PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Rabu, 16 Maret 2011

AGPAII ACEH


LATAR BELAKANG ASOSIASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INDONESIA (AGPAII) DAN WACANA MENGHADIRKANNYA DI ACEH

1. Rekam Jejak AGPAII Pusat
            Sejarah AGPAII terdapat beberapa problema yang mendera Pendidikan Agama Islam, sejalan dengan itu,kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang semakin pesat dengan segala dampak ikutannya, semua itu membawa tantangan tersendiri terhadap fenomena kehidupan beragama. Sebab itu, setiap Guru Pendidikan Agama Islam (GPAII) dituntut untuk dapat berperan secara aktif dalam menampilkan nilai-nilai agama yang dinamis, damai, toleran, dan inklusif, sehingga mampu mengarahkan berbagai kemajuan juga tantangan zaman yang dihadapinya.
Sementara itu, setelah diundangkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pedidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, memberikan tantangan sendiri bagi setiap guru, termasuk GPAI dalam mengemban profesinya sebagai pendidik yang profesional. Begitu juga, bidang lain yang harus segera diselesaikan, misalnya tentang kualifikasi pendidikan sebagai bagian dari sertifikasi dan pengaturan angka kredit bagi jabatan guru, semua itu menuntut adanya peningkatan kompetensi/kemampuan Guru Pendidikan Agama Islam agar lebih professional dalam berkarya dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Kondisi geografis wilayah nusantara, jumlah sekolah dan GPAI yang sangat banyak, menuntut sistem komunikasi dan pembinaan profesionalisme terhadap GPAI yang lebih efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal tersebut, peningkatan kemampuan profesionalisme GPAI memerlukan suatu wadah organisasi dalam bentuk asosiasi, antara lain untuk membangun komunikasi, informasi, berdiskusi menyalurkan aspirasi dan pembinaan di antara sesama Guru Pendidikan Agama Islam. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menekankan pula bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, sertifikat pendidik dan kompetensi yang meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Di sisi lain, setiap guru mata pelajaran dituntut untuk membentuk organisasi profesi yang bersifat independen. Atas pertimbangan tersebut, maka lahirlah berbagai macam asosiasi guru mata pelajaran. Guru Pendidikan Agama Islam tentu tidak mau ketinggalan, maka dibentuklah organisasi profesi di kalangan Guru Pendidikan Agama Islam yang bernama Asosiasi Guru pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII). Lahirnya AGPAII diawali dengan adanya kegiatan yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah (PAIS) Ditjen Pendidikan Islam (Pendis) Depag RI pada tanggal 24 Maret 2007 di Cisarua, Bogor Jawa Barat yang dihadiri oleh Ketua-ketua MGMP SMP, SMA, SMK dan KKG SD se-Indonesia, pada momen yang baik tersebut dideklarasikan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia yang disingkat AGPAII.
Progam utama pengurus yang terpilih ketika itu hanya satu, yakni mengadakan Kongres Nasional. Alhamdulillah berkat bantuan dari Direktorat PAIS Depag RI, Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK Depdiknas, dan Pemda DKI Jakarta, AGPAII dapat mengadakan Kongres Nasional pertama pada tanggal 24 – 26 Agustus 2007 di Jakarta. Kongres dihadiri oleh 120 orang Guru Pendidikan Agama Islam utusan dari 18 provinsi se-Indonesia. Kongres tersebut menghasilkan AD/ART, Program Kerja secara umum, dan DPP AGPAII periode 2007 – 2012. Sebagai tindak lanjut dari hasil kongres, maka diadakan sosialisasi AGPAII, termasuk pembentukan DPW tingkat provinsi dan DPD tingkat kabupaten/kota, bahkan tingkat rayon/kecamatan. Tentunya, pada wilayah atau daerah yang memang sudah siap membentuk kepengurusan.
Untuk itu, inisiatif dan ide konstruktif dari pengurus KKG dan MGMP di semua wilayah/daerah dan tingkatan, agar segera membentuk AGPAII sesuai dengan tingkatan wilayah/daerah sangat kami nantikan. Sebaiknya, dalam pembentukannya melibatkan instansi atau lembaga terkait, misalnya dengan Dinas Pendidikan Provinsi/Kab/Kota atau Kanwil Depag Provinsi atau Kandepag Kabupaten/Kota. Sebagai organisasi profesi yang bersifat independen, maka untuk legalitas pendirian AGPAII, maka kami telah mendaftarkan ke Akte Notaris Saifuddin Arief, SH, MH (SK Menteri Kehakiman No.C. 142. HT. 03.01.TH.1992), Notaris Kota Tangerang di Celedug Provinsi Banten Jl. HOS. Cokroaminoto No. 158-G, Kreo Ciledug Tlp. 7365919, 7365920, Fax. 7365918 Tangerang Provinsi Banten. Akte Pendirian AGPAII telah disahkan oleh Notaris tersebut dengan nomor: 10 tanggal 18 Juni 2008. Adapun para pendirinya adalah: 1). Drs. Afrizal Abuzar, 2). Drs. H. Abd. Rahman, 3). Drs. HA. Sholeh Dimyathi, MF, 4). Mahnan Marbawi, S.Ag, dan 5). Dr. H. Imam Tolkhah, MA. Kini Seketariat AGPAII (untuk sementara) beralamat di SMA Negeri 46 Jl. SMA Negeri 46 Jl. Masjid Darussalam Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tlp/Fax : (021) 7246695.

