A. Pengertian Sejarah Islam
Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarikh dan sirah, atau dalam bahasa Inggris disebut history. Dari segi bahasa, al-tarikh berarti
ketentuan masa atau waktu, sedang ‘Ilmu Tarikh’ ilmu yang membahas
peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian, masa atau tempat terjadinya
peristiwa, dan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut.[1]
Sedangkan menurut pengertian istilah, al-tarikh berarti;
’’sejumlah keadaan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau,
dan benar-benar terjadi pada diri individu atau masyarakat, sebagaimana
benar-benar terjadi pada kenyataan-kenyataan alam dan manusia’’.[2]
Dalam bahasa Indonesia
sejarah berarti: silsilah; asal-usul (keturunan); kejadian dan
peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Sedangkan Ilmu
Sejarah adalah ’’pengetahuan atau uraian peristiwa-peristiwa dan
kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau’’.[3]
Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti orderly description of past events (uraian secara berurutan tentang kejadian-kejadian masa lampau). [4]
Menurut
Ibnu Khaldun, sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman
peristiwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritias untuk menemukan
kebenaran suatu peristiwa masa lampau. Dengan demikian unsur penting
dalam sejarah adalah adanya objek peristiwa (who), adanya batas waktu (when), yaitu masa lampau, adanya pelaku (who), yaitu manusia, tempatnya (where), latar belakangnya (whay), dan daya kritis dari peneliti sejarah.
Dari
pengertian demikian kita dapat mengatakan bahwa yang dimaksud sejarah
Islam adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang
sungguh-sungguh terjadi yang seluruhnya berkaitan dengan agama Islam.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sejarah
Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi,
yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dalam
berbagai aspek. Dalam kaitan ini maka muncullah istilah yang sering
digunakan untuk sejarah Islam ini, diantaranya Sejarah Islam, Sejarah
Peradaban Islam, Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Dalam
mempelajari dan mengkaji sejarah Islam (muslim) yang terkandung dalam
buku-buku sejarah, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu:
- Apa yang menjadi tujuan penulisan, apakah bentuk sejarah pragmatik ataukah berbentuk filsafat sejarah.
- Siapa penulis sejarah itu, termasuk bagaimana kecenderungan sikap hidup atau ide poliik yang dianutnya, dan
- Kapan dia menulis, karena dari situ dapat pula memberi pengaruh apa dan siapa yang telah membuat dia berinterprestasi begitu. [5]
B. Periodisasi Sejarah Islam
Dikalangan
ahli sejarah terdapat perbedaan tentang kapan dimulainya sejarah Islam
yang telah berusia lebih dari empat belas abad ini. Di satu pihak
menyatakan bahwa sejarah Islam (muslim) dimulai sejak Nabi Muhammad SAW.
diangkat sebagai Rasul, dan berada di Makkah atau tiga belas tahun
sebelim hijrah ke Madinah. Di lain pihak menyatakan, bahwa sejarah Islam
itu dimulai sejak lahirnya negara Madinah yang dipimpin oleh Nabi
Muhammad SAW. Atau tepatnya setelah Nabi Muhammad SAW. Berhijrah ke
Madinah yang sebelumnya bernama Yatsrib.
Timbulnya
perbedaan dari kedua belah pihak tersebut disebabkan karena perbedaan
tinjauan tentang unit sejarah. Pihak pertama melihat bahwa unit sejarah
adalah masyarakat. Masyarakat Muslim telah ada sejak Nabi Muhammad SAW.
Menyampaikan seruannya. Malah jumlah mereka sedikit atau banyak tidak
menjadi soal. Disamping itu, meskipun mereka belum berdaulat, tetapi
sudah terikat dalam satu organisasi yang memiliki corak tersendiri.
Sedangkan pihak kedua melihat bahwa niat sejarah itu adalah Negara,
sehingga sejarah Islam muai dihitung sejak lahirnya Negara Madinah.
