, hal ini menambah pergeseran PAI menjadi pelajaran yang dipandang sebelah mata. Bagaimana tidak,  Pihak Dinas, Kepala Sekolah, Guru yang mata pelajaran di UAN-UN fokus mengejar target kelulusan sehingga otomatis pembentukan moral (akhlak) menjadi nomor dua.
            Bahkan di beberapa sekolah, kepala sekolah memberikan reward berupa bonus kepada guru yang dapat mengiringi siswa mereka lulus dengan nilai yang baik. Hal ini menjadi pemisah antara pelajaran yang di UAN-UN dengan pelajaran yang tidak di UAN-UN termasuk salah satunya adalah pembelajaran PAI. Dampaknya kepada merosotnya kinerja mengajar guru mata pelajaran yang tidak di Ujian Nasionalkan sampai kepada menurunnya minat siswa untuk terus menggali ilmu pengetahuan. Tidak salah juga sebenarnya kalau ada anak-anak yang berprestasi dalam kegiatan keagamaan juga diberikan penghargaan atau perhatian dalam praktek agama itu sendiri seperti kepala sekolah, guru dan siswa-siswi melaksanakan shalat dhuhur berjama’ah di masing-masing mushalla sekolah/madrasah, apalagi ada Kepala Dinas, atau pajabat lainnya yang ikut sekali-kali bergabung dengan mereka, nah luar biasa indahnya..!!
            Ironisnya lagi, ini berjalan bertahun-tahun lamanya, sehingga pola pendidikan kita saat ini hanya menciptakan generasi yang cerdas dalam segi kognitif, tanpa menyentuh unsur-unsur yang lain yang berhubungan dengan fitrah sebagai muslim. Wajar bila masih banyak sekolah-sekolah yang melahirkan lulusan yang baik kognitifnya, namun tidak berkualitas akhlaknya atau minim pengetahuan agamanya.

Dilema dan Kesalahan Fatal
            Perlu diketahui bahwa kurikulum pendidikan agama yang berlangsung di sekolah selama ini sesuai dengan masing-masing jenjang mereka, saya kembali tidak sepakat dengan Akhi Ahmad Arief kalau dikatakan pendidikan agama yang ada selama ini hanya mengandalkan metode hafalan semata-mata, karena nyatanya tidak demikian, tetap ada mendekatkan dengan metode lainnya, minimal ceramah dan tanya jawab. Nah  kalau dikaitkan dengan inovasi khususnya guru PAI tentunya hal itu kembali kepada permasalahan individual, ya bisa jadi karena mereka menganggap sudah cukup dengan apa yang dimiliki tanpa mau peduli keadaan perubahan. Seperti adanya berbagai pendekatan baru dalam pembelajaran  dan perkembangan pendidikan lainnya akhir-akhir ini, seperti edukasi net (E-Net).
            Apalagi mereka menjadi guru bukan dari panggilan jiwa mereka secara sadar, bukan terpaksa, ataupun bukan dengan cara-cara yang mulia, mendhalimi saudaranya yang lebih berhak secara hasil tes, akan tetapi kerena sesuatu dan sesuatu “melalui haram dan hina” maka ia rampas hak orang lain, walaupun yang bersangkutan tidak mengetahuinya,  jadi bagaimana mungkin ia mendidik moral orang lain sedangkan dia sendiri bukan moral seorang guru, nah kembali hal ini sebagai evaluasi bagi pemerintah.   