2. Wacana Menghadirkan di Aceh
Pada dasarnya organisasi AGPAI ini bukanlah hal yang baru, sebagaimana uraian penjelasan sebelumnya di atas, keinginan untuk menghadirkan AGPAI di Aceh sebenarnya telah lama diinginkan oleh sebagian guru-guru PAI itu sendiri, namun sayang belum tersalurkan dan dimentahkan dalam sebuah pertemuan antara sesama GPAI itu sendiri, sebuah moment yang sangat berharga pada pergantian tahun 2010 dan awal tahun 2011 yang lalu sebanyak 30 (tiga puluh) orang GPAI baik dari jenjang SD, SMP dan SMA/SMK dipanggil melalui KEMENAG Provinsi Aceh untuk mengikuti kegiatan pembelajaran berbasis TIK yang berlangsung di Hotel OASIS ATJEH dari tanggal 29 – Desember 2010 s/d 1 Januari 2011, tepatnya pada tanggal 1 Januari 2011 setelah kegiatan selesai dilaksanakan seluruh peserta yang mengikuti kegiatan duduk bermusyawarah membahas masalah perlunya AGPAI di Aceh sebagaimana telah dilahirkan juga dibeberapa provinsi lain di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam diskusi panjang dan komentar yang sangat kritis dari setiap peserta akhirnya forum sepakat untuk memilih dan menetapkan formatur yang nantinya bertanggung jawab mengantarkan sampai pada Kongres – I AGPAI ACEH, dan satu hal yang patut disyukuri juga tentunya, dengan adanya dukungan yang sangat energik dari Bapak. Drs. Taharuddin  yaitu selaku Kasi. Kurikulum MAPENDA KEMENAG ACEH dan beliau jauh sebelumnya selalu berharap dan bercita-cita kiranya AGPAI ACEH itu dapat diwujudkan oleh GPAI di ACEH. Hasil akhir dari musyawarah tersebut terpilih 11 (sebelas) orang nama yang akan melaksanakan kegiatan Kongres atau Mubes dimaksud yang seterusnya mengadakan rapat-rapat untuk berbicara persoalan-persoalan teknis, selanjutnya 11 orang tim formatur ini kembali lagi bermusyawarah untuk mengisi posisi “Job Discription” dan suatu keputusan yang dihasilkan bahwa hal yang paling mendesak adalah komunikasi aktif dan efektif dengan KABID. MAPENDA KEMENAG ACEH, agar dapat mengarahkan dan membina serta mendukung dalam segala aspek jika dimungkinkan, untuk itu salah seorang TIM menghubungi Pak Taharuddin untuk menayakan kemungkinan waktu yang tepat untuk bertemu dengan KABID MAPENDA, kemudian beliau menginformasikan agar hari Rabu (5 Januari 2011), namun berikutnya pertemuan ditunda pada hari kamis tanggal 6 Januari 2011 karena pada hari rabu tersebut KABID. MAPENDA ada dinas luar daerah, maka pada hari kamis seluruh pengurus Formatur AGPAI berangkat ke MAPENDA, Untuk mengetahui apa saja yang kita bicarakan disana dan apa hasilnya ada pada tulisan berikutnya/dibawah ini...