Perbedaan
pendapat tersebut akan tercermin pada pembagian periodisasi sejarah
(kebudayaan) Islam yang dikemukakan oleh para ahli, terutama dalam hal
tahun permulaan sejarah Islam pada periode pertama atau biasa disebut
periode klasik, dan bahkan ada yang menyebutkan sebagai periode
praklasik guna mengisi babakan sejarah Islam yang belum disebutkan
secara tegas dalam periode klasik tersebut.
Hasjimy[6]
menyatakan bahwa para ahli sejarah kebudayaan telah membagi sejarah
kebudayaan Islam kepada sembilan (9) periode, sesuai dengan
perubahan-perubahan politik, ekonomi, dan social dalam masyarakat Islam
selama masa-masa itu. Kesembilan periode itu adalah, sebagai berikut:
1. Masa
permulaan Islam, yang dimulai sejak lahirannya Islam pada tanggal 17
Ramadhan 12 tahun sebelum hijrah sampai tahun 41 Hijriyah, atau 6
Agustus 610 sampai 661 M;
2. Masa Daulah Amawiyah: dari tahun 41-132 H. ( 661-750 M );
3. Masa Daulah Abbsiyah Islam: dari tahun 132-232 H. ( 750-847 M );
4. Masa Daulah Abbasiyah II: dari tahun 232-334 H. ( 847-946 M );
5. Masa Daulah Abbasiyah III: dari tahun 334-467 H. ( 946-1075 M );
6. Masa Daulah Abbasiyah IV: dari tahun 467-656 H. ( 1075-1261 M );
7. Masa Daulah Mungoliyah: dari tahun 656-925 H. ( 1261-1520 M );
8. Masa Daulah Usmaniyah: dari tahun 925-1213 H. ( 1520-1801 M );
9. Masa Kebangkitan Baru: dari tahun 1213 H. (1801 M ) sampai awal abad 20.
Dari
pendapat tersebut dapat dipahami bahwa periode sejarah kebudayaan Islam
dimulai sejak Nabi Muhammad SAW. Diangkat menjadi Rasul, pada tahun
12/13 tahun sebelum hijrah. Hal ini berarti mendukung pendapat pihak
pertama sebagaimana uraian terdahulu.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Nourouzzaman as-Shiddiqi[7]
yang menyatakan bahwa waktu sekarang ini para sejarawan cenderung
mengambil masyarakat sebagai unit sejarah. Jika unit sejarah itu
tertumpu pada Negara, maka hal itu mengandung kelemahan. Artinya, batas
Negara tidak selalu tetap. Dia telah membagi perjalanan sejarah Islam ke
dalam tiga bagian besar beserta cirri-ciri sebagai berikut:
1. Periode
klasik, yang dimulai sejak Rasulallah SAW. Menyampaikan seruannya
sampai masa runtuhnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 656 H/1258 M. Cirinya
ialah tanpa menutup mata terhadap adanya dinasti-dinasti kecil, Dinasti
Umaiyah Barat yang berkedudukan di Andalusia
dan interengum (masa peralihan pemerintahan) Dinasti Fatimah di Mesir,
masih ada satu kekuasaan politik yang kuat dan disegani. Dalam periode
klasik inilah umat Islam mencapai prestasi-prestasi puncak di bidang
kebudayaan.
2. Periode
pertengahan yang dimulai sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah sampai abad
ke-11 H/17 M. Ciri-cirinya ialah kekuasaan politik terpecah-pecah dan
saling bermusuhan. Osmanli Turki, Mamluk Mesir, Umaiyah Barat di
Andalusia, Mamluk India, dan berdirinya kerajaan-kerajaan Muslim yang berdaulat sendiri-sendiri.
3. Periode
modern, yaitu sejak abad ke-12 H/18 M sampai sekarang. Dalam periode
ini umat Islam sudah tidak memiliki kekuatan politik yang disegani.