Memaknai PAI Sebagai Pelajaran Penting
            Jika kita kembali kepada teori, suatu yang akan dapat dihasilkan dengan baik jika prosesnya baik. Jika demikian, berarti dalam prosesnya Pendidikan Agama Islam tidak berjalan dengan semestinya sehingga melahirkan produk yang tidak berkualitas. Untuk itu semestinya pembelajaran PAI kembali diperjelas keberadaannya. Selain itu, yang tak kalah pentingnya agar sebuah pembelajaran memiliki nilai adalah pengintegrasiaan pelajaran PAI ke dalam pelajaran umum. Dalam hal ini harus ada kolaborasi yang baik antara guru PAI dengan guru umum, agar pelajaran atau materi yang disampaikan seimbang.        Guru selain pelajaran agamapun sebagai seorang muslim seharusnya memiliki pengetahuan yang baik tentang Islam dan Al-Quran, karena bila guru umum dapat menjelma menjadi guru Pendidikan Agama Islam, tentunya materi yang disampaikan akan selalu dapat dikaitkan dengan ajaran Islam, sehingga proses penanaman akhlak akan lebih mudah mengenai sasarannya.
            Contohnya saja, di dalam pelajaran umum siswa mempelajari bahwa hujan dapat terjadi jika terjadi kondensasi di awan. Lalu turunlah hujan. Namun pada pembelajaran PAI siswa mempelajari bahwa ada malaikat yang bertugas menurunkan hujan.  Lantas mana kedua teori ini yang benar?  Semestinya tidak lagi muncul hal demikian bila guru dapat mengintegrasikan kedua teori tersebut. Sehingga pengetahuan tersebut tidak terpisah-pisah dan menjadi bernilai.
            Untuk itu kita kepada semua pihak untuk dapat melaksanakan fungsi dan parannya sesuai dengan kapasitas dan tanggung jawabnya, perlu pengokohan kembali trilogi pendidikan, baik Sekolah selaku pelaksana pendidikan, Keluarga selaku yang mengantungkan harapan agar anak-anaknya sukses dan Masyarakat sebagai sarana anak-anak bersosialisasi diri dengan lingkungannya. Maka  ketiga komponen tersebut perlu memahami akan fungsi dan tanggung jawab masing, InsyaAllah setiap permasalahan pendidikan dapat dimusyawarahkan dan permasalahan moral dapat diselesaikan..Wallahu’alam.

Penulis adalah Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) pada SMA Negeri 1 Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
           

Selasa, 13 September 2011

HARDIKDA

Harian Analisa
Selasa, 9 September 2008

Langsa: Ada empat pokok permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

Masing-masing pemerataan kesempatan belajar yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan, rendahnya kualitas relevansi dan daya saing lulusan lembaga pendidikan, blemahnya manajemen pelayanan pendidikan yang ditandai dengan tata kelola yang kurang baik dan tingkat akuntabilitas rendah.

Terakhir masalah yang berkaitan implementasi pendidikan yang bernuasa Islami untuk mendukung memberlakukan Syariat Islam yang sampai saat ini belum berjalan sebagaimana diharapkan masyarakat.

Demikian sambutan tertulis Gubernur NAD, Irwandi Yusuf yang dibacakan Walikota Drs Zulkifli Zainon, MM pada peringatan Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) ke-49 di Lapangan Merdeka Langsa, Senin (8/9).

Dampak Konflik

Menurutnya, hal ini berhubungan dengan dampak konflik berkepanjangan dan bencana alam masih dirasakan sebagai kendala terhadap rendahnya kinerja pendidikan dan mempersulit masyarakat untuk mengakses peluang yang ada.

Jadi, konsekuensi ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita, manakala menatap bahwa rendahnya mutu lulusan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Sehingga dapat kita analogikan bahwa rendahnya mutu SDM merupakan akibat dari rendahnya mutu pendidikan suatu bangsa.

Kendati demikian, bila dinilai mutu pendidikan di Aceh dengan tidak bermaksud mengecilkan arti keberhasilan yang telah diraih anak-anak kita dalam berbagai event nasional, harus diakui secara keseluruhan mutu pendidikan kita belum menggembirakan sepenuhnya.

Indikator paling umum yang dipakai masyarakat untuk memberi stigma rendahnya mutu pendidikan di Aceh adalah angka kelulusan yang rendah dan lemahnya daya saing lulusan dalam merebut peluang kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

Selain itu, injeksi sejumlah dana ke dalam suatu sistem pendidikan tidak serta merta mampu meningkatkan mutu pendidikan, karena pendidikan yang bermutu adalah produk dari sebuah kinerja yang melibatkan proses interaksi semua komponen input, bukan sekadar unjuk kerja satu atau dua komponen saja.

Karenanya diperlukan kesungguhan, kesabaran, kejujuran, keterbukaan dan komitmen semua pihak untuk berpartisipasi.

Walaupun pada tataran provinsi implementasi program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun secara umum telah berhasil mencapai target yang ditandai dengan penyerahan penghargaan Widya Karma oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) kepada Gubenur NAD pada Mei 2007 lalu.

