PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Jumat, 17 Februari 2012

KINERJA GURU PROFESIONAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
                        Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha memanusiakan manusia, pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
            Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan dan mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya. 
            Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.  
            Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru.[1]
            Guru sebagai pekerja harus berkemampuan yang meliputi penguasaan materi pelajaran, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya, disamping itu guru harus merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. 
            Harapan dalam Undang-Undang tersebut menunjukkan adanya perubahan paradigma pola mengajar guru yang pada mulanya sebagai sumber informasi bagi siswa dan selalu mendominasi kegiatan dalam kelas berubah menuju paradigma yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran dan selalu terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dalam kelas. Guru pada prinsipnya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi guna meningkatkan kinerjanya. Namun potensi yang dimiliki guru dalam upaya meningkatkan kinerjanya tidak selalu berkembang secara wajar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern.
            Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi dilapangan mencerminkan keadaan guru yang tidak sesuai dengan harapan seperti adanya guru yang bekerja sambilan baik yang sesuai dengan profesinya maupun diluar profesi mereka, terkadang ada sebagian guru yang secara totalitas lebih menekuni kegiatan sambilan dari pada kegiatan utamanya sebagai guru di sekolah.
            Kinerja guru dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pembelajaran, serta kinerja guru dalam di siplin tugas di sekolah masih terlihat adanya masalah. Dalam perencanaan pembelajaran guru masih ada yang belum membuat persiapan pembelajaran sebelum mengajar. Selain itu juga terlihat masalah yang berhubungan dengan kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari guru yang belum dapat mengkondusifkan keadaan kelas menjadi tenang ketika ada siswa yang melakukan keributan dikelas. Guru dalam pelaksanaan pembelajaran juga belum menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi sehingga yang terjadi pembelajaran terasa membosankan bagi siswa dan kinerja yang dihasilkan guru pun belum optimal. Dalam melakukan evaluasi pembelajaran, guru hanya melakukan evaluasi pada saat akan ujian. Begitu juga dalam disiplin tugas, guru belum mengikuti peraturan yang ditetapkan di sekolah. Sehingga kinerja guru dalam disiplin tugas pun belum optimal.
            Kenyataan ini sangat memprihatinkan dan mengundang berbagai pertanyaan tentang konsistensi guru terhadap profesinya. Disisi lain kinerja guru pun dipersoalkan ketika memperbicangkan masalah peningkatan mutu pendidikan. Kontroversi antara kondisi ideal yang harus dijalani guru sesuai harapan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dengan kenyataan yang terjadi dilapangan merupakan suatu hal yang perlu dan patut untuk dicermati secara mendalam tentang faktor penyebab munculnya dilema tersebut, sebab hanya dengan memahami faktor yang berpengaruh terhadap kinerja guru maka dapat dicarikan alternatif pemecahannya sehingga faktor tersebut bukan menjadi hambatan bagi peningkatan kinerja guru melainkan mampu meningkatkan kinerja guru kearah yang lebih baik.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana konsepsi kinerja guru dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru?
2.    Bagaimana langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kinerja guru?
3.    Bagaimana relevansi manajemen dengan kinerja guru?

C.      Tujuan Pembahasan
1.    Untuk mengetahui konsepsi kinerja guru dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru.
2.    Untuk mendeskripsikan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kinerja guru.
3.    Untuk mengetahui relevansi manajemen dengan kinerja guru.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    KINERJA GURU
1.    Konsep Kinerja Guru
            Istilah kinerja guru berasal dari kata job performance/actual permance (prestasi kerja). Jadi menurut bahasa kinerja diartikan sebagai prestasi yang nampak sebagai bentuk keberhasilan kerja pada diri seseorang. Keberhasilan kinerja juga ditentukan dengan pekerjaan serta kemampuan seseorang pada bidang tersebut. Keberhasilan kerja juga berkaitan dengan kepuasan kerja seseorang.[2] Dalam kamus bahasa Indonesia, kinerja berarti sesuatu yang dicapai, prestasi diperlihatkan, kemampuan kerja.[3] Kinerja adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugasnya yang baik untuk menghasilkan hasil yang memuaskan, guna tercapainya tujuan sebuah organisasi atau kelompok dalam suatu unit kerja. Jadi, kinerja merupakan hasil kerja di mana para guru mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan.[4]
Sedangkan Fatah menyatakanan bahwa kinerja diartikan sebagai ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu pekerjaan. Dari beberapa penjelasan tentang pengertian kinerja di atas dapat penulis simpulkan bahwa kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.[5] Kinerja guru  pada dasarnya merupakan unjuk kerja yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pendidikan/pembelajaran di lembaga pendidikan sekolah. Jadi, kinerja guru dalam proses belajar mengajar adalah kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar yang memiliki keahlian mendidik anak didik dalam rangka pembinaan peserta didik untuk tercapainya institusi pendidikan.
            Illyas berpendapat bahwa tenaga profesional adalah sumber daya terbaik suatu organisasi sehingga evaluasi kinerja mereka menjadi salah satu variabel yang penting bagi efektifitas organisasi. Dalam pendidikan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional yang menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif.[6]
           
2.    Indikator-Indikator Kinerja Guru
            Kinerja merefleksikan kesuksesan suatu organisasi, maka dipandang penting untuk mengukur karakteristik tenaga kerjanya. Kinerja guru merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yakni keterampilan, upaya sifat keadaan dan kondisi eksternal. Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dibawa seseorang ke tempat kerja seperti pengalaman, kemampuan, kecakapan-kecakapan antar pribadi serta kecakapan tehknik. Sedangkan kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi eksternal mendukung produktivitas kerja.[7]
            Ada beberapa indikator yang dapat dilihat peran guru dalam meningkatkan kemampuan dalam proses belajar-mengajar. Indikator kinerja tersebut adalah:
1.    Kemampuan merencanakan belajar mengajar
a. Menguasai garis-garis besar penyelenggaraan pendidikan.
b. Menyesuaikan analisa materi pelajaran
c. Menyusun program semester
d. Menyusun program atau pembelajaran
2. Kemempuan melaksanakan kegiatan belajar mengajar
            a. Tahap pra intruksional
            b. Tahap intruksional
            c. Tahap evaluasi dan tidak lanjut
3. Kemampuan mengevaluasi
            a. Evaluasi normatif
            b. Evaluasi formatif
            c. Laporan hasil evaluasi
            d. Pelakanaan program perbaikan dan pengayaan.[8]
            Menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi : (1). Unjuk kerja, (2). Penguasaan Materi, (3). Penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, (4). Penguasaan cara-cara penyesuaian diri, (5). Kepribadian untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan indikator kinerja guru antara lain :
·      Kemampuan membuat perencanaan dan persiapan mengajar.
·      Penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa
·      Penguasaan metode dan strategi mengajar
·      Pemberian tugas-tugas kepada siswa
·      Kemampuan mengelola kelas
·      Kemampuan melakukan penilaian dan evaluasi.[9]