3. Pertemuan Dengan KABID. MAPENDA (Resume Rapat)
Hari/Tanggal               : Kaanis, 6 Januari 2011
Pukul                           : 09.00 WIB – 11.00 WIB
Tempat                        : di ruang KABID MAPENDA (Bapak Drs. H. Saifuddin AR)
Moderator/MC            : Marwan Fakry, S,Ag, M. Pd
  1. Rapat dibuka oleh Marwan Fikry dengan menyampaikan latar belakang masalah kehadiran kawan-kawan Tim Formatur AGPAI ACEH dan ucapan terimakasih atas sambutan baik dari KABID MAPENDA, khususnya KASI KURIKULUM dan KASI KETENAGAAN,.berikutnya setelah dibuka oleh Bapak Marwan Fikry kemudian Ketua Umum (Drs. Mukhlis Yacob) menyampaikan bahwa gambaran sekilas tentang lahirnya TIM FORMATUR
  2. Drs. Mukhlis Yacob,.inti dari Ketua Umum sampaikan, adalah:
    1. Silaturrahmi dan Koordinasi
    2. Latar belakang terbentuknya FORMATUR AGPAI ACEH
    3. Sudah melakukan kmfirmasi dengan AGPAII Pusat,.
  3. Marwan Fikry, S.Ag, M.Pd, inti Ketua I sampaikan adalah:
    1. Gambaran aktifitas GPAI ACEH selama ini sangat minim, contohnya kalau ada lomba ditingkat nasional seperti inovasi pembelajaran, hal ini sangat sedikit yang mau ikut
    2. Kita dapat mewujudkan aktivitas kompetesi PAI juga ditingkat provinsi
  4. Muhammad Yani, S.Pd.I, M.Ag, inti Sekretaris Umum sampaikan adalah:
    1. Membaca nama-nama formatur AGPAI Aceh
    2. Sebagai tambahan perlu di informasikan juga kepada ketua/pengurus MGMP Kabupaten/Kota bahwa mengajak mereka untuk bergabung sebagai bagian FORMATUR, yang masing-masing MGMP Kabupaten/Kota  dapat mengirimkan 1 atau 2 orang nama sebagai bagian dari Tim Formatur
  5. Ahlul Fikry, S.Pd.I, M.Pd.I, inti yang Ketua II sampaikan adalah:
    1. Teknis musyawarah juga perlu dipikirkan dari sekarang, apa dilaksanakan sebagai agenda khusus atau dicari celah kegiatan lain seperti dalam momentum seminar dibuat oleh Tim Formatur kemudian mengundang MGMP Kabupaten.Kota untuk mengikutinya sekaligus sebelumnya menyampikan nmaksud AGPAI ACEH.
    2. Plan and Action
  6. Nurbahri, S.Ag., dan Nurdin Yakob, S. Ag, M.Pd, (Keduanya masing-masing selaku Bendum dan Ketua III) sama-sama menyampaikan, yaitu:
    1. Agar kita secepatnya membuat surat permintaan rekomendasi dari MAPENDA agar legalitasnya jelas
  7. Drs. Taharuddin,(Kasi. Kurikulum)  poin penting yang beliau sampaikan adalah:
    1. Pengalaman GPAI di luar Aceh dan kiprahnya dalam dunia pendidikan
    2. PAI di MAPENDA kadang-kadang ditangani Sie. Kurikulum dan Sie. Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
    3. Kompetesi nasional yang masih kurang menggema bagi GPAI Aceh, dengan adanya AGPAI Aceh nantinya dapat mengikat silaturrahmi dan komunikasi aktif dengan sesama GPAI terhadap kemajuan pendidikan dan peningkatan profesionalisme GPAI itu sendiri seperti GPAI juga harus mampu dalam mendekatkan pembelajaran yang berbasis ICT/TIK.
    4. Kontak person dengan AGPAI Pusat agar juga menjadi perhatian semua pengurus nantinya.
  8. Drs. Idris, M.Pd, (Kasi Kelembagaan dan Ketatalaksanaan), hal penting yang beliau sampaikan adalah:
    1. Sambutan baik dan dukungan untuk memfasilitasi AGPAI ACEH ini
    2. Kalau berbicara anggaran kiranya dapat kita siapkan RAB mungkin dapat diajukan dalam APBA atau pada Donatur lainnya
    3. GPAI dapat berbagi informasi dalam menjalankan pendidikan PAI di sekolah, baik dari sisi kelemahan dan keberhasilan yang ada, selanjutnya dilakukan musyawarah upaya yang dapat dilakukan agar PAI disekolah juga memiliki efek/dampak bagi anak ketika dalam masyarakat dan keluarga.
  9. Drs. H. Saifuddin AR (Kabid. Mapenda), arahan dan sambutan beliau adalah sebagai berikut:
    1. Ucapan selamat datang dan terimakasih atas semangat pengabdian GPAI Aceh.
    2. Banyak hal yang harus kita gerakkan, termasuk salah satunya berkaitan dengan AGPAI untuk dihadirkan di Aceh
    3. Perlu diperhatikan dan dikaji bersama berkaitan dengan Dasar Hukum/Pijakan Hukum baik yang berkaitan dengan peraturan pemerintah, Undang-undang dan Qanun Pendidikan itu sendiri.
    4. Mengimpormasikan dan menghadirkan Pengurus MGMP Kabupaten/Kota baik sebelum dilaksanakan Kongres Daerah/ Musyawarah Besar maupun pada saat pelaksanaan acara itu sendiri, sehingga tidak memunculkan gejolak dikemudian hari.
    5. Selain SD, SMP dan SMA/SMK agar nantinya Personil AGPAI ACEH ini juga dapat melibatkan RA atau pendidikan pra sekolah lainnya yang di dalam mengajarkan PAI.
    6. Perlu dibangun hubungan dengan komunikasi yang baik dengan semua GPAI pada semua jenjang.
    7. Kiranya GPAI dapat menjadi pengaruh bagi guru mata pelajaran umum lainnya, seperti persoalan yang disampaikan oleh GPAI tentang turunya hujan merupakan tugasnya dari malaikat Mikail akan tetapi dari tinjauan IPA proses turunya hujan merupakan proses alam,.panas bumi- membentuk es di udara-dibawa angin, hujan turun,. Dan seterusnya
    8. Organisasi ini jangan sekali-kali masuk dalam ranah politik, perlu dibuat aturan yang jelas jika pengurus terlibat persoalan politik dan prilaku tidak terpuji lainnya perlu adanya sikap tegas.
    9. Ketua MGMP Kabupaten/Kota langsung menjadi pengurus Provinsi
    10. Jangan buat janji-janji yang belum pasti, nantinya publik bingung
    11. Koordinasi juga dengan Dinas Pendidikan Provinsi Aceh.