Namun pada tingkat pedesaan masih ditemui sebagian anak usia 7-15 tahun yang belum berkesempatan atau tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya. (dir)

Jumat, 09 September 2011

cara belajar

TIPS BELAJAR

Avatar kurniawan arizona
Bismillahirrahmmanirrahim....
Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh
Banyak orang bertanya, bagaimana sih cara belajar yang efektiv?
Menurut kacamata saya tiap orang memiliki cara belajar tersendiri. Jadi temukanlah cara belajar Anda, keep spirit !!
Kalupun boleh berbagi opini, belajar akan terasa sangat menyenangkan apabila kita memulai dengan niat yang baik. Tentu ada di antara Anda yang mungkin bertanya niat baik itu seperti apa? Apakah kita belajar supaya nantinya mudah mendapatkan pekerjaan? Atau belajar agar mendapat ketenaran karena kita adalah orang yang pintar? dan banyak lagi motivasi-motivasi yang lain.... Saya rasa tujuan kita belajar adalah menghilangkan kebodohan yang ada pada diri kita dan orang lain yang semuanya kita harus niatkan  hanya untuk meraih keridhaan Alloh yang maha kuasa....
Dari pengalaman saya ketika masih kuliah, tidak menutup kemungkinan Anda yang masih duduk di bangku sekolah dapat menerapkan metode belajar ini yang saya anggap sangat efektiv.
  • Bacalah secara sekilas materi yang akan di bahas oleh guru/dosen.
  • Ketika proses kegiatan belajar mengajar, simaklah dengan aktiv dan penuh konsentrasi apa yang disampaikan oleh guru/dosen (kalau memungkinkan duduklah di bangku paling depan).
  • Saat di rumah/kos pelajarilah kembali materi yang telah diajarkan oleh guru/dosen pada hari tersebut. Usahakan semua pelajaran yang diajarkan dipahami secara komprehensif (keseluruhan). Kalau tidak bisa tanyakan ke teman atau guru/dosen pada pertemuan berikutnya. Jangan sampai materi yang belum kita pahami menumpuk sehingga menimbulkan rasa frustasi, yang pada akhirnya kita akan membenci pelajaran tersebut dan tidak ingin mempelajarinya lagi.
  • Kunci sukses belajar yang tidak kalah pentingnya setelah mengusakan beberapa poin di atas adalah berdo'a kepada Allah yang Maha Segala-galanya dan menyerahkan segala urusan kepadaNya.
Insya Alloh kalau Anda membiasakan hal ini dalam belajar, saya optimis Anda akan sukses dalam menuntut ilmu. Good Luck.
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh
Selong, 7 September 2011
Hormat saya,

Guru yang Efektif

Avatar akhmadsudrajat
Mengutip pemikiran Davis dan Margareth A. Thomas  dalam bukunya Effective Schools and Effective Teachers, Suyanto dan Djihad Hisyam (2000:29) mengemukakan  tentang beberapa kemampuan guru yang mencerminkan guru yang efektif, yaitu mencakup
Guru efektif
1. Kemampuan yang terkait dengan iklim kelas :
  • memiliki kemampuan interpersonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan;
  • memiliki hubungan baik dengan siswa;
  • secara tulus menerima dan memperhatikan siswa;
  • menunjukkan minat dan anthusias yang tinggi dalam mengajar;
  •  mampu menciptakan atmosfer untuk bekerja sama dan kohesivitas dalam kelompok; melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran;
  • mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; dan
  • meminimalkan friksi-friksi di kelas jika ada.
2.  Kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen :
  • memiliki kemampuan secara rutin untuk mengahadapi siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi dalam mengajar; serta
  • mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda.
3. Kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (reinforcement) :
  •  mampu memberikan  umpan balik yang positif terhadap respon siswa;
  • mampu memberikan respon yang membantu kepada siswa yang lamban belajar;
  • mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban yang kurang memuaskan; dan
  • mampu memberikan bantuan kepada siswa yang diperlukan.
4. Kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri  :
  • mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;
  • mampu memperluas dan menambah pengetahuan metode-metode pengajaran; dan
  • mampu memanfaatkan perencanaan kelompok guru untuk menciptakan metode pengajaran.
Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