Dinasti Turki Osmanli yang pernah menggedor pintu Wina sudah mendapat
julukan The Sick Man of Europa. Bukan saja Turki sudah
tidak mampu memperluas wilayah dibagi-bagi antara Inggris, Perancis dan
Rusia. Wilayah Turki Barat seperti sepotong kue yang menjadi rebutan
antara kekuasaan-kekuasaan besar Barat. Bekas jajahan setiap Negara
Barat inilah yang kemudian melahirkan Negara-negara baru setelah Perang
Dunia I.
Pembagian periode sejarah Islam ke dalam tiga (3) periode tersebut memang merupakan
pembagian secara garis besar. Bila dikaitkan dengan pendapat A. Hasjmy,
maka periode pertama (periode klasik) dimulai sejak masa permulaan
Islam sampai menjelang berakhirnya masa Daulah Abbasiyah IV (No. 1-6);
periode kedua (periode pertengahan) adalah masa Daulah Mongoliyah dan
masa Daulah Usmaniyah (No.7 dan 8); sedangkan Nomor 9 sebagai periode
ketiga (periode modern).
Di lain pihak Harun Nasution[8]
juga telah membagi sejarah Islam secara garis besar ke dalam tiga (3)
periode besar, yaitu periode klasik (650-1250 M); periode pertengahan
(1250-1800 M); dan periode modern (1800-dan seterusnya). Periode klasik
merupakan kemajuan Islam dan dibagi ke dalam dua fase, yaitu pertama:
fase ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan (650-1000 M); dan kedua:
fase disintegrasi, periode pertengahan juga dibagi ke dalam dua fase,
yaitu pertama; fase kemunduran (1250-1500 M) dan fase ketiga kerajaan
besar (1500-1800 M), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M)
dan zaman kemunduran (1700-1800 M), sedang periode modern merupakan
zaman kebangkitan umat Islam.
Dari
pendapat tersebut dapat dipahami periodisasi sejarah Islam dimulai pada
tahun (650 M), yang berarti dia tidak memasukkan masa permulaan Islam
(sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul) sampai dengan tahun 650
M, sebagai periode Islam. Pada selama masa itu (610-650 M) Nabi
Muhammad SAW dan umatnya (para sahabat) telah banyak berperan membawa
perubahan-perubahan besar dikalangan masyarakat, yang seharusnya
dimasukkan dalam suatu babakan (periodisasi) sejarah tersendiri.
Karena
itu, untuk tidak mengurangi arti pendapat-pendapat sebelumnya dan juga
pendapat dari Harun Nasution tersebut, maka ada baiknya periodisasi
sejarah Islam secara garis besarnya dibagi ke dalam 4 (empat) periode
besar, yaitu:
1. Periode
praklasik (610-650 M), yang meliputi 3 (tiga) fase, yaitu: fase
pembentukan agama (610-622 M), fase pembentukan Negara (622-632 M), dan
fase praekspansi (632-650 M).
2. Periode
klasik (650-1230 M), yang meliputi 2 (dua) fase, yaitu: fase ekspansi,
integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M), dan fase disintegrasi
(1000-1250 M).
3. Periode
pertengahan (1250-1800 M), yang meliputi 2 (dua) fase, yaitu: fase
kemunduran (1250-1500 M), dan fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M),