Setelah menerima mandat dari AGPAII Pusat, maka dalam waktu kurang dari satu minggu al-Hamdulilah kepengurusan lengkap, khususnya dewan pengurus dan departemen sudah terpenuhi sebagaimana diharapkan, namun untuk Dewan Pembina dan Dewan Penasehat sebagian kecil telah dibangun komunikasi sebalumnya terhadap rencana menghadirkan AGPAII di Kepengurusan Wilayah Provinsi Aceh.








NAMA-NAMA TIM FORMATUR
ASOSIASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
 AGPAI – ACEH


Ketua Umum                         : Drs. Mukhlis Yacob
Ketua I                                   : Marwan Fikry, S. Ag, M. Pd
Ketua II                                  : Ahlul Fikri, S.Pd. I, M. Pd. I
Ketua III                                 : Nurdin Yacob, S. Ag, M. Pd
Sekretaris Umum                  : Muhammad Yani, S.Pd.I, M. Ag
Sekretaris I                            : Diana Safitri, S. Pd.I
Sekretaris II                           : Syarifah Musanna, S. Ag
Sekretaris III                          : Fakruddin, S. Ag
Bendahara Umum                : Nurbahri, S. Ag, M. Pd
Bendahara I                           : Bustami, S. Ag
Bendahara II                          : Drs. Ali Nurdin













DATA TIM FORMATUR
TEMPAT TUGAS DAN KONTAK PERSON

NO
NAMA
TEMPAT TUGAS
NO. HP
KET
1.
Drs. Mukhlis Yacob
SMAN.1 Banda Aceh
0852 6039 7779