B.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA GURU
            Menurut Anwar Prabu Mangkunegara, faktor yang mempengaruhi kinerja guru adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivision).[10]
            a. Faktor kemampuan
            Secara psikologi, kemampuan guru terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan keampuan reality (knowledge + skill). Artinya seorang guru yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi dan sesuai dengan bidangnya serta terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, guru perlu ditetapkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Dengan penempatan guru yang sesuai dengan bidangnya aka dapat membantu dalam efetivitas suatu pembelajaran.
            b. Faktor motivasi
            Motivasi terbentuk dari sikap seorang guru dalam menghadapi situsi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan seseorang yang terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. C. Meclelland mengatakan dalam bukunya Anwar Prabu berpendapat bahwa .ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja.[11] Guru sebagai pendidik memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat. Guru harus menyadari bahwa ia harus mengerjakan tugasnya tersebut dengan sungguh-sungguh, bertanggung jawab, ikhlas dan tidak asal-asalan, sehingga siswa dapat dengan mudah menerima apa saja yang disampaikan oleh gurunya. Jika ini tercapainya maka guru akan memiiki tingkat kinerja yang tinggi.
            Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain: (1) sikap mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja); (2) pendidikan; (3) ketrampilan; (4) manajemen kepemimpinan; (5) tingkat penghasilan; (6) gaji dan kesehatan; (7) jaminan sosial; (8) iklim kerja; (9) sarana pra sarana; (10) teknologi; (11) kesempatan berprestasi.[12]
1.      Pengembangan Profesi
            Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Tetapi pekerjaan itu harus diterapkan kepada masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan individual, kelompok, atau golongan tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaan itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang melakukan pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, ilmu dan keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat mempertanggung jawabkan segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi itu.[13]
            Pengembangan profesi guru memiliki hubungan fungsional dan pengaruh terhadap kinerja guru karena memperkuat kemampuan profesional guru dalam melaksanakan pekerjaan. Pola pengembangan profesi yang dapat dilakukan antara lain (1) program tugas belajar, (2) program sertifikasi dan (3) penataran dan work shop. Pengembangan seperti ini mampu menempatkan guru dalam berkerja secara baik. Karena sangat tidak mungkin seorang guru yang memiliki pengetahuan sangat sempit dapat menghasilakn dan memberikan pencerahan kepada siswa yang lebih baik. Jika seorang guru memiliki pendidikan yang baik maka ada kemungkinan dalam bekerja akan selalu mempertahakan dan memperhatikan profesionalismenya karena merasa malu dengan guru yang lain yang berpendidikan rendah tetapi kinerjanya lebih baik. Perasaan ini memupuk dan memacu guru untuk lebih baik dalam bekerja.
            Guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai: (1). Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan, (2). Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia, (3). Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.[14]            Menurut Akadum bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru yaitu : (1). Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2). Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3). Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4). Masih belum smoothnya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5). Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.[15]
2.      Kemampuan Mengajar
            Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan kemampuan. Guru harus memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran, menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar. Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam pembelajaran bukanlah apa yang harus dipelajari, guru dituntut mampu menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan kompetensinya.[16]
            Kemampuan mengajar guru sebenarnya merupakan pencerminan penguasan guru atas kompetensinya. Kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh guru yaitu : (1). Menguasai bahan, (2). Menguasai Landasan kependidikan, (3). Menyusun program pengajaran, (4). Melaksanakan Program Pengajaran, (5). Menilai proses dan hasil belajar, (6). Menyelenggarakan proses bimbingan dan penyuluhan, (7).Menyelenggarakan administrasi sekolah, (8). Mengembangkan kepribadian, (9). Berinterkasi dengan sejawat dan masyarakat, (10). Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk kepentingan mengajar.[17]
            Kemampuan mengajar guru yang sesuai dengan tuntutan standar tugas yang diemban memberikan efek positif bagi hasil yang ingin dicapai seperti perubahan hasil akademik siswa, sikap siswa, keterampilan siswa, dan perubahan pola kerja guru yang makin meningkat, sebaliknya jika kemampuan mengajar yang dimiliki guru sangat sedikit akan berakibat bukan saja menurunkan prestasi belajar siswa tetapi juga menurunkan tingkat kinerja guru itu sendiri. Untuk itu kemampuan mengajar guru menjadi sangat penting dan menjadi keharusan bagi guru untuk dimiliki dalam menjalankan tugas dan fungsinya, tanpa kemampuan mengajar yang baik sangat tidak mungkin guru mampu melakukan inovasi atau kreasi dari materi yang ada dalam kurikulum yang pada gilirannya memberikan rasa bosan bagi guru maupun siswa untuk menjalankan tugas dan fungsi masing-masing.
3.      Antar Hubungan dan Komunikasi
            Guru dalam proses pelaksanaan tugasnya perlu memperhatikan hubungan dan komunikasi baik antara guru dengan Kepala Sekolah, guru dengan guru, guru dengan siswa, dan guru dengan personalia lainnya di sekolah. Hubungan dan komunikasi yang baik membawa konsekwensi terjalinnya interaksi seluruh komponen yang ada dalam sistem sekolah. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru akan berhasil jika ada hubungan dan komunikasi yang baik dengan siswa sebagai komponen yang diajar. Kinerja guru akan meningkat seiring adanya kondisi hubungan dan komunikasi yang sehat di antara komponen sekolah sebab dengan pola hubungan dan komunikasi yang lancar dan baik mendorong pribadi seseorang untuk melakukan tugas dengan baik.
            Terbinanya hubungan dan komunikasi di dalam lingkungan sekolah memungkinkan guru dapat mengembangkan kreativitasnya sebab ada jalan untuk terjadinya interaksi dan ada respon balik dari komponen lain di sekolah atas kreativitas dan inovasi tersebut, hal ini menjadi motor penggerak bagi guru untuk terus meningkatkan daya inovasi dan kreativitasnya yang bukan saja inovasi dalam tugas utamanya tetapi bisa saja muncul inovasi dalam tugas yang lain yang diamanatkan sekolah. Ini berarti bahwa pembinaan hubungan dan komunikasi yang baik di antara komponen dalam sekolah menjadi suatu keharusan dalam menunjang peningkatan kinerja.
4.      Hubungan dengan Masyarakat
            Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari sekolah sebab keduanya memiliki kepentingan, sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda bagi peranannya di masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu.
            Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk hubungan komunikasi ekstern yang dilaksanakan atas dasar kesamaan tanggung jawab dan tujuan. Masyarakat merupakan kelompok individu–individu yang berusaha menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha pendidikan. Dalam masyarakat terdapat lembaga-lembaga penyelenggaran pendidikan, lembaga keagamaan, kepramukaan, politik, sosial, olah raga, kesenian yang bergerak dalam usaha pendidikan. Dalam masyarakat juga terdapat individu-individu atau pribadi-pribadi yang bersimpati terhadap pendidikan di sekolah.
            Hubungan sekolah dengan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama untuk masyarakat dalam peningkatan dan pengembangan sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat ini sebagai usaha kooperatif untuk menjaga dan mengembangkan saluran informasi dua arah yang efisien serta saling pengertian antara sekolah, personalia sekolah dengan masyarakat.
5.      Kedisiplinan
            Disiplin adalah ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain atau suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur dan semestinya serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan disiplin yaitu  agar kegiatan sekolah dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tentram dan setiap guru beserta karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi kebutuhannya.
            Kedisiplinan sangat perlu dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing siswa. Disiplin yang tinggi akan mampu membangun kinerja yang profesional sebab pemahaman disiplin yang baik guru mampu mencermati aturan-aturan dan langkah strategis dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar. Kemampuan guru dalam memahami aturan dan melaksanakan aturan yang tepat, baik dalam hubungan dengan personalia lain di sekolah maupun dalam proses belajar mengajar di kelas sangat membantu upaya membelajarkan siswa ke arah yang lebih baik. Kedisiplinan bagi para guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dengan demikian kedisiplinan seorang guru menjadi tuntutan yang sangat penting untuk dimiliki dalam upaya menunjang dan meningkatkan kinerja dan disisi lain akan memberikan tauladan bagi siswa bahwa disiplin sangat penting bagi siapapun apabila ingin sukses.
6.      Kesejahteraan
            Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja guru di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang makin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa menegaskan bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.[18] Bila kebutuhan dan kesejahteraan para guru telah layak diberikan oleh pemerintah, maka tidak akan ada lagi guru yang membolos karena mencari tambahan diluar.   Hal itu tersebut dipertegas Pidarta yang menyatakan bahwa rata-rata gaji guru di negara ini belum menjamin kehidupan yang layak. Hampir semua guru bekerja di tempat lain sebagai sambilan disamping pekerjaannya sebagai guru tetap disuatu sekolah. Malah ada juga guru-guru yang melaksanakan pekerjaan sambilan lebih dari satu tempat bahkan ada yang bekerja sambilan tidak di bidang pendidikan. Hal ini bisa dimaklumi karena mereka ingin hidup layak bersama keluargannya.
7.      Iklim Kerja
            Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang membentuk satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam sistem sosial yang berkembang dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola dan tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan individu dengan individu maupun dengan lingkungannya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik. Iklim mempengaruhi kinerja guru. Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat dirasakan dari sistem formal, gaya informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan penting lainnya, yang menyangkut sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut. Iklim kerja adalah seperangkat karakteristik yang membedakan antara individu satu dengan individu lainnya yang dapat mempangaruhi perilaku individu itu sendiri, perilaku merupakan hasil dari hubungan antara individu dengan lingkungannya.