dan
4. Periode modern (1800-dan seterusnya), yang merupakan zaman kebangkitan Islam.
C. Beberapa Peristiwa Penting Yang Terjadi Pada Masing-masing
Periode Sejarah Islam
I. Periode Praklasik (610-650 M)
Periode ini dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) fase, yaitu:
1. Fase Pembentukan Agama (610-622 M)
Pada
fase ini Nabi Muhammad SAW melakukan kegiatan pembentukan akidah dan
pemantapannya serta pengalaman ibadah di kalangan umat Islam setelah
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama dan wahyu-wahyu berikutnya,
kemudian Nabi Muhammad SAW memperkenalkan Islam kepada masyarakatnya di
Makkah berdasarkan wahyu tersebut. Dakwah yang beliau lakukan melalui
tiga tahapan, yaitu: pertama, memperkenalkan Islam secara
rahasia, dalam arti terbatas pada keluarga terdekat dan teman-teman
akrabnya, melalui pendekatan pribadi. Tahap ini dilakukan
secara hati-hati sehingga tidak menimbulkan kejutan dikalangan
masyarakat, namun hasilnya cukup memadai,terbukti beberapa keluarga dan
teman terdekatnya berhasil masuk Islam. Kedua dilakukan dengan
semi rahasia, dalam arti mengajak keluarganya yang lebih luas
dibandingkan pada tahap pertama, terutama keluarga yang bergabung dalam
rumpun Bani Abdul Mutholib (Baca QS. As-Syu’ara: 214), Ketiga dilakukan
secara terbuka dan terang-terangan dihadapan masyarakat umum dan luas
(Baca QS.al-Hijr: 94) pada tahap ini Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya menghadapi oposisi dari berbagai pihak, bahkan mendapatkan
siksaan berat sebagiannya mengakibatkan kematian. Sungguhpun demikian,
akidah mengikuti Nabi tetap kokoh dan tidak luntur dalam menghadapi
oposisi tersebut. Berbagai upaya dilakukan antara lain pengungsian
rahasia ke Abbesinia, tetapi justru menimbulkan pengejaran hebat, bahkan terjadi pemboikotan massa atas pengikut Nabi Muhammad SAW. A. Syalabi[9] telah menjelaskan beberapa sebab timbulnya reaksi negatif terhadap dakwah beliau, yaitu:
1) Persaingan dalam berebut kekuasaan.
2) Persamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta hamba sahaya.
3) Takut dibangkitkan setelah manusia mati,untuk mempertanggungjawabkan segala amalannya selama hidup di dunia.
4) Taklid kepada nenek moyang.
5) Memperniagaan patung (masalah ekonomi).
2. Fase Pembentukan Negara (622-632 M)
Sebelum
Nabi Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib (Madinah) didahului dengan usaha
memengaruhi para peziarah Ka’bah di Makkah agar mereka masuk Islam. Di
antara mereka banyak yang berasal dari kabilah Khazraj dan Aus
(Yatsrib/Madinah). Ternyata sebagian mereka menyambut baik atas seruan
dan ajakan Nabi Muhammad SAW tersebut, yang pada gilirannya menyatakan
diri masuk Islam serta diikuti dengan perjanjian kesetiaan mereka kepada
agama Islam dan Nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan ’’Perjanjian Aqabah’’.Beberapa upaya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah, yaitu:
1) Mendirikan Masjid, sebagai tempat ibadah dan berkumpulnya umat Islam, secara gotong-royong;
2) Mempersaudarakan antara kaum Anshor dan Muhajiin;
3) Membuat perjanjian persahabatan (toleransi) antara intern umat Islam dan antara umat beragama; dan
4) Meletakkan dasar-dasar politik ekonomi dan social untuk masyarakat baru. Karena itu terbentuklah masyarakat yang disebut Negara kota dengan membuat konstitusi di dunia.[10]
3. Fase Pra-Ekspansi (632-650 M)
Merupakan fase ekspansi pertama (pendahuluan), yang pada dasarnya dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
Pertama:
Fase konsolidasi. Abu Bakar sebagai kholifah Islam pengikut Rasulallah
SAW. (632 M) harus menghadapi suku-suku bangsa Arab yang tidak mau lagi
tunduk kepada Madinah, mereka menganggap bahwa perjanjian yang mereka
buat dengan Nabi SAW. Dengan sendirinya tidak mengikat lagi setelah
beliau wafat. Selanjutnya mereka mengambil sikap menentang Abu Bakar (
ingkar kepada pemerintah Islam ) tidak mau membayar dinar karena itu Abu
Bakar menyelesaikannya dengan perang Riddah (melawan kaum separatis) di
bawah komando Khalid bin Walid, dan kemenangan di pihak Abu Bakar (
umat Islam ).[11]
Kedua,
Fase pembuka jalan. Dimana setelah selesai perang dalam negeri tersebut
(konsolidasi), Abu Bakar mulai mengirim kekuatan-kekuatan ke luar Arabia.