2.
Marwan Fikry, S.Ag, M.Pd
SMP Percontohan
0812 6968 069

3.
Ahlul Fikri, S.Pd.I, M.Pd.I
SMAN.1 Leupung
0852 3448 1072

4.
Nurdin Yacob, S.Ag, M.Pd
SMPN.16 Banda Aceh
0852 6002 2728

5.
Muhammad Yani, S.Pd.I,M.Ag
SMAN.1 Peukan Bada
0812 6968 750

6.
Diana Safitri, S.Pd.I
SDN. 22 Banda Aceh
0812 2208 4077

7.
Syarifah Musanna, S.Ag
SMAN. Kota Baro
0852 6048 6865

8.
Fakruddin, S.Ag
SMPN.2 Blang Bintang
0813 6012 1617

9.
Nurbahri, S.Ag
SDN.1 Banda Aceh
0813 6022 2732

10.
Bustami, S.Ag
SDN.20 Banda Aceh
0852 6057 0678

11.
Drs. Ali Nurdin
SMK Mesjid Raya
0821 6050 5959










KATA-KATA POSITIF

Setiap orang bersikap, bekerja, berjalan di atas kalimat-kalimat yang ia percaya. Pada kalimat-kalimat itulah kita bersandar dan menjalani kehidupan. Kita bisa juga menyebutnya paradigma!
Pertanyaannya: apakah anda tahu kalimat-kalimat apa yang aktif di dalam otak kita? Pada umumnya kalimat-kalimat yang menguasai jalan hidup kita itu bekerja secara otomatis dalam otak bawah sadar kita. Kalimat-kalimat itulah pikiran-pikiran kita. Ia kita akan mengejawantah dalam berbagai sikap, perilaku dan kebiasaan kita.
Bila kita merasa selalu gagal, maka sesungguhnya kalimat-kalimat kegagalan telah banyak menguasai pikiran kita. Bila kita sering merasa takut untuk memulai sesuatu, kalimat-kalimat itulah mendominasi otak kita.
Karena itu, bisa saya katakan jika kita merasa ada yang salah dalam diri kita, maka hal pertama yang harus kita obati adalah pikiran kita. Mungkin kita perlu meng-install ulang otak kita. Mengisinya dengan file-file baru, dengan kalimat-kalimat baru. Maka bila itu kita lakukan kita benar-benar bisa lahir baru kembali, menjadi manusia yang berbeda, menjadi manusia yang jauh lebih baik lagi.Jadi mari kita install ulang otak kita! Diinstall dengan apa?
Instal-lah dengan kalimah-kalimat Ilahiyah. Instal-lah dengan kalimat-kalimat suci yang diturunkan Allah SWT untuk kita.
Ketika kita membaca Al Qur’an setiap hari, dengan pemahaman tentu saja, maka sesungguhnya kita telah menginstall kalimat-kalimat itu ke dalam pikiran kita. Ketika kita berdoa bermunajat kepada Allah SWT, sesungguhnya kita menginstall harapan-harapan dan keinginan-keinginan kita dalam bawah sadar kita. Ketika kita hanya mengatakan kalimat-kalimat positif saja setiap hari, maka kita telah menginstall file-file positif dalam diri kita.Sabda Rasulullah SAW, “Kalau kau beriman kepada Allah SWT dan Yaumul Akhir, katakan hanya kalimat-kalimat yang baik saja … kalau tidak lebih baik diam.”

MEMBIASAKAN PRILAKU TERPUJI (AKHLAQ MAHMUDAH)

 
Tatakrama dan menghormati orang lain
Sebagai muslim yang baik, kita tidka boleh melakukan perbuatan apapun yang sifatnya merendahkan, mengejek dan menghina orang lain baik dari segi kepribadiannya, karyanya, postur tubuhnya maupun keadaan sosialnya. Karena penghinaan, celaan, apalai merendahkan akan memunculkan perasaan sakit hati dan dendam. Oleh karena itu, setiap individu muslim hendaknya berusah sekuat kemampuan unnutk menahan dari dari sikap yang membuat orang lain merasa direndahkan. Manusia yang baik adalah mereka yang selalu memperhatikan dan memberikan pertolongan kepada orang-orang yang tidak mampu atau lemah disekitarnya. Inilah ajaran yang telah dijelaskan oelh rasulullah SAW

ﺧﻴﺭﺍﻟﻨﺎﺲ ﻤﻦ ﻳﻨﻔﻊ ﻠﻠﻨﺎ ﺱ   :  ﺮﻮﺍﻩ ﻤﺗﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ

Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepaa manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih)

A. Perduli Terhadap Orang Lain.

Dalam Al Qur’an surat Al Fath ayat 29, Allah menerangkan kepada kita bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya dan dia adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang bersama mereka. Ayat ini menjelaskan bahwa nabi diutus kepada semua umat manusia dalam rangka memberi peringatan dan kabar gembira, menerangi kehidupan manusia yang dulunya berada dalam kebodohan agar mereka tidak lagi berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain. Sebagai contoh, pada zaman jahiliyah, khusunya pada kaum quraisy yang dianggap penguasa, sedangkan orang miskin dan lemah dianggap sebagai budak. Hukum ketika itu bersifat ekslusif dan melindungi orang-orang tertentu saja sehingga orang-orang kuat menindas orang-orang lemah.

Allah mengutus rasulullah SAW untuk mengembalikan hak-hak dan martabat m,anusia yang rusak. Rasulullah memulai kembali dengan menata perilaku seluruh umatnya yang selama ini terjebak dalam kejahiliyahan dan mengangkat derajat mereka sebagai manusia yang mulia. Orang-orang yang kuat selalu diarahkan untuk berlemah lembut dan mengasihi orang yang lemah, membantu dan melindungi mereka. Manusia dianggap sama keberadaanya di hadapan Allah yang membedakannya hanyalah ketakwaanya. Dengan demikian, kita sebagai generasi penerus muslim hendaknya turut mengasah kepekaan terhadap orang yang lemah atau duafa dengan mengikuti sifat kasih sayang dan lemah lembut yang telah diteladankan oleh rasulullah SAW

ﻮﺍﷲ ﻔﻲ ﻋﻮﻥ ﺍﻟﻌﺒﺩ ﻤﺎ ﻜﺎﻥ ﺍﻠﻌﺒﺩ ﻔﻲ ﻋﻮﻥ ﺃﺧﻳﻪ : ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻠﺷﻴﺧﺎﻦ

Artinya :“Allah itu senantiasa menolong hambanya, selagi hambanya itu menolong saudaranya.” (HR Asy Syaikhan).