C.    Langkah- Langkah Peningkatan Kinerja Guru
            Upaya meningkatkan profesionalisme guru di antaranya melalui (1). Peningkatan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar. (2). Program sertifikasi[19]. Selain sertifikasi, mengoptimalkan fungsi dan peran kegiatan dalam bentuk PKG (Pusat Kegiatan Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan MGMP (musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya. Hal tersebut diperkuat pendapat dari Pidarta bahwa mengembangkan atau membina profesi para guru yang terdiri dari : (1). Belajar lebih lanjut. (2). Menghimbau dan ikut mengusahakan sarana dan fasilitas sanggar-sanggar seperti Sanggar Pemantapan Kerja Guru. (3). Ikut mencarikan jalan agar guru-guru mendapatkan kesempatan lebih besar mengikuti panataran-penataran pendidikan. (4). Ikut memperluas kesempatan agar guru-guru dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan yang sesuai dengan minat dan bidang studi yang dipegang dalam usaha mengembangkan profesinya. (5). Mengadakan diskusi-diskusi ilmiah secara berkala disekolah. (6). Mengembangkan cara belajar berkelompok untuk guru-guru sebidang studi.[20]
            Dalam rangka peningkatan kinerja, paling tidak ada tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:
·         Mengetahui Adanya kekurangan dalam kinerja
·         Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan
·         Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan baik yang behubungan dengan dengan pegawai itu sendiri
·         Mengembamgkan rencana tindakan tersebut
·         Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum
·         Mulai dari awal, apabila perlu.[21]
            Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru. 
            Menurut Pidarta bahwa moral kerja positif ialah suasana bekerja yang gembira, bekerja bukan dirasakan sebagai sesuatu yang dipaksakan melainkan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Moral kerja yang positif adalah mampu mencintai tugas sebagai suatu yang memiliki nilai keindahan di dalamnya. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang kemampuannya.