Khalid bin al-Walid memimpin tentara yang diantar ke Irak (wilayah
Bizantium) dan dapat menguasai al-Hirah di tahun 634 M. Bersama dengan
itu ke Suria (Iran) dikirim tentara di bawah pimpinan tiga Jendral: Amr
Ibnu ‘Ash, Yazid Ibnu Abi Sofyan dan Syurahbil Ibnu Hasanah, dan
ditunjang oleh pasukan Khalid, sehingga dapat menguasai kota Ajnadin dan
Fihl.[12]
Ketiga,
Fase pemerataan jalan. Dimana usaha-usaha yang dirintis oleh Abu Bakar
untuk membuka jalan ekspansi, kemudian dilanjutkan oleh khalifah kedau,
Umar bin Khatab (634-664 M). pada zaman Umar inilah gelombang ekspansi
pertama terjadi kota
Damaskus jatuh di tahun 635 M dan setahun kemudian Bizantium kalah di
pertempuran Yarmuk, daerah Suria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan
adanya gelombang ekspansi pertama ini (menurut istilah kami fase
perantara jalan ekspansi). Maka kekuasaan Islam di bawah Khalifah Umar
telah meliputi selain Semenanjung Arabiah, juga Palestina, Suria, Irak, Persia, dan Mesir.[13]
Keempat,
Fase jalan buntu, yaitu pada zaman Usman bin Affan (644-656 M) sebagai
khalifah ketiga, dan pada zaman Ali bin Abi Thalib (656-661 M) khalifah
keempat. Pada zaman Usman, meskipun Tripoli,
Ciprus dan beberapa daerah lain dikuasai, tetapi gelombang ekspansi
pertama berhenti sampai disini, karena dikalangan umat Islam mulai
terjadi perpecahan menyangkut masalah pemerintahaan dan dalam kekacauan
yang timbul itu Usman mati terbunuh.
Selanjutnya
diganti oleh Ali bin Abi Thalib, tetapi mendapat tantangan dari
pendukung Usman, terutama Muawiyah Gubernur Damaskus dari Golongan
Thalhah dan Zubair di Makkah dan kaum Khawarij dan Ali sebagaimana Usman juga terbunuh. [14]
II. Periode klasik (650-1250 M)
Periode Klasik ini merupakan zaman kemajuan umat Islam. Harun Nasution[15]telah membagi periode klasik ini ke dalam dua (2) fase, yaitu:
- Fase Ekspansi, Integrasi, dan Puncak Kemajuan (650-1000 M)
Periode klasik ini merupakan periode kebudayaan dan peradaban Islam yang tertinggi dan mempunyai pengaruh terhadap
tercapainya kemajuan atau peradaban modern di Barat sekarang,
sungguhpun tidak dengan secara langsung. Hal ini diakui oleh para
orientalis Barat, sebagai berikut:
- Christopher Dawson, menyatakan:”Periode kemajuan Islam ini bersamaan masanya dengan abad kegagalan di Barat (Eropa).”
- H. McNeill, menyatakan:”Kebudayaan Kristen di Eropa di antara tahun 600-1000 M sedang mengalami masa surut yang rendah. Di abad XI Eropa mulai sadar akan adanya peradaban Islam yang tinggi di Timur, dan melalui Spanyol, Sicilia, Perang Salib peradaban itu sedikit demi sedikit di bawa ke Eropa.”
- Gustave Lebon, menyatakan: “Orang Arablah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka imam kiita selama enam abad..”
- Romm Landayu, dari hasil penelitiannya mengambil kesimpulan bahwa “dari orang Islam periode klasik inilah orang Barat belajar berfikir serta objektif dan logis, dan belajar lapang dada.