ﻤﺛﻞ ﺍﻟﺨﺴﺪ ﺍﺬ ﺍﺷﺘﻜﻰ ﻤﻨﻪ ﻋﻀﻭ ﺘﺪﺍﻋﻰ ﻟﻪ ﺴﺎﺋﺮﺍﻠﺨﺴﺪ ﺒﺎ ﻠﺴﻬﺮ ﻮ ﺍﻠﺤﻤﻰ     :   ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯ

Artinya : “Perumpamaan seorang mukmin itu (dalam kasih sayang mereka, lemah lembutnya, dan rasa cinta mereka) bagaikan satu jasad atau badan yang apabila sakit salah satu anggota tubuhnya maka seluruh tubuhnya merasakan sakitnya.” (HR Bukhari)

B. Menghargai Karya Orang Lain

Menghargai hasil karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan kerukunan hidup antar manusia agar terwujud kehidupan masyarakat yang saling menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat sesuai dengan harkat dan derajat seseorang sebagai manusia. Menumbuhkan sikap menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang terpuji karena hasil karya tersebut merupakan pencerminan pribadi penciptanya sebagai manusia yang ingin diharagai.

Hadits yang nabi Muhammad yang artinya :“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerjan dan menekuni kerjanya.” (HR Baihaqi)

Menghormati dan menghargai karya orang lain harus dilakukan tanpa memandang derajat, status, warna kulit, atau pekerjaan orang tersebut karena hasil karya merupakan pencerminan pribadi seseorang. Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatau sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa atau hal yang lainnya

Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.

ﺘﺑﺴﻤﻚ ﻔﻲ ﻮﺠﻪ ﺍﺨﻳﻚ ﻠﻙ ﺻﺪﻗﺔ    :  ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺷﻳﺧﺎﻦ

Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan)

Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai tapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih payah tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam berkarya dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut.

Artinya : “…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7) lihat al-Qur’an online di Goole,

Cara yang bisa diwujudkan untuk menghargai hasil karya orang lain adalah dengan tidak mencela hasil karya orang tersebut meskipun hasil karya itu menurut kita jelek. Memberikan penghargaan terhadap hasil karya orang lain sama dengan menghargai penciptanya sebagai manusia yang ingin dan harus dihargai. Bisa menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang luhur dan mulia yang menggambarkan keadilan seseorang karena mampu menghargai hasil karya yang merupakan saksi hidup dan bagian dari diri orang lain tanpa melihat, kedudukan , derajat, martabat, status, warna kulit dan pekerjaan orang tersebut.

MENGHARGAI KARYA ORANG LAIN

1.Pendahuluan
Menghargai hasil karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan kerukunan hidup antar manusia agar terwujud kehidupan masyarakat yang saling menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat seseorang sebagai manusia. Menumbuhkan sikap menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang terpuji karena hasil karya tersebut merupakan pencerminan pribadi penciptanya sebagai manusia yang ingin diharagai.
Hadits nabi Muhammad yang artinya :“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerja dan menekuni kerjanya.” (HR Baihaqi).
Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai tapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih payah tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam berkarya dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut.
Artinya : “…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7).

2.Pembahasan

a.Pengertian menghargai karya orang lain
Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatau sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa atau hal yang lainnya.
Menghargai karya orang lain berarti menghargai dan menghormati suatu hasil atau buah dari pemikiran seseorang yang mempunyai kegunaan dan manfaat dan berarti bagi semua orang.

b.Dasar dogmatik (Al Quran dan Hadits) berkaitan dengan menghargai karya orang lain.
ﺧﻴﺭﺍﻟﻨﺎﺲ ﻤﻦ ﻳﻨﻔﻊ ﻠﻠﻨﺎ ﺱ (ﺮﻮﺍﻩ ﻤﺗﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ)
Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih)
Hadits nabi Muhammad yang artinya :“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerjan dan menekuni kerjanya.” (HR Baihaqi).
“…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7).
ﺘﺑﺴﻤﻚ ﻔﻲ ﻮﺠﻪ ﺍﺨﻳﻚ ﻠﻙ ﺻﺪﻗﺔ ﴿ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺷﻳﺧﺎﻦ﴾
Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan).