D.    Relevansi Manajemen Dengan Peningkatan Kinerja Guru
            Penataan manajemen pendidikan dan upaya mewujudkan manusia terdidik yang mempunyai kecakapan hidup memerlukan guru yang handal (the good high teachers). Untuk mengatasinya, manajemen pendidikan perlu ditata sebagai berikut (1) perlu dilakukan need assessment terhadap kebutuhan guru dan operasional sekolah yang terkait. Untuk itu Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan Nasional diharapkan lebih fokus meningkatkan anggaran bagi perbaikan kualitas guru, terutama untuk gaji/pendapatan guru, studi lanjut, dan kegiatan pelatihan, (2) perlunya penerapan school based budgeting yang operasional dan out came based. Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten /kota perlu memberikan wewenang dan pembinaan kepada sekolah untuk mengatur rumah tangganya.
            Untuk menata manajemen pendidikan yang efektif di era otonomi daerah, diperlukan need assessmentNeed assessment dilakukan untuk mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan karakteristik daerah. Faktor keuangan daerah tersebut cukup dominan dalam keberhasilan otonomi.  Need assessment dilakukan terhadap kurikulum, kesiswaan, guru dan pegawai sekolah, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan masyarakat, dan aktivitas lain yang mendukung pendidikan. 
            Penataan manajemen pendidikan selanjutnya yaitu mengoperasionalkan paradigma school based management (SBM)  ke dalam school based budgeting (SBB).  Hal itu berarti penganggaran keuangan didasarkan kepada kebutuhan sekolah.  Kalau sekolah ingin menfokuskan kepada peningkatan kualitas guru, berarti membawa implikasi bahwa segala kebutuhan guru harus terakomodasi.  Misalnya pemenuhan gaji, honor, insentif, penghargaan, promosi, pemotongan birokrasi, pengembangan karier, dan sebagainya.  Penerapan school based budgeting (SBB) ini cukup efektif dalam meningkatkan kualitas guru.  
            Demikian pula syarat kolaborasi, juga harus dipenuhi.  Antara Pemerintah Daerah, Dinas Pendidikan Nasional, LPTK, dan lembaga lain yang terkait harus bekerja sama secara erat merencanakan dan memecahkan masalah.  Kemudian, kepedulian untuk menerapkan peningkatan juga perlu dioperasionalkan dalam praktik nyata, utamanya dukungan dana yang cukup dari Pemda.  Penyelewengan terhadap rencana harus segera dimodifikasi dengan pertimbangan yang matang, sehingga perubahan yang diharapkan dapat tercapai.  Lima persyaratan ini sesuai dengan paradigma baru, yakni out came based.


           
BAB III
P E N U T U P
A.  Kesimpulan
            Untuk memperoleh keberhasilan pendidikan, keberadaan profesi guru sangat penting untuk diperhatikan dan ditingkatkan dalam hal ini kinerja guru sebab kinerja guru merupakan kemampuan yang ditunjukan oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
            Kinerja guru sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pertama faktor kepribadian dan dedikasi yang tinggi menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya yang tercermin dari sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing peserta didik; kedua faktor pengembangan profesional guru sangat penting karena tugas dan perannya bukan hanya memberikan informasi ilmu pengetahuan melainkan membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi; ketiga faktor kemampuan mengajar guru merupakan pencerminan penguasaan guru atas kompetensinya; keempat faktor hubungan dan komunikasi yang terjadi dalam lingkungan kerja memberikan dukungan bagi kelancaran tugas guru di sekolah; kelima faktor hubungan dengan masyarakat, peran guru dalam mendukung kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tujuan serta sasaran yang ingin direalisasikan sekolah; keenam faktor kedisiplinan, Suatu pekerjaan akan menuai hasil yang memuaskan semua pihak bila guru mampu mentaati rambu-rambu yang ditentukan melalui penerapan sikap disiplin dalam menjalankan tugasnya; ketujuh faktor tingkat kesejahteraan, memberikan insentif yang pantas sebagai wujud memperbaiki tingkat kesejahteraan guru guna mencegah guru melakukan kegiatan membolos karena mencari tambahan di luar untuk memenuhi kebutuhan hidup; dan kedelapan faktor iklim kerja yang kondusif memberikan harapan bagi guru untuk bekerja lebih tenang sesuai dengan tujuan sekolah.
            Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya melakukan perbaikan pada kualitas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar tetapi juga perlu dan penting diikuti dengan penataan manajemen pendidikan yang mengarah pada peningkatan kinerja guru melalui optimalisai peran sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan pihak dinas pendidikan setempat untuk memberikan rasa nyaman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu optimalisasi kegiatan penataran harus betul-betul menyetuh kebutuhan guru agar bermanfaat bagi peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas hasil belajar siswa sehingga kedepan kegiatan pelatihan dan semacamnya harus mampu diprogramkan supaya tidak tumpang tindih dan tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar sebagai dampak guru mengikuti kegiatan tersebut.
Pengembangan kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan pada keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran dalam era perkembangan pengetahuan yang sangat cepat dewasa ini. Pengembangan kinerja pada dasarnya menggambarkan kemampuan suatu profesi termasuk profesi guru untuk untuk terus menerus malakukan upaya peningkatan kompetensi yang berkait dengan peran dan tugas sebagai pendidik. Kemampuan untuk terus menerus meningkatkan kualitas kinerja yang dilakukan oleh guru akan memperkuat kemampuan profesional guru sehingga dengan peningkatan tersebut kualitas proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran akan makin bermutu

B.   Saran




















DAFTAR PUSTAKA

Gunawan,. Administrasi Sekolah,  Jakarta: Rineka Cipta, 1996.

A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia, ( Bandung: Rosda Karya, 2000.

Daryanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya: Apollo, 1997.

Henry Simamora, Manajemen Sunber Daya Manusia, Jakarta: STIE YKPN, 1995.

Fatah N, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996.

Ilyas Y, Kinerja Guru, Cet. I, Depok: FKM UI, 1999.

Sulistyorini, Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru, 2001, hal. 62-70.

Moh. Uzer Usman, Menajdi Guru Profesiona, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2003.

Pidarta, Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Jakarta: Bina Rineka Cipta, 1997.

Arifin, Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang, 2000.

Akadum,  1999, Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga,  Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.Suara Pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd,

Rusmini, 2003, Kompetensi Guru Menyongsong Kurikulum Berbasis Kompetensi, http://www.Indomedia.com/bpost/042003/22 Opini.

Imron, Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995.
Mulyasa,  Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002.

Pantiwati, Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan, Malang: PSSJ PPS Universitas Malang, 2001.
           
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi kinerja SDM, Cet ke-II, Bandung: Refika Aditama, 2006.

           


























                                                               



            [1] Gunawan,. Administrasi Sekolah, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1996).

            [2] A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia, ( Bandung: Rosda Karya, 2000),  hal. 67.

                [3] Daryanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997 ), hal. 368.

                [4] Henry Simamora, Manajemen Sunber Daya Manusia, (Jakarta: STIE YKPN, 1995), hal. 433.

            [5] Fatah N, Landasan Manajemen Pendidikan,  ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996).

            [6] Ilyas Y, Kinerja Guru, Cet. I, ( Depok: FKM UI, 1999), hal. 56.

                [7] Sulistyorini, Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru, 2001, hal. 62-70.

                [8] Moh. Uzer Usman, Menajdi Guru Profesiona, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2003),  hal.  9-10.
               
                [9] Sulistyorini, Hubungan antara Keterampilan Manajerial..., hal. 62-70.

            [10] A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: Remaja Rosdakarya 2004), hal. 67.

                [11] A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber..., hal. 68.

                [12] Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber..., (Jakarta:Bina Aksara, 2000), hal. 126.

            [13] Pidarta, Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta: Bina Rineka Cipta, 1997).