- Jacques C. Rislar juga menyatakan bahwa “ilmu pengetahuan dan teknik Islam amat dalam memengaruhi kebudayaan Barat.”[16]
2. Fase Disintegrasi (1000-1250 M)
Fase
disintegrasi merupakan fase di mana pemisahan diri dinasti-dinasti dari
kekuasaan pusat, dilanjutkan dengan perebutan kekuasaan antara
dinasti-dinasti tersebut untuk menguasai satu sama lain. Misalnya:(1).
Dinasti Buwaihi yang menguasai daerah Persia dikalahkan oleh Saljuk pimpinan Tughril Beg (1076 M).
(2).
Dinasti Saljuk waktu dipimpin Nizamul Mulk dikalahkan oleh Dinasti
Hasysyasin pimpinan Hasan Ibnu Sabah, yang meskipun Dinasti Saljuk masih
sempat berdiri, tetapi akhirnya dikalahkan total pada Perang Salib oleh
Paus Urban II (1096-1099 M).
III. Periode Pertengahan (1250-1800 M)
Periode pertengahan ini juga dibagi ke dalam dua (2) fase yaitu:
1. Fase Kemunduran (1250-1500 M)
Pada
masa ini desentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan
antara Sunni dan Syi’ah, demikian juga antara Arab dan Persia
bertambah tampak. Dunia Islam pada zaman ini terbagi dua, yaitu: Bagian
Arab yang terdiri dari Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir dan Afrika
Utara, dengan Mesir sebagai pusat, dan Bagian Persia yang terdiri atas
Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai Pusat.
2. Fase
Tiga Kerajaan Besar (1500-1700 M) yang Dimulai dengan Zaman Kemajuan
(1500-1700 M), Kemudian Zaman Kemunduran (1700-1800 M). Tiga Kerajaan
Besar Tersebut Ialah Kerajaan Usmani (Ottoman Empire) di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India.
Dimasa
kemajuaan, ketiga kerajaan besar tersebut mempunyai kerajaan
masing-masing, terutama dalam bentuk literature dan arsitek.
Masjid-masjid dan gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih
dapat dilihat di Istambul, di Tibriz, Isfahan, serta kota-kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan umat Islam di zaman ini lebih banyak merupakan kemajuan di periode klasik.
Sedangkan
di zaman kemunduran kerajaan Usmani terpukul di Eropa, Kerajaan Safawi
dihancurkan oleh serangan-serangan suku bangsa Afgam, dan daerah
kekuasaan kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-raa India. Kekuatan militer dan kekuatan politik umat Islam menurun
umat Islam dalam keadaan kemunduran drastis. Akhirnya Napoleon pada
tahun 1798 M. menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat Islam terpentin[17]jatuhnya pusat umat Islam ke tangan Barat, menginsafkan dunia Islam.
IV. Periode Modern (1800 M-dan seterusnya)
Ciri-ciri
umat Islam pada periode modern ini adalah keadaan yang berbalik dengan
pada periode klasik. Dalam arti, umat Islam pada periode ini sedang
menaik sementara Barat sedang dalam kegelapan sedang pada periode modern
ini sebaliknya, umat Islam sedang dalam kegelapan sementara Barat
sedang mendominasi dunia Islam, dan umat Islam ingin belajar dari Barat
tersebut.