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2).

c.Urgensi atau kepentingan menghargai karya orang lain.
Dalam menghasilkan sebuah karya, seseorang harus melalui proses-proses tertentu yang tidak mudah. Karena itulah kita patut memberikan penghargaan terhadap orang tersebut.
Penghargaan yang baik ini akan mendorong orang tersebut untuk terus berkarya . Demikian halnya dengan diri kita akan terpacu untuk dapat menghasilkan sesuatu karya yang bermanfaat. Jika hal itu terjadi maka akan ada semangat dan kompetisi yang sehat dalam hal menghasilkan karya yang bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.

d.Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dan pengabaian terhadap karya orag lain.
Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dapat dilakukan dengan cara menggunakan karya tersebut dengan baik dan mengakui bahwa hasil karya tersebut adalah buatan si penemu, tidak merusak, tidak meniru, tidak memalsukan karya orang lain, menghindari perasaan dengki atas prestasi orang lain, dan meneladani prestasi yang telah dicapai.
Kalupun kurang menyukai karyanya, kita tidak perlu melecehkan karya tersebut, tetapi menghargainya sebagai karya intelektual. Demikian juga sebaliknya, jika menyukai karyanya , tidak berarti kita dapat berbuat sesuka hati dengan karya tersebut. Contoh: melakukan perbuatan seperti menyontek, menjiplak, mengkopi, memperbanyak suatu karya tanpa izin dari si penemu termasuk sikap yang tidak tepat. Kita boleh manggandakan hasil karya orang lain tersebut, asalakan sudah mendapatkan izin dari si penemunya.

e.Bahaya mengabaikan karya orang lain (tidak menghargai orang lain).
i.Membahayakan Keimanan
Tidak menghargai karya orang lain menunjukan sikap mental yang tidak sehat. Sikap tersebut akan dapat membawa kita pada sikap iri hati, dengki, hingga suuzan pada orang lain. Hal ini tentu saja berbahaya bagi keimanan kita kepada-Nya.

ii.Membahayakan Ahklak
Seseorang yang terbelit oleh perasaan tamak dan tidak peduli lagi dengan hasil karya orang lain akan terdorong untuk melakukan tindak pelanggaran dan kejahatan, seperti pembajakan hak cipt, pembunuhan karakter, dan beragam kejahatan lainnya. Sikap tamak dan tiadanya rasa penghargaan pada hasil karya orang lain berpotensi menhalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya meskipun melanggar aturan agama.

iii.Membahayakan Masyarakat
Apabila sikap tidak menghargai karya orang lain dan sikap tamak bergabung menjadi satu, lalu dilanjutkan dengan tindakan kejahatan untuk memperkaya diri, maka mulailah dampak pada masyarakat terjadi. Kita dapat dengan jelas melihat hal ini dalam kejahatan pembajakan hasil karya. Sebuah buku misalnya.

f.Cara menumbuhkan penghargaan terhadap karya orang lain.
Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.
ﺘﺑﺴﻤﻚ ﻔﻲ ﻮﺠﻪ ﺍﺨﻳﻚ ﻠﻙ ﺻﺪﻗﺔ ﴿ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺷﻳﺧﺎﻦ﴾
Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan).
Upaya melestarikan serta meneruskan apa yang telah dicapai merupakan bentuk penghargaan kita kepada karya orang lain. Melestarikannya pun harus dengan cara yang baik misalnya dengan menjaga, merawat, dan memanfaatkannya secara maksimal. Dengan cara ini maka karya tersebut nantinya tetap dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain, termasuk untuk anak cucu kita.
Sebagai mahluk sosial, setiap pribadi seharusnya memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk saling menolong. Demikian sebagaimana ditegaskan dalam ayat yang artinya:
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2).

3.Penutup
Dengan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa menghargai karya orang lain merupakan sikap yang perlu kita biasakan. Demikian juga dengan hasil karya yang kita buat, kita beri kesempatan kepada orang lain agar dapat memanfaatkan karya kita tersebut. Dengan demikian maka akan tercipta kerjasama yang baik diantara kita. Kerjasama dengan semangat saling menghormati terhadap sesama.
ﺧﻴﺭﺍﻟﻨﺎﺲ ﻤﻦ ﻳﻨﻔﻊ ﻠﻠﻨﺎ ﺱ (ﺮﻮﺍﻩ ﻤﺗﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ)
Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih).