            [14] Arifin, Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. (Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang, 2000).

                [15] Akadum,  1999, Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga,  Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.Suara Pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd,

            [16] Rusmini, 2003, Kompetensi Guru Menyongsong Kurikulum Berbasis Kompetensi, http://www.Indomedia.com/bpost/042003/22 Opini.

            [17] Imron, Pembinaan Guru di Indonesia, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995).

            [18] Mulyasa,  Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002).

                [19] Pantiwati, Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan, ( Malang: PSSJ PPS Universitas Malang, 2001), hal. 1-12
               
                [20] Pidarta, Landasan Kependidikan Stimulus...,

            [21] A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi kinerja SDM, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006) Cet ke-II, hal. 11-12.

Rabu, 05 Oktober 2011

ARTIKEL

 
APAKAH ANDA GURU DISENANGI ???
Oleh: Muhammad Yani, S.Pd.I, M. Ag*

“... kehadiran guru adalah perantara yang menyangkut roh manusia dari alam fana ke alam yang serba baqa, sebab dengan perantara guru memberikan ilmu, manusia dapat mengetahui atau mengenal Tuhannya, sehingga dapat sempurna dalam mengarungi kehidupan yang penuh pengabdian, berbahagialah mereka baik di dunia maupun di alam baqa”.
(A. Munjab dan Umu Mujawazah Mahali)

Kutipan di atas, menjelaskan terhadap peran guru dalam menempuh hidup dan kehidupan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, pemberi nasihat secara nyata kepada siswa-siswi dan masyarakat pada umumnya, serta memberi petunjuk kepada mereka secara menyeluruh.
Sikap dan perilaku yang ditampilkan oleh guru dalam dunia pendidikan sebagai sosok manusia yang patut digugu dan ditiru, sikap arogansi dan perangai buruk bukan tipe seorang guru, terlepas dari alasan apapun sikap-sikap seperti itu tidak sepantasnya ditampilkan oleh guru dihadapan anak didiknya maupun dalam masyarakat, karena hal ini akan memberikan kesan dan penilaian negatif terhadap dunia pendidikan.
Perilaku arogansi dan kekerasan terhadap anak didik sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral dalam masyarakat kita serta bangsa manapun. Guru menjadi panutan dalam segala hal, karena guru adalah pewarisnya para Nabi yang patut dicontohi. Tugas seorang guru adalah menyampaikan berbagai ilmu pengetahuan kepada para siswa-siswanya, baik ilmu itu yang ada kaitannya dengan masalah dunia maupun yang ada kaitannya dengan masalah akhirat (umum dan agama).
Karena jasa guru yang begitu besar dalam kehidupan anak didiknya, maka sudah seharusnya dan sepantasnyalah para siswa untuk selalu patuh dan menghormatinya. Namun demikian peran guru dalam melaksanakan tugasnya dalam pendidikan dan pembelajaran menjadi penilaian tersendiri bagi setiap pribadi anak didik, sehingga ada guru yang diharapkan dan disenangi, karena dapat melaksanakan profesinya sebagai guru dan ada juga sebaliknya.

Guru yang tidak disenangi
Tipe guru “bogem” atau ringan tangan “suka memukul” dalam menyelesaikan setiap permasalahan dengan mengandalkan kekerasan pada prinsipnya bukanlah karakteristik dari seorang guru sebagaimana diharapkan, karena model seperti itu wajar saja jika terjadi pada turnamen “ring tinju dan lapangan olah raga bela diri” sehingga tidak layak terjadi pada lembaga pendidikan apalagi dilakukan oleh guru.
Bagi setiap pribadi yang telah bertekat menjalani hidupnya dengan profesi guru kiranya perlu menghindari  diri dari sifat-sifat yang tidak disukai oleh anak didik, antara lain, seperti: guru sering marah-marah, suka merepet, suka menghina dan lekas mengamuk; guru yang tidak suka membantu dalam pekerjaan sekolah, tidak menerangkan pelajaran dan tugas-tugas dengan jelas; guru tidak adil, mempunyai anak kesayangan dan membenci anak-anak tertentu; guru yang tinggi hati, menganggap dirinya lebih dari orang lain; tidak mengacuhkan perasaan anak didik, membentak anak didik di depan anak didik lainnya; guru yang tidak menaruh minat terhadap anak-anak dan tidak memahami mereka.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa yang di kehendaki dan diharapkan oleh anak didik bukan hanya kecakapan guru mengajar di kelas, melainkan yang lebih penting adalah kepribadian guru itu sendiri dan kemampuan positif yang dapat ditampilkannya.

Guru yang diharapkan
Dan kepribadian atau kompetensi personal bagi guru adalah masalah yang sangat abstrak serta hanya dapat di lihat melalui penampilan, tindakan, ucapan dan dengan cara berpakaian  dan dalam menghadapi setiap persoalan. Selain itu, seorang guru haruslah memiliki kepribadian yang dapat di jadikan sebagai teladan oleh anak didik. Selain itu, harga diri dan kesungguhan seorang guru dijelmakan dalam rutinitas siswa dan masyarakat. Tradisi keilmuan harus menonjol dalam kehidupannya. Sikap toleran, murah hati dan pemaaf harus menyatu dalam kehidupannya sebagai seorang pendidik yang berprofesi mulia. Dan karena kemuliaannya itulah sehingga Allah Swt dan seluruh makhluk-Nya memohon rahmat bagi seseorang yang mengajarkan kebaikan yang banyak, sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, yang artinya:
Sesungguhnya Allah Swt, juga para Malaikat dan seluruh penghuni langit dan bumi, sampai-sampai semut dalam lobang, ikan di lautan semuanya memohon keselamatan bagi orang-orang yang mengajarkannya manusia akan kebaikan (H.R Imam Turmuzi).

Dengan demikian profesi guru adalah mulia di karena pekerjaannya mendidik dan mengajar seseorang, selain itu kemuliaan guru karena keahlian dan atau kepandaiannya. Guru bertanggungjawab mendidik siswa-siswinya mendewasakan dan menjadikannya jujur dan berbudi pekerti luhur, membuat mereka terampil demi mempersiapkan masa depan mereka. Guru diharapkan memiliki sikap keikhlasan dalam beramal. Guru menjalankan berbagai fungsi tauhid, pembuka mata manusia, dan sebagai pemacu cita-cita. Dalam Masyarakat Islam kedudukan guru sangat dihormati karena keilmuannya dalam mengajar dan mengabdi kepada agama, nusa dan umat.
 Mungkin ini sebagai tugas yang amat berat yang dibebankan kepada guru, bukan hanya dalam hal mencerdaskan bangsa akan tetapi bagaimana usahanya dalam mewujudkan keteladanan diri baik bagi peserta didik dan lingkungannya, sehingga dapat menghasilkan generasi yang bermoral dan bertakwa kepada Allah Swt, bermanfaat untuk dirinya, orang tua, lingkungan dan masyarakat secara luas. Untuk itu guru kondisi nyata mengaharapkan pada saat ini adanya kreatifitas dan ionovatif pada setiap guru, disamping memposisikan diri sebagai teladan bagi anak didik, orang tua dan masyarakat secara luas,.. .