KESIMPULAN
Sejarah
Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi,
yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dalam
berbagai aspek. periodisasi sejarah kebudayaan Islam dimulai sejak Nabi
Muhammad SAW. Diangkat menjadi Rasul, pada tahun 12/13 tahun sebelum
hijriyah, periode sejarah kebudayaan Islam dapat dibagi dalam 9 periode,
yaitu:
- Masa permulaan Islam, yang dimulai sejak lahirannya Islam pada tanggal 17 Ramadhan 12 tahun sebelum hijrah sampai tahun 41 Hijriyah, atau 6 Agustus 610 sampai 661 M;
- Masa Daulah Amawiyah: dari tahun 41-132 H. ( 661-750 M );
- Masa Daulah Abbsiyah Islam: dari tahun 132-232 H. ( 750-847 M );
- Masa Daulah Abbasiyah II: dari tahun 232-334 H. ( 847-946 M );
- Masa Daulah Abbasiyah III: dari tahun 334-467 H. ( 946-1075 M );
- Masa Daulah Abbasiyah IV: dari tahun 467-656 H. ( 1075-1261 M );
- Masa Daulah Mungoliyah: dari tahun 656-925 H. ( 1261-1520 M );
- Masa Daulah Usmaniyah: dari tahun 925-1213 H. ( 1520-1801 M );
- Masa Kebangkitan Baru: dari tahun 1213 H. (1801 M ) sampai awal abad 20.
Periodisasi sejarah Islam secara garis besarnya dapat dibagi ke dalam 4 (empat) periode besar, yaitu:
1. Periode praklasik (610-650 M), yang meliputi 3 (tiga) fase, yaitu: fase pembentukan agama (610-622 M), fase pembentukan Negara (622-632 M), dan fase praekspansi (632-650 M).
2. Periode
klasik (650-1230 M), yang meliputi 2 (dua) fase, yaitu: fase ekspansi,
integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M), dan fase disintegrasi
(1000-1250 M).
3. Periode
pertengahan (1250-1800 M), yang meliputi 2 (dua) fase, yaitu: fase
kemunduran (1250-1500 M), dan fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M),
dan
4. Periode modern (1800-dan seterusnya), yang merupakan zaman kebangkitan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Ed. Revisi -11: PT.Raja Grafindo Persada Jakarta Thn. 2007.
Atang Abd.Hakim, Jaih Mubarok, Metodologo Studi Islam, Ed. Revisi -9: PT.Remaja Rosda Karya, Bandung. Mei 2007.
Muhaimin, Abd.Mujib, Jusuf Mudzakkir, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Ed. I cetakan ke-2 PT.Prenada Media, Jakarta, Juli 2007.
Tadjab, Muhaimin, Abd.Mujib, Dimensi-dimensi Studi Islam, cetakan pertama, PT.Karya Abditama, Surabaya, Agustus 1994.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1 (Jakarta: UI Press, 1984), hlm. 57
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), hal. 87-89.
Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyrik, 1986), hal. 8.
Majdid wahab, Kamil al-Muhandis, Mu’jam al-Musthalahat al-Arabiyah fi al-Lughah wa al-adab, (Beirut: Maktab Lubanani, 1984), hal. 82.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1988), hal. 794.
AS. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Distionary of Current English, (Oxford University Press, 1983), hal. 405
[1] Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyrik, 1986), hal. 8.
[2] Majdid wahab, Kamil al-Muhandis, Mu’jam al-Musthalahat al-Arabiyah fi al-Lughah wa al-adab, (Beirut: Maktab Lubanani, 1984), hal. 82.
[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1988), hal. 794.
[4] AS. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Distionary of Current English, (Oxford University Press, 1983), hal. 405
[5] Nourouzzaman Shiddiqi, Tamadun Muslim, (Jakarta, Bulan Bintang, 1986), hal. 112
[6] A.Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 58.
[7] Nourouzzaman ash-Shidiqi, Op.cit., hal. 114.
[8] Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hal. 12-14.
[9] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), hal. 87-89.
[10] Ibid., hal. 117-120..
[11] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1 (Jakarta: UI Press, 1984), hlm. 57.
[12] Muhammad Hamiddullah, Op.cit., hlm. 258..
[13] Harun Nasution, Islam…/ Op.cit.,, hlm.57-58.
[14] Ibid., hlmm. 58.
[15] Harun Nasution, Pembaruan…,Op.cit., hlm. 13.
[16] Harun Nasutio , Islam…Op.cit., hlm. 74-75.
[17] Ibid., hlm. 14.