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Psikologi Pendidikan yang dalam campurannya mencoba mengedepankan pendidikan,  ternyata dicurigai malah semakin mendongkel pendidikan dalam dunia mandeg penelitian psikologi. Setidaknya, sejak pendekatan survei lebih dipercaya di dunia kampus oleh masing-masing fakultas psikologi. Hai ini menjadikan ilmu psikologi yang luar biasa lapang, menjadi sempit dengan metode analitik yang saklek.
Makalah psikologi pendidikan yang dilahirkan para ahli psikologi, misalnya mengekor tren yang tengah digulirkan melalui variabel ‘bebas’ seperti buku psikopop yang laris. Misalkan gejala efek Mozart pada pendidikan, gejala ESQ, gejala EQ, dan banyak gejala lainnya dalam batas gejala demi gejala.  
Pendekatan sejati yang dilakukan oleh para ahli, yakni pendekatan heuristik semakin tidak dikenal di kampus-kampus. Terpinggirkan dalam wacana makalah dunia psikologi, terlebih wilayah pendidikan, yang tengah ‘banjir uang’ akhir-akhir ini.
Namun para konseli lebih menyoroti peranan kognisi belaka dalam memahami dunia pendidikan. Ratusan penelitian tindakan kelas guru, banyak yang menyebut dua kondisi psikologis murid-muridnya secara kognisi, pintar dan bodoh. Padahal ada penilaian lain, secara afeksi atau emosional, yaitu rajin dan malas.
Bagi Anda para sarjana yang sedang menekuni makalah psikologi pendidikan, akan memahami terjadinya benturan logistik para persebaran ilmu psikologi. Dengan kata lain, para ahli dalam tingkatan ahli, hanya mekanik atau manequin yang akan memperagakan dan menjelaskan teori-teori sulit dengan jitu.
Ooleh karena itu, tidak jarang ahli psikologi komunikasi seperti Jalaludin Rakhmat meledek ilmu psikologi saat ini bagaikan ilmu psiko tanpa psiko.
Ambil contoh, Wolfgang Kohler, salah seorang pendiri disiplin Gestalt, yang juga seorang fenomenolog progesif. Contoh garis putus diagram yang dibayangkan utuh pada kepala manusia bukan sekedar menjelaskan kemampuan otak manusia yang hebat, tetapi juga menerangkan keinginan si manusia untuk menggambarkan utuh garis putus-putus dalam disiplin pencarian heuristik.
Metode yang coba dibawa oleh Kohler adalah Problem Solver. Begitu pula seharusnya karya makalah Anda. 
Akar pendidikan dalam sudut pandang psikologi selalu menyangkut masalah perubahan. Baik yang difungsikan oleh agen, ataupun sebagai sebab akibat revolusi yang tengah terjadi di masyarakat.
Psikologi Pendidikan Mampukah Menjawab?
Di Ponorogo, 80 % pelajar pernah melakukan seks bebas. Pergi ke manakah para konseli di tengah situasi itu? Pernahkah terbaca tulisan keprihatinan dari sudut pandang ilmu psikologi pendidikan di dalamnya, lebih-lebih yang dibicarakan adalah dunia pendidikan sendiri?
Ironisnya, yang melakukan survei adalah data kepolisian. Hal semacam itu adalah bahan renungan bagi para konselor pendidikan. Hal ini juga menjadi bahan penelitian bagi para sarjana psikologi, untuk memberikan pencerahan dan obat bagi masyarakat yang butuh kejelasan di balik definisi psikologi pendidikan yang ‘memudahkan kehidupan bermasyarakat’. Artinya makalah dari para psikolog pendidikan sangat dinantikan.
Tentu saja ada harapan heuristik di dalamnya. Harapan heuristik adalah harapan untuk memberikan pedoman kepada penelitian lanjutan, bahwa pencarian pada disiplin psikologi tidak akan final. Kulitnya boleh dibuat final, namun akar filsafat pencariannya jangan sampai diputus.
Pembacaan para dosen psikologi di Indonesia terhadap teori-teori psikologi yang sulit sedikit terlambat. Tetapi Anda sebagai peneliti dapat mengaksesnya di internet. Termasuk bahan studi buku-buku online yang berserakan. Tajamkan naluri heuristik Anda.

HAKIKAT BELAJAR

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ?
Hakikat Belajar
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
  • Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
  • Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
  • Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
  • Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
  • Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
  • Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman”
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
  1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
  2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
  3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
  4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
  5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
  1. Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
  2. Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
  3. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
  4. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
  5. Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
  6. Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
  7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
  8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
  9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya.

MOTIVASI

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Teori-Teori Motivasi
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167).
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
  • Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
  • Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
  • Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
  • Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
  • Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
  • Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
  • Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
  • Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
  • Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
  • Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
  • Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
  • Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