* Penulis adalah Guru PAI SMAN 1 Model PBKL Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar



MUBES MGMP PAI SMA&SMK


MUBES MGMP PAI SMA & SMK KAB. ACEH BESAR
                Dalam rangka melaksanakan reorganisasi manajemen kepengurusan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (MGMP-PAI) Tingkat SMA dan SMK Kabupaten Aceh Besar Propinsi Aceh, InsyaALLAH pada hari Rabu tanggal 12 Oktober 2011 akan dilaksanakannya Musyawarah Besar (MUBES) pergantian pengurus untuk periode 2011 - 2014 yang rencananya akan dilaksanakan di WISMA HIJRAH LAMBARO Kab. Aceh Besar..Acara ini terlaksana berkat dukungan Kantor Kemenag Kabupaten Aceh Besar melalui KASI. MAPENDA Drs. Ujair, yang memberikan dukungan sepenuhnya dan turut hadir dalam rapat2 persiapan kepanitiaan serta dukungan moril dan materil dari semua guru pendidikan agama islam pada SMA dan SMK di Kabupaten Aceh Besar.
                 Kegiatan ini direncanakan akan dibuka oleh KABID MAPENDA KANKEMENAG Propinsi Aceh dengan turut mengundang KADIS Pendidikan Kab. Aceh Besar, Kabid. Menengah, Kepala UPTD-Pendidikan, seluruh kepala sekolah SMA dan SMK dan khususnya GPAI pada SMA dan SMK selaku anggota MGMP PAI.
Kehadiran pengurus baru nantinya kita harapkan dapat memberikan nuansa baru dalam kepenguruan MGMP PAI pada SMA dan SMK dikemudian hari dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan agama Islam serta dapat mempererat silaturahim antara sesama guru PAI pada khususnya baik dalam rangka  saling membagi  pengalaman dan informasi dalam pengembangan pembelajaran PAI pada SMA dan SMK, hal ini sebagaimana disampaikan oleh Drs. Ali Nurdin selaku ketua panitia yang didampingi oleh Muhammad Yani, M.Ag selaku sekretaris panitia serta Syarifah Musanna, S.Ag selaku bendahara, dalam setiap sambutan rapat persiapan pelaksanaan MUBES di Koperasi Al-Ishlah Lambaro Milik KANKEMENAG ACEH BESAR.
                Hal yang sama juga diharapkan oleh KASI MAPENDA Drs. Ujair agar MGMP PAI ini dapat menjadi pusat informasi bagi GPAI pada SMA dan SMK yang ada di Kabupaten Aceh Besar pada khususnya, mengutip pesan Drs. Ujair di akhir arahannya GPAI harus memiliki leadership pada setiap sekolah, maksudnya dapat menjadi penggerak dalam setiap moment kegiatan keagamaan dan sosial pada lingkungan pendidikan, demikian imbuhnya,.Untuk sementara sekretariat MGMP PAI SMA & SMK Kabupaten Aceh Besar berada pada SMAN 1 Peukan Bada.
Pantia Pelaksana MUBES MGMP PAI SMA & SMK
Kabupaten Aceh Besar
Ketua Panitia
Dto
Drs. Ali Nurdin

Sekretaris Panitia
Dto
Muhammad Yani, M. Ag

Mengetahui,
Kasi. Mapenda Islam
Kantor Kementrian Agama Kab. Aceh Besar
Dto
Drs. Ujair


Senin, 26 September 2011

Bukan Kesalahan Pendidikan Agama


BUKAN KESALAHAN PENDIDIKAN AGAMA
(Tanggapan Untuk Ahmad Arief)
Oleh: Muhammad Yani*

            Saya sebagai salah seorang Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI)  yang saat ini masih aktif mengajar di salah satu SMA, mencoba menanggapi tulisan dari saudara kami Ahmad Arief yang berjudul “Sekolah Tanpa Pendidikan Agama” pada harian Serambi Indonesia, Sabtu (23 April 2011) pada kolom opini. Apa yang ditulis oleh beliau dapat dipahami mungkin sebagai sebuah bentuk kekecawannya terhadap out-put yang dihasilkan dari lembaga pendidikan itu sendiri atau realita pergaulan remaja selama ini. Bahwa pendidikan agama yang berlangsung di Sekolah (di bawah naungan Dinas Pendidikan) memang berbeda dengan kurikulum yang diajarkan di Madrasah (KANKEMENAG) di masing-masing Kabupaten/Kota. Begitu juga halnya dengan pendidikan agama yang di ajarkan  diperguruan tinggi seperti di IAIN dan UNSYIAH atau Fakultas Umum lainnya, Sebagaimana diketahui perbedaannya terletak pada keluasan dan kadalaman kajian terhadap setiap persoalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan.

Pelajaran Agama di Madrasah dan PAI di Sekolah
            Secara subtansi tidak berbeda, artinya di Madrasah mereka tidak mengenal pelajaran agama akan tetapi terhadap rumpun pelajaran ini dikasifikasikan ke dalam pelajaran khusus, sehingga yang ada adalah pelajaran Aqidah, Aqidah Akhlak, Fiqh, Qur’an dan Hadist, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Sedangkan pada Sekolah yang ada hanya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sebagaimana dalam Pedoman Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dijelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah memuat materi al-Quran dan Hadis, Aqidah/Tauhid, Akhlak, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Ruang lingkup tersebut menggambarkan materi pendidikan agama yang mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya (hablum minallah, hablum minannas wahablum minal ’alam).
Melihat Secara Menyeluruh
            Saya sangat menyayangkan terhadap asumsi saudara kami Ahmad Arief yang mengeneralisasikan bahwa Selama ini, pendidikan banyak menghasilkan “sampah”. Pendidikan persekolahan menghasilkan orang-orang cerdas yang tidak bisa berfikir. Kalau memang begitu adanya, maka pemerintah wajib melakukan kajian atau penelitian ilmiah terhadap memaknai hasil pendidikan yang luar biasa hancurnya menjadi “sampah”. Pendidikan agama baik yang berlangsung di sekolah maupun diperguruan Tinggi memang perlu dibenahi, minimal adanya sebuah perhatian yang menyeluruh dari semua pihak dalam menggerakan aktifitas beragama di sekolah ataupun perguruan tinggi.
            Saat ini  PAI di sekolah hanya menjadi tugas dan tanggungjawab mutlak Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) saja, sehingga wajar PAI saat ini sulit untuk mencapai tujuannya. Selain itu, PAI bukan sebagai mata pelajaran yang UAN-UN kan sebagaimana pelajaran eksakta lainya, hal ini menambah pergeseran PAI menjadi pelajaran yang dipandang sebelah mata. Bagaimana tidak,  Pihak Dinas, Kepala Sekolah, Guru yang mata pelajaran di UAN-UN fokus mengejar target kelulusan sehingga otomatis pembentukan moral (akhlak) menjadi nomor dua.
            Bahkan di beberapa sekolah, kepala sekolah memberikan reward berupa bonus kepada guru yang dapat mengiringi siswa mereka lulus dengan nilai yang baik. Hal ini menjadi pemisah antara pelajaran yang di UAN-UN dengan pelajaran yang tidak di UAN-UN termasuk salah satunya adalah pembelajaran PAI. Dampaknya kepada merosotnya kinerja mengajar guru mata pelajaran yang tidak di Ujian Nasionalkan sampai kepada menurunnya minat siswa untuk terus menggali ilmu pengetahuan. Tidak salah juga sebenarnya kalau ada anak-anak yang berprestasi dalam kegiatan keagamaan juga diberikan penghargaan atau perhatian dalam praktek agama itu sendiri seperti kepala sekolah, guru dan siswa-siswi melaksanakan shalat dhuhur berjama’ah di masing-masing mushalla sekolah/madrasah, apalagi ada Kepala Dinas, atau pajabat lainnya yang ikut sekali-kali bergabung dengan mereka, nah luar biasa indahnya..!!
            Ironisnya lagi, ini berjalan bertahun-tahun lamanya, sehingga pola pendidikan kita saat ini hanya menciptakan generasi yang cerdas dalam segi kognitif, tanpa menyentuh unsur-unsur yang lain yang berhubungan dengan fitrah sebagai muslim. Wajar bila masih banyak sekolah-sekolah yang melahirkan lulusan yang baik kognitifnya, namun tidak berkualitas akhlaknya atau minim pengetahuan agamanya.

Dilema dan Kesalahan Fatal
            Perlu diketahui bahwa kurikulum pendidikan agama yang berlangsung di sekolah selama ini sesuai dengan masing-masing jenjang mereka, saya kembali tidak sepakat dengan Akhi Ahmad Arief kalau dikatakan pendidikan agama yang ada selama ini hanya mengandalkan metode hafalan semata-mata, karena nyatanya tidak demikian, tetap ada mendekatkan dengan metode lainnya, minimal ceramah dan tanya jawab. Nah  kalau dikaitkan dengan inovasi khususnya guru PAI tentunya hal itu kembali kepada permasalahan individual, ya bisa jadi karena mereka menganggap sudah cukup dengan apa yang dimiliki tanpa mau peduli keadaan perubahan. Seperti adanya berbagai pendekatan baru dalam pembelajaran  dan perkembangan pendidikan lainnya akhir-akhir ini, seperti edukasi net (E-Net).
            Apalagi mereka menjadi guru bukan dari panggilan jiwa mereka secara sadar, bukan terpaksa, ataupun bukan dengan cara-cara yang mulia, mendhalimi saudaranya yang lebih berhak secara hasil tes, akan tetapi kerena sesuatu dan sesuatu “melalui haram dan hina” maka ia rampas hak orang lain, walaupun yang bersangkutan tidak mengetahuinya,  jadi bagaimana mungkin ia mendidik moral orang lain sedangkan dia sendiri bukan moral seorang guru, nah kembali hal ini sebagai evaluasi bagi pemerintah.   

Memaknai PAI Sebagai Pelajaran Penting
            Jika kita kembali kepada teori, suatu yang akan dapat dihasilkan dengan baik jika prosesnya baik. Jika demikian, berarti dalam prosesnya Pendidikan Agama Islam tidak berjalan dengan semestinya sehingga melahirkan produk yang tidak berkualitas. Untuk itu semestinya pembelajaran PAI kembali diperjelas keberadaannya. Selain itu, yang tak kalah pentingnya agar sebuah pembelajaran memiliki nilai adalah pengintegrasiaan pelajaran PAI ke dalam pelajaran umum. Dalam hal ini harus ada kolaborasi yang baik antara guru PAI dengan guru umum, agar pelajaran atau materi yang disampaikan seimbang.        Guru selain pelajaran agamapun sebagai seorang muslim seharusnya memiliki pengetahuan yang baik tentang Islam dan Al-Quran, karena bila guru umum dapat menjelma menjadi guru Pendidikan Agama Islam, tentunya materi yang disampaikan akan selalu dapat dikaitkan dengan ajaran Islam, sehingga proses penanaman akhlak akan lebih mudah mengenai sasarannya.
            Contohnya saja, di dalam pelajaran umum siswa mempelajari bahwa hujan dapat terjadi jika terjadi kondensasi di awan. Lalu turunlah hujan. Namun pada pembelajaran PAI siswa mempelajari bahwa ada malaikat yang bertugas menurunkan hujan.  Lantas mana kedua teori ini yang benar?  Semestinya tidak lagi muncul hal demikian bila guru dapat mengintegrasikan kedua teori tersebut. Sehingga pengetahuan tersebut tidak terpisah-pisah dan menjadi bernilai.
            Untuk itu kita kepada semua pihak untuk dapat melaksanakan fungsi dan parannya sesuai dengan kapasitas dan tanggung jawabnya, perlu pengokohan kembali trilogi pendidikan, baik Sekolah selaku pelaksana pendidikan, Keluarga selaku yang mengantungkan harapan agar anak-anaknya sukses dan Masyarakat sebagai sarana anak-anak bersosialisasi diri dengan lingkungannya. Maka  ketiga komponen tersebut perlu memahami akan fungsi dan tanggung jawab masing, InsyaAllah setiap permasalahan pendidikan dapat dimusyawarahkan dan permasalahan moral dapat diselesaikan..Wallahu’alam.

Penulis adalah Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) pada SMA Negeri 1 Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
           

Selasa, 13 September 2011

HARDIKDA

Harian Analisa
Selasa, 9 September 2008

Langsa: Ada empat pokok permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

Masing-masing pemerataan kesempatan belajar yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan, rendahnya kualitas relevansi dan daya saing lulusan lembaga pendidikan, blemahnya manajemen pelayanan pendidikan yang ditandai dengan tata kelola yang kurang baik dan tingkat akuntabilitas rendah.

Terakhir masalah yang berkaitan implementasi pendidikan yang bernuasa Islami untuk mendukung memberlakukan Syariat Islam yang sampai saat ini belum berjalan sebagaimana diharapkan masyarakat.

Demikian sambutan tertulis Gubernur NAD, Irwandi Yusuf yang dibacakan Walikota Drs Zulkifli Zainon, MM pada peringatan Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) ke-49 di Lapangan Merdeka Langsa, Senin (8/9).

Dampak Konflik

Menurutnya, hal ini berhubungan dengan dampak konflik berkepanjangan dan bencana alam masih dirasakan sebagai kendala terhadap rendahnya kinerja pendidikan dan mempersulit masyarakat untuk mengakses peluang yang ada.

Jadi, konsekuensi ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita, manakala menatap bahwa rendahnya mutu lulusan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Sehingga dapat kita analogikan bahwa rendahnya mutu SDM merupakan akibat dari rendahnya mutu pendidikan suatu bangsa.

Kendati demikian, bila dinilai mutu pendidikan di Aceh dengan tidak bermaksud mengecilkan arti keberhasilan yang telah diraih anak-anak kita dalam berbagai event nasional, harus diakui secara keseluruhan mutu pendidikan kita belum menggembirakan sepenuhnya.

Indikator paling umum yang dipakai masyarakat untuk memberi stigma rendahnya mutu pendidikan di Aceh adalah angka kelulusan yang rendah dan lemahnya daya saing lulusan dalam merebut peluang kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

Selain itu, injeksi sejumlah dana ke dalam suatu sistem pendidikan tidak serta merta mampu meningkatkan mutu pendidikan, karena pendidikan yang bermutu adalah produk dari sebuah kinerja yang melibatkan proses interaksi semua komponen input, bukan sekadar unjuk kerja satu atau dua komponen saja.

Karenanya diperlukan kesungguhan, kesabaran, kejujuran, keterbukaan dan komitmen semua pihak untuk berpartisipasi.

Walaupun pada tataran provinsi implementasi program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun secara umum telah berhasil mencapai target yang ditandai dengan penyerahan penghargaan Widya Karma oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) kepada Gubenur NAD pada Mei 2007 lalu.

Namun pada tingkat pedesaan masih ditemui sebagian anak usia 7-15 tahun yang belum berkesempatan atau tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya. (dir)

Jumat, 09 September 2011

cara belajar

TIPS BELAJAR

Avatar kurniawan arizona
Bismillahirrahmmanirrahim....
Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh
Banyak orang bertanya, bagaimana sih cara belajar yang efektiv?
Menurut kacamata saya tiap orang memiliki cara belajar tersendiri. Jadi temukanlah cara belajar Anda, keep spirit !!
Kalupun boleh berbagi opini, belajar akan terasa sangat menyenangkan apabila kita memulai dengan niat yang baik. Tentu ada di antara Anda yang mungkin bertanya niat baik itu seperti apa? Apakah kita belajar supaya nantinya mudah mendapatkan pekerjaan? Atau belajar agar mendapat ketenaran karena kita adalah orang yang pintar? dan banyak lagi motivasi-motivasi yang lain.... Saya rasa tujuan kita belajar adalah menghilangkan kebodohan yang ada pada diri kita dan orang lain yang semuanya kita harus niatkan  hanya untuk meraih keridhaan Alloh yang maha kuasa....
Dari pengalaman saya ketika masih kuliah, tidak menutup kemungkinan Anda yang masih duduk di bangku sekolah dapat menerapkan metode belajar ini yang saya anggap sangat efektiv.
  • Bacalah secara sekilas materi yang akan di bahas oleh guru/dosen.
  • Ketika proses kegiatan belajar mengajar, simaklah dengan aktiv dan penuh konsentrasi apa yang disampaikan oleh guru/dosen (kalau memungkinkan duduklah di bangku paling depan).
  • Saat di rumah/kos pelajarilah kembali materi yang telah diajarkan oleh guru/dosen pada hari tersebut. Usahakan semua pelajaran yang diajarkan dipahami secara komprehensif (keseluruhan). Kalau tidak bisa tanyakan ke teman atau guru/dosen pada pertemuan berikutnya. Jangan sampai materi yang belum kita pahami menumpuk sehingga menimbulkan rasa frustasi, yang pada akhirnya kita akan membenci pelajaran tersebut dan tidak ingin mempelajarinya lagi.
  • Kunci sukses belajar yang tidak kalah pentingnya setelah mengusakan beberapa poin di atas adalah berdo'a kepada Allah yang Maha Segala-galanya dan menyerahkan segala urusan kepadaNya.
Insya Alloh kalau Anda membiasakan hal ini dalam belajar, saya optimis Anda akan sukses dalam menuntut ilmu. Good Luck.
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh
Selong, 7 September 2011
Hormat saya,

Guru yang Efektif

Avatar akhmadsudrajat
Mengutip pemikiran Davis dan Margareth A. Thomas  dalam bukunya Effective Schools and Effective Teachers, Suyanto dan Djihad Hisyam (2000:29) mengemukakan  tentang beberapa kemampuan guru yang mencerminkan guru yang efektif, yaitu mencakup
Guru efektif
1. Kemampuan yang terkait dengan iklim kelas :
  • memiliki kemampuan interpersonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan;
  • memiliki hubungan baik dengan siswa;
  • secara tulus menerima dan memperhatikan siswa;
  • menunjukkan minat dan anthusias yang tinggi dalam mengajar;
  •  mampu menciptakan atmosfer untuk bekerja sama dan kohesivitas dalam kelompok; melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran;
  • mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; dan
  • meminimalkan friksi-friksi di kelas jika ada.
2.  Kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen :
  • memiliki kemampuan secara rutin untuk mengahadapi siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi dalam mengajar; serta
  • mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda.
3. Kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (reinforcement) :
  •  mampu memberikan  umpan balik yang positif terhadap respon siswa;
  • mampu memberikan respon yang membantu kepada siswa yang lamban belajar;
  • mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban yang kurang memuaskan; dan
  • mampu memberikan bantuan kepada siswa yang diperlukan.
4. Kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri  :
  • mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;
  • mampu memperluas dan menambah pengetahuan metode-metode pengajaran; dan
  • mampu memanfaatkan perencanaan kelompok guru untuk menciptakan metode pengajaran.
Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